Mood Prilly terlanjur hancur sehingga ia meninggalkan acara begitu saja. Aurora diam saja sejak keluar dari restoran, Prilly kira puterinya itu tertidu dalam gendongannya setelah berjalan cukup jauh dari restoran, ternyata ia cuma melamun dengan mata yang sembab dan masih meninggalkan bekas di sana.
Prilly paham, Aurora merasa cemburu dan kesal setiap kali melihat Ali lebih akrab dengan Diana. Itu hal yang sangat wajar, kan? Dan Prilly tahu ketika Aurora mengatakan bahwa ia membenci Ali itu hanyalah bentuk kekesalan gadis itu. Kenyataannya Aurora hanya ingin merasakan kasih sayang dari Ali yang seharusnya ia dapatkan sejak masih bayi. Namun karena Diana, kasih sayang itu tidak utuh.
Hampir setengah jam ia duduk di sini, tidak melakukan apapun selain melamun. Diam-diam Aurora terlelap dalam pangkuan ibunya, Prilly menyadari hal itu ketika sepasang tangan mungil Aurora yang melingkar di lehernya terlepas.
Ketika perempuan itu ingin bangkit dari tempat ia duduk, ia sedikit kesulitan karena Aurora semakin berisi sekarang. Beruntung seseorang menolongnya dengan mengambil alih Aurora dari pangkuan Prilly.
Pria itu langsung berbalik, membuat Prilly sedikit terkejut dan kesal. Nampak dari belakang, Prilly tahu itu Ali. Meski rambut dan perawakannya sudah berbeda, Prilly masih mengenalinya.
"Berhenti, Li"
Ali menghentikan langkahnya, menoleh ke belakang kemudian Prilly menghampirinya seraya mengambil paksa Aurora dari gendongan Ali. Namun, Ali menahannya.
"Siniin Aurora! Kamu mau apa, hah?" tanya perempuan itu. Kesal.
"Loh, Aurora juga anak aku, kan? Aku punya hak untuk gendong dia." jawab Ali.
"Kamu mau bawa dia kemana?"
"Pulang." Ali kembali melangkah, tapi dengan cepat Prilly mencegatnya. Prilly kembali memaksa merampas Aurora dari Ali.
"Pulang kemana? Ke rumah kalian?" Prilly menatap mata Ali dengan tatapan yang tak bisa lagi dijelaskan. Ia menyimpan rapi kesedihan itu di sana.
"Ke rumah kita."
Langkah Ali kali ini tak dihentikannya lagi. Prilly mematung, mencerna tiap kata yang barusan Ali lontarkan.
"Hey, ayo. Kok diem?" tegur Ali, berhasil menyadarkan Prilly dari lamunannya. Perempuan itu kemudian membuntuti Ali, menatap wajah puterinya yang tertidur damai diatas bahu suaminya dengan perasaan yang begitu sakit.
Ketika sampai di depan Princie Restaurant, Ali membuka kunci mobilnya. Ia meletakkan Aurora terlebih dahulu agar tidurnya tidak terganggu, kemudian ia kembali keluar. Tepat di depan restoran, Prilly, Rere, Diana, dan juga Bian terlihat berkumpul. Namun semuanya diam, suasana terasa canggung.
Ali menghampiri Diana, berjongkok di hadapan gadis kecil itu lalu menangkup pipinya. "Papa anter Aurora dan Tante Prilly pulang dulu ya? Nanti papa ke sini lagi jemput kamu, oke?"
"Kenapa harus papa yang anter mereka? You're my dad!" pertanyaan dan pernyataan Diana tambah menghancurkan perasaan Prilly, ia menatap gadis itu sambil menahan matanya yang terasa panas. Prilly beralih menatap Ali dan Rere sambil tersenyum miris.
Prilly beranjak dari sana, membuka pintu mobil Ali untuk memindahkan Aurora ke mobilnya. Sebelum itu terjadi, Ali menghentikan Prilly, menarik tangan istrinya lalu kembali menutup pintu mobilnya.
"Mau kamu apa sih, Li?" suaranya terdengar bergetar.
"Kita pulang."
"Terus mereka?" Prilly menunjuk Rere dan Diana.
"Kamu mau aku, Aurora, dan mereka tinggal sama-sama gitu? Gila!" Prilly melepas tangan Ali yang menggenggam pergelangan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll (Never) Love Again
FanfictionSetelah tragedi itu, Prilly berjanji bahwa ia tidak akan pernah mencintai Ali lagi. Tapi skenario Tuhan memaksa dirinya untuk terus mengingat masa lalu meskipun rasanya mustahil untuknya kembali lagi. ~ a fanfiction by Erika [24 Juli 2019]