8. Perlahan, Prilly kembali.

2.1K 252 31
                                    

Prilly tidak pernah menyesali apa yang sudah tertulis dalam skenario Tuhan, termasuk pernah mencintai Ali dengan sangat tulus. Mungkin hari ini perasaannya sudah tak lagi sama, tapi ketulusan yang melekat di dalam dirinya tak pernah berubah.

Gadis itu berjanji pada dirinya sendiri, bagaimanapun ia harus bisa membuat Ali melupakan keinginannya untuk melakukan euthanasia. Maka dari itu Prilly sudah menyusun beberapa rencana, salah satunya menerima keputusan awal dengan menjadi perawat fisioterapi Ali. Meskipun ini sebuah rencana tapi Prilly melakukannya tulus, untuk Ali. Sepulangnya dari rumah Ali, ia langsung menghubungi Dokter Dion dan Suster Kinan perihal pergantian pasien.

Seperti biasa, pagi-pagi buta Prilly sudah datang ke rumah sakit. Mulai hari ini ia akan membimbing Ali fisioterapi setiap pagi, kecuali hari libur. Prilly sangat mempersiapkan dirinya-terutama hati, bagaimanapun ia akan bertemu dengan pria itu setiap hari bahkan akan berada di jarak yang sangat dekat. Ia mempertaruhkan perasannya demi hidup seorang pria yang telah menghancur-leburkan kehidupannya.

Usaha melupakan yang hampir saja berhasil kini harus Prilly tunda, mungkin akan kembali dan menyatu bersama memori baru yang tercipta di sela kedekatan mereka selama fisioterapi.

Jam telah menujukkan pukul delapan namun belum ada kabar mengenai Ali. Sudah lewat satu jam, mungkin pria itu menolak datang. Namun ketika Prilly memutuskan untuk kembali ke ruangannya, Ali muncul di depan pintu seorang diri.

"Gue kira nggak dateng." kata Prilly.

"Tadinya emang nggak mau dateng, cuma bunda maksa." sahut Ali. Mendengar itu Prilly cuma bisa mengucap 'oh' kemudian mendorong kursi roda Ali ke dalam ruang fisioterapi.

Saat melihat Prilly masuk sambil mendorong kursi roda Ali, seketika Erisca terpaku dan senyumnya merekah. Gadis itu sudah diberitahu semalam alasan mengapa Prilly memilih keputusan diluar keinginannya. Dalam hatinya berharap semoga ini cara Tuhan memperbaiki hubungan mereka berdua sekaligus mengembalikan sosok Prilly yang dulu seiring berjalannya waktu. Namun Erisca juga ikut sedih setelah mendengar cerita Prilly semalam perihal Ali yang memilih melakukan euthanasia.

Semoga Ali berubah pikiran, ucap Erisca dalam hati.

Selama fisioterapi, jantung Prilly tak henti berdebar. Bayangkan saja, sudah berapa kali mereka berpegangan-bahkan Prilly tak sengaja mendekap tubuh Ali-setiap kali pria itu akan jatuh ketika hendak belajar berjalan.

Sejam berlalu dan waktunya untuk para perawat beristirahat setelah itu lanjut pergantian jadwal pasien. Namun, Prilly menolak beristirahat, ia bilang tadi Ali baru datang pukul delapan, yang seharusnya kebagian dua jam per hari jadi kurang sehingga Prilly memutuskan untuk tetap lanjut.

"Kalau kamu mau istirahat gapapa, saya bisa kok." ucap Prilly pada suster Vera.

"Nanti kalau Suster Prilly kesulitan, gimana?" tanyanya.

"Nggak yang susah kok."
"Eum, saya boleh minta tolong nggak? Kamu ke ruangan saya terus bilangin ke Suster Erisca tolong bawain makanan saya ke sini." lanjutnya.

"Oke."

"Makasih." ucap Prilly, tersenyum simpul.

Setelah di dalam ruangan ini hanya menyisakan mereka berdua, barulah Prilly menarik kursi dan duduk di hadapan Ali. Rasanya sulit sekali menahan kecanggungan ini, dan juga sulit berpura-pura 'sembuh' dari luka yang nyatanya masih belum kering.

I'll (Never) Love AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang