Kehilangan

16 1 0
                                    

Zeline belum juga bertemu dengan Pandu, seolah semesta menyembunyikan Pandu dari hadapannya. Pandu juga tidak mengirimkan pesan padanya sejak tadi pagi. Terakhir mereka berbincang pada malam hari. Kemana Pandu? Apa iya Pandu sudah tidak ingin berteman dengannya? Zeline berjalan menuju luar kampus. Menyesal karena tidak membawa motor kesayangannya ke kampus. Jadi, Zeline harus memesan ojek melalui aplikasi untuk pulang.

Zeline sedikit lega, tidak ada yang menyebalkan untuk hari ini. Kecuali bertemu si cowok pecinta senja itu. Bicara tentang cowok itu, Zeline sempat kagum. Siapa yang tidak kagum, cowok itu sangat mencintai pacarnya meski dimensinya telah berbeda. Zeline berharap, Sagara bisa seperti itu nantinya.

"Kakak manis." Zeline menoleh ke sumber suara. Zeline memutar bola matanya. Drama apa lagi ini Tuhan, baru saja Zeline merasakan ketenangan.

"Ada yang bilang, kakak ini sebenarnya nggak jutek. Tapi, kok, sama gue jutek mulu?" Zeline menghela napasnya.

"Mau apa?"

"Lagi nunggu bang Pandu, ya?"

Zeline menoleh minat kearah cowok tersebut. Iya, dia Angkasa. Tapi, bagaimana cowok ini tahu dengan Pandu? Atau mereka berteman?

"Pandu ke kampus?"

"Iya, tadi dia di kantin. Lo, sih, keburu pergi."

"Kok dia nggak nemuin aku ke kelas?"

Angkasa tersenyum. Sepertinya Zeline ini sudah menaruh hati kepada Pandu, tapi belum sadar saja. Apa boleh Angkasa ikut campur dalam kisah mereka? Ah, boleh saja, lagi pula ini perbuatan baik.

"Kenapa nggak lo aja yang nemuin dia?"

"Kampus bukan tempat yang tepat untuk aku nemuin dia."

"Kenapa? Gengsi nemuin cowok duluan? Dulu Rea sering nemuin gue duluan bahkan dia selalu nemuin Awan duluan."

Zeline menaikkan alisnya. "Awan?"

"Awan itu kakak kelas kami, deket banget sama Rea."

Zeline ber-oh ria. Nama mereka unik, Angkasa, Awan, Senja. Nama-nama alam, keren juga kalau dibuat novel. Seperti cinta segitiga antara alam raya.

"Aku nggak gengsi. Pandu itu baik, ganteng, dan tajir. Yang suka sama dia banyak. Aku nggak mau ada drama-drama menjijikan hanya karena aku nemuin Pandu. Kamu sendiri, kenapa kenal Pandu?"

"Iya, sih, tapi yang bang Pandu pilih adalah lo. Itu artinya, lo cewek beruntung karena dipilih sama seorang Pandu."

"Pandu baik, seharusnya dia dapetin cewek yang lebih baik dari pada aku. Aku udah sering nyakitin dia. Aku nggak pantes."

"Nggak ada yang nggak pantes. Kalau lo suka juga sama dia kenapa lo minder? Sedangkan lo tau kalau bang Pandu mencintai lo."

"Kamu nggak akan paham, aku pulang dulu." Zeline melangkahkan kakinya ke halte.

"Gue kenal dia di pemakaman. Bang Pandu sama kayak gue, ditinggal orang yang paling dia cintai. Kalau lo mau ketemu dia, mungkin dia di sana. Pemakaman Pancasila."

Zeline terdiam di tempatnya. Pemakaman? Ditinggal orang yang dicinta? Siapa? Pacarnya atau keluarganya? Seketika hati Zeline berdenyut, entah apa yang sekarang cewek itu rasakan. Sakit di hatinya atas dasar apa? Pandu mencintai orang lain? Atau apa?

Tanpa pikir panjang, Zeline memesan ojek dengan tujuan pemakaman yang disebutkan Angkasa tadi.
Sesampainya di sana. Mata Zeline menyapu tiap sudut pemakaman, mencari sosok cowok yang sudah hampir satu semester bersamanya.

Dari kejauhan. Zeline melihat cowok yang postur tubuhnya sangat Zeline kenali. Benar, dia menangis di pusaran makan yang Zeline belum tahu namanya. Angkasa bilang, kalau itu makan orang yang dicintainya. Mengingat kalimat itu, hati kecil Zeline kembali berdenyut.

Akankah Kita? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang