Sebelum Rima dan Peter berangkat ke Yogyakarta untuk menetap di sana, di bandara, Rima memberikan Prilly sesuatu yang bagi puterinya itu sangat istimewa. Ketika menerimanya, mata Prilly terasa memanas. Ia juga tak menyangka meski beberapa tahun belakangan ini Rima sempat memaksanya agar melupakan Ali, tapi ia masih menyimpan sesuatu yang bagi Prilly sangat berharga.
Ia memberikan sebuah foto dimana Ali dan Prilly sedang beribadah bersama. "Waktu itu kalian lagi nginep di rumah mama, inget nggak? Terus mama mau manggil kalian untuk ngajak makan malam tapi kalian lagi sholat. Mama bahagia dan merasa adem banget lihatnya makanya mama abadikan."
Prilly langsung memeluk Rima dengan sangat erat, "Makasih banyak ya, ma, ini berharga banget buat Prilly.." ucapnya.
Suasana berubah sedih ketika ibu dan adiknya akan segera memasuki pesawat, mereka saling berpelukan dan Rima berulang kali menciumi Aurora. Ia sangat menyayangi cucunya itu karena sejak bayi ia yang mendampingi Prilly merawat Aurora. Ia tahu betul setelah ia pergi hanya Prilly yang gadis itu punya.
"Sehat selalu ya, Ra, oma janji akan selalu doain Aurora supaya Aurora selalu bahagia. Jangan nakal, jangan pernah berhenti jadi orang baik ya." Rima mengelus rambut cucunya dengan lembut.
"Oma juga sehat-sehat ya di sana, nggak boleh nakal juga hehehe." kata Aurora dan berhasil membuat mereka tertawa renyah. Kesedihan itu kini berganti tawa karenanya.
Prilly masih setia menatap punggung mereka sampai tak terlihat lagi setelah berbelok diujung sana. Andai saja Prilly tidak memilih tanggung jawab atas restorannya, ia pasti sudah ikut bersama Rima.
"Ayo kita pulang!" ajak Prilly sambil menggenggam tangan Aurora.
"Mama, aku kangen sama oma.." ujarnya masih menatap lurus ke tempat dimana Rima dan Peter berbelok.
Prilly menaikkan satu alisnya sambil menahan tawa. "Oma bahkan belum naik pesawat, Ra, masa udah kangen aja."
"Hehehe bohong, aku belum kangen kok." Ia terkekeh pelan sambil sedikit menenggakan kepalanya untuk menatap Prilly. Sungguh, gadis itu sangat menggemaskan. Perempuan itu dibuat tertawa lagi, lalu ia segera menuntun Aurora pergi dari sana.
Disepanjang perjalanan pulang, mendadak Aurora bertanya mengenai Ali. Ya, mendadak. Sebab ia melihat foto yang Rima berikan kepada Prilly. Selama ini Aurora memang tak pernah rewel, tidak memaksa ingin bertemu ayahnya itu karena Prilly selalu menjalankan kewajibannya termasuk menceritakan tentang Ali dan keluarganya kepada Aurora. Tapi tetap, ada keinginan ingin bertemu dengan Ali meski Aurora simpan sendirian. Prilly juga jadi berbohong dengan mengatakan bahwa Ali pergi untuk bekerja di luar negeri.
"Mama.."
"Hm?" jawab Prilly hanya dengan berdeham karena sedang fokus menyetir.
"Ulang tahun ke tujuh nanti, Aurora mau mama minta ke papa supaya papa pulang. Selama ini Aurora nggak pernah rayain ulang tahun bareng papa tuh. Boleh, kan?" permintaan Aurora membuat Prilly kepikiran. Bagaimana bisa ia minta Ali pulang kalau ia tidak bisa berkomunikasi, bahkan hampir tujuh tahun Prilly lost contact.
Prilly tersenyum. "Berdoa aja ya, Ra.."
"Setiap malam Aurora berdoa kok." ujarnya sambil tersenyum. Andai saja Ali melihatnya, andai saja Ali tahu.
***
Prilly baru sempat membuka media sosialnya lagi. Ia membuka instagramnya, memang jarang sekali ia melakukan ini. Bahkan hampir tujuh tahun terakhir hanya ada 12 foto yang ia unggah. Ia terlalu sibuk untuk terus aktif di media sosial. Bahkan dibandingkan akun pribadinya, ia lebih aktif mengelola akun khusus restoran bintang limanya yang bernama Princie Restaurant.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll (Never) Love Again
FanfictionSetelah tragedi itu, Prilly berjanji bahwa ia tidak akan pernah mencintai Ali lagi. Tapi skenario Tuhan memaksa dirinya untuk terus mengingat masa lalu meskipun rasanya mustahil untuknya kembali lagi. ~ a fanfiction by Erika [24 Juli 2019]