2. Why now?

2.7K 249 14
                                    

Keluarga besar Abraham telah berkumpul memenuhi lorong depan ruang IGD rumah sakit, mereka diberitahu oleh Erisca yang ternyata juga melihat bagaimana Ali ditabrak oleh mini truck di depan apartemennya tadi, beruntung Erisca mempunyai nomor telepon Abu. Saat itu Erisca juga mencoba memanggil Prilly, berlari mengejar taxi itu tapi Prilly terlalu hancur sampai tak peduli lagi.

Iriana terus saja menangis, Ajeng setia berada di sampingnya sambil mengelus punggung wanita paruh baya itu agar tenang. Abu mencoba bertanya kepada Erisca mengapa semua ini bisa terjadi, namun Erisca ragu ingin memberitahukannya atau tidak.

"Erisca, saya boleh tau kenapa Ali bisa sampai kayak gini? Terus kenapa Ali bisa ada di dekat apartemen kamu?" tanya Abu, berusaha tenang. Abraham juga spontan menoleh ke arah Erisca ketika Abu bertanya kepadanya.

Erisca menatap wajah Abu dan Abraham secara bergantian, kemudian lipatan tangan di depan dadanya ia lepas.

"Bisa tolong jelasin?" tanya Abu, lagi.

"Eum.. iya bisa. Tapi nggak di sini ya, Bang?"

"Di kantin, gimana?" Abu mendapatkan ide.

"Boleh." sahutnya.

"Yaudah sebentar."

Abu berjalan menghampiri Ajeng, membisikkan sebuah kalimat untuk meminta izin. Ajeng mengangguk mempersilakan, lalu Abu segera pergi dari sana dengan berjalan di belakang Erisca.

Kurang lebih dua puluh menit Abu kembali berkumpul bersama keluarganya lagi, tanpa Erisca. Sejak kembali Abu tak berbicara apapun, ia malah diam dengan tatapan kosong. Bahkan Ajeng, istrinya, berulang kali memberikan pertanyaan yang sama, "Sebenernya ada apa, Bu? Erisca bilang apa?"

Jawaban Abu singkat, padat, dan jelas. "Dalam hal ini Ali memang bersalah!"

"Maksudnya apa, Bu?! Jelasin yang jelas!" sengit Ajeng.

"Ali ada main di belakang Prilly, Jeng! Prilly mergokin dia dan pas Ali ngejar Prilly, Ali ditabrak mini truck." Abu mengacak rambutnya gusar. "Bun, yah, Abu rasa Ali pantes dapetin ini." tukas Abu.

"Kamu ngomong apa, sih, bunda sama ayah lagi terpukul malah kamu tambah--"

"Aku ngomong bener, Jeng. Anggap aja sekarang Ali lagi nebus semua dosa-dosanya yang udah dia perbuat ke Prilly!" potong Abu sambil menahan emosinya.

Abraham bangkit dari tempat duduknya, mendekat ke arah Ajeng dan Abu lalu ia menggiring Ajeng pergi dari sana. Abraham merangkul lengan menantunya itu dan menyuruhnya untuk duduk kembali agar lebih tenang.

"Sekarang Prilly di mana?" tanya Iriana.

"Siapa yang mau jengukin orang yang udah berkhianat, bun. Prilly pasti marah besar, dia pasti kecewa banget sama Ali makanya dia mutusin untuk batalin pernikahan mereka."

"Batalin pernikahan?" tanya Abraham terkejut, Ajeng dan Iriana pun bereaksi sama.

"Iya, Prilly mutusin hubungannya sama Ali. Sekarang apa? Kita juga nanggung rasa malu karena kelakuan Ali. Astagfirullah!" jawab Abu.

Iriana memegang dadanya yang tiba-tiba berdenyut ngilu. "Bunda.." Ajeng spontan memegang tangan Iriana.

"Bu, ayah rasa cukup. Jangan bicara apapun lagi di depan bunda. Sekarang lebih baik kamu pikirin gimana caranya menyampaikan ke orang-orang yang udah kita kirim undangan pernikahan, bilang ke mereka kalau pernikahannya gagal."

"Iya, yah."

*

*

I'll (Never) Love AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang