Bersenja bersama Zeline

19 1 0
                                    

Zeline masih memikirkan kalimat yang diucapkan Pandu, harapan baru yang akan membuatnya bahagia. Apakah yang dimaksud Pandu itu dirinya? Tapi, Zeline masih ingin berharap doanya terkabul. Zeline ingin Sagara datang dalam kehidupannya, tidak masalah jika dia harus menunggu dua tahun lagi atau lebih. Zeline hanya ingin bertemu Sagara, mengungkapkan segala rasa yang ia simpan selama bertahun-tahun. Dadanya sesak jika hanya terus menyimpannya sendiri.

"Ndu?" Pandu yang duduk tepat di sebelah Zeline menoleh.

"Iya, Zel?"

"Aku boleh pinjem bahu kamu untuk bersandar?"

Pandu tersentak, Zeline tidak kerasukan setan penunggu gedung tua ini kan? Ucapannya sangat lembut dan gadis itu meminta bahunya secara sadar tanpa ada air mata. Tanpa membuang waktu, Pandu menggeser duduknya menjadi lebih dekat kearah Zeline. Dengan hati-hati, Pandu membawa kepala Zeline bersandar di bahunya. Bohong, jika Pandu mengatakan dirinya baik-baik saja. Tentu saja, ada getaran yang merambat dialiran darahnya yang membuat pompaan jantungnya sangat kuat. Sekuat mungkin Pandu menetralkan jantungnya, karena dia yakin Zeline bisa mendengar detak jantungnya yang lagi berdisko.

"Kenapa kamu masih bertahan di sisi aku, Ndu? Padahal aku sering nyakitin kamu dan bahkan mempermalukan kamu."

"Karena kamu cinta pertama aku, Zel. Selama ini, aku belum pernah ngerasain jatuh cinta seperti ini. Ingin rasanya pergi, tapi sulit."

"Kenapa nggak kamu coba? Bertahan untuk seseorang yang hatinya aja kamu nggak tau untuk siapa, bukannya itu sakit?"

"Kalau pertanyaan itu aku balikin ke kamu, kamu akan jawab apa?"

Zeline terdiam. Posisi Pandu dan dirinya saat ini adalah sama. Bertahan untuk seseorang yang sedang memperjuangkan orang lain. Melepaskan tidak semudah yang dibayangkan, namun bertahan juga tidak seindah khayalan. Mengapa Tuhan memberikannya jalan cerita serumit ini. Saling mengejar tanpa ada garis akhir, membuat kisah tanpa ada penyelesaian dan kata akhir.

"Posisi kita sama, Zel, memperjuangkan cinta pertama. Lebihnya aku, hanya bisa dekat sama cinta pertama aku. Kamu."

"Kenapa Tuhan ngasih kita jalan cerita serumit ini, Ndu?"

"Mungkin Tuhan ingin kita berjuang, seenggaknya jika nanti apa yang kita perjuangkan tidak sesuai rencana kita, kita dapet pelajaran dari perjuangan itu."

Zeline kembali diam, mata sendunya menyorot ke langit yang mulai menjingga. Andaikan saja, orang di sebelahnya ini adalah Sagara. Zeline ingin sekali bertemu dengan dirinya, ingin sekali memeluk dirinya, dan mengucapkan aku mencintaimu. Terserah apapun jawabannya, asalkan semua yang Zeline pendam selama ini bisa diutarakan.

"Zel, aku boleh tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Kenapa kamu bisa sejatuh cinta ini sama Sagara? Emangnya dia punya kelebihan apa yang buat kamu sampai nutup hati untuk semua orang."

"Dia cowok yang sederhana, Ndu. Aku juga nggak tau kenapa bisa jatuh cinta sama dia. Padahal, awalnya aku sama sekali nggak tertarik waktu temen-temen gosipin dia. Dulu aku cuma fokus belajar, sampai akhirnya temen sebangku aku cerita tentang dia. Kamu tau apa yang mereka gosipin selama berhari-hari?"

"Apa?"

"Mereka cuma ngegosip tentang keburukan Sagara, anehnya aku malah ketawa. Gimana, ya, dari mukanya aja nggak ada muka-muka mesum gitu. Mukanya polos, lucu banget."

Hanya dengan membahas Sagara, Zeline seolah melupakan lukanya beberapa jam yang lalu. Begitu berartinya Sagara untuk Zeline, gadis itu sangat berbinar tiap kali menyebutkan nama Sagara. Padahal, dia juga tidak tahu keberadaan cowok itu. Pandu hanya tersenyum melihat Zeline yang sangat bahagia menceritakan sosok yang dicintainya. Andaikan Sagara itu dirinya, entah betapa bahagianya Pandu bisa dicintai sebegitu dalamnya oleh Zeline.

"Terus, waktu aku bangun eh ada dia... Ndu? Pandu, kamu dengerin aku nggak, sih?"

Pandu mengedipkan matanya, wajah Zeline seolah menghipnotis dirinya. Terserah apapun ceritanya, yang jelas Pandu ingin bersama Zeline yang seperti ini. Hanya ada wajah ceria dan senyum manis mengihiasinya.

"Iya, Zel, aku denger kok. Terus gimana?"

"Nggak mau ah, udah capek." Zeline menjauhkan dirinya dari bahu Pandu. Entah kenapa jantungnya mulai memberontak ketika tahu Pandu memandangnya begitu dalam.

"Semakin jauh masuk ke dalam hidup kamu, aku nemuin diri kamu yang berbeda, Zel." Zeline menoleh kearah Pandu yang menatap lurus langit jingga.

"Semua orang salah menilai kamu, termasuk aku. Aku pikir, kamu itu cewek jutek yang nggak akan mungkin bisa diselami. Namun kenyataannya, kamu seorang cewek yang sedang menjaga hati. Sebenernya kamu itu asik, humble, ceria. Hanya saja, kamu menutupi itu semua demi satu orang di masa lalu."

Zeline masih pada posisinya, menatap lekat laki-laki di sampingnya. Entah apa yang ingin dikatakan Pandu, Zeline hanya setia mendengarkan tiap kata yang terucap dari mulutnya tanpa memotong pembicaraannya.

"Aku seneng liat Zeline yang ketawa, senyum, kamu manis dengan semua itu, Zel. Ya, meskipun tawa dan senyummu alasannya dari Sagara."

"Ndu?"

"Iya, Zel?"

"Hari ini, aku tersenyum karena kamu. Aku ketawa karena kamu. Aku selalu berharap untuk nikmati senja bersama Sagara, tertawa bersama Sagara, tapi nyatanya aku bisa dapetin itu semua dari kamu."

Pandu menahan napasnya, dirinya tidak bermimpi atau salah pendengaran kan? Zeline mengutarakan semua itu dengan sadar kan? Atmosfir di antara keduanya menegang. Jantung kedua insan ini pun bedegup sangat kencang, Zeline juga bingung mengapa ia bisa melontarkan kalimat itu. Apakah Zeline tidak memikirkan dampak dari ucapannya itu? Bisa saja Pandu mengira bahwa Zeline telah menyukainya, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa detik ini gadis itu mulai membuka diri dengan seseorang yang bernama Pandu.

"Ma... Maksud kamu, Zel?"

"Aku nerima kamu dalam hidup aku, Ndu."

Satu kalimat yang mampu membuat Pandu ingin sekali melompat dari atas gedung ini karena bahagianya. Ya, meskipun masuk dalam artian sebuah pertemanan. Paling tidak, Pandu mendapatkan posisi di hidup Zeline. Mungkin sedikit demi sedikit Pandu akan menggeser posisi Sagara, walau terdengar sangat sulit.
Mata Pandu bertemu langsung dengan bola mata Zeline yang sangat menenangkan. Senyumnya sangat lebar hingga matanya ikut mengubah posisi, sedangkan Zeline sedikit memalingkan pandangannya agar detak jantungnya bisa terkontrol.

"Aku bahagia, Zel. Lihat, perjuangan nggak akan pernah jadi sia-sia, kan?"

Zeline mengangguk. Entah mengapa, melihat Pandu sebahagia ini membuatnya ikut bahagia. Sesederhana itukah kebahagiaan Pandu? Hanya dengan diterima dalam kehidupannya, Pandu seolah mendapatkan hadiah yang sangat istimewa. Lengkungan bulan sabit di wajah Zeline semakin terlihat, rasanya ia ingin memeluk Pandu. Tapi, tidak mungkin Zeline tiba-tiba memeluk Pandu dalam keadaan yang seperti sekarang.

"Terima kasih, Zel." Seolah bisa membaca pikiran Zeline, Pandu mendadak memeluk Zeline dengan sangat erat.

Membuat cerita di dalam sebuah senja, akan memberi kita dua hal, bahagia atau malah luka jika suatu hari nanti memori itu memutar kembali kejadian ini. Jika nanti kita bersama, makan memori itu akan terasa sangat bahagia tetapi jika kita tidak bersama maka hanya ada luka di dalamnya.

Akankah Kita? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang