Author POV
Ruang bersalin.
Pukul 00.05, terjadi ketegangan di sebuah rumah sakit.
"Hah...hah...i can't"
Persalinan sudah berlangsung selama 2 jam.
Kelahiran sang buah hati yang ditunggu.
Sang ibu merasa kesakitan.
"You can, honey. I trust you"
"Sekali lagi, tarik napas...dorong"
Keringat dingin mengucur deras dari pelipis seorang wanita yang akan melahirkan anaknya.
Di dampingi orang yang ia cintai.
Sang suami meminta dokter untuk sesar saja karena tidak tega melihat istrinya yang kesakitan hingga menangis.
Namun, sang istri tidak mau.
Dokter bilang pun kepalanya sudah terlihat.
Keduanya terus bersoa dalam hati.
Erwin POV
Tuhan, beri dia kekuatan.
Aku mohon beri [Name] kekuatan untuk melahirlan anak kami.
Aku tidak tega melihatnya begini.
Ia terus berteriak dan menangis.
Aku mohon beri dia kekuatan.
Reader POV
Tuhan...
Izinkan aku melahirkan anak ini.
Anak kami.
Beri aku kekuatan untuk memberikannya kehidupan.
Jika Engkau hendak memanggilku di sisi-Mu.
Aku hanya minta satu.
Aku ingin anakku hidup.
Jika Engkau masih mengizinkanku.
Aku ingin mendengar tangisnya meski hanya sesaat.
Aku mohon pada-Mu.
Author POV
Suara tangisan bayi memnuhi ruangan tersebut.
Helaan napas lega dan rasa syukur terucap.
"Selamat tuan, nyonya, anak anda perempuan"
Sesosok malaikat kecil yang menangis terbungkus oleh kain putih yang hangat.
"Oh, my dear...my little princess", Erwin memggendongnya dengan hati-hati.
Sesosok bayi mungil yang rapuh.
"Erwin...aku ingin lihat...", ucap [Name] rintih.
Rasa lelah yang amat sangat dsri yang biasa ia rasakan.
Memeluk sang malaikat kecil yang masih menangis.
Menggenggam jemari sang ibu.
"Terima kasih...sudah hadir di kehidupan kami", setetes air matanya jatuh.
Meluncur ke pipinya.
Seperti adegan lambat di film.
Tangan sang ibu terkulai lemas.
"[Name]? Honey?", sang suami sedikit mengguncang tubuh sang istri.
Matanya tertutup dengan seulas senyum terlukis di wajahnya.
"Tidak...[Name], bangun! [Name]!"
Perasaan khawayir dan panik terlihat di raut wajah pria yang baru saja menjadi seorang ayah.
"Catat--"
"Dia masih hidup!"
Setitik air mata terlihat di sudut matanya yang berwarna biru.
"Erwin...bisakah kamu tenang?", terdengar suara lirih dari istrinya. "Aku hanya capek saja...tidak perlu drama begitu"
Perawat dan dokter yang menangani terkekeh pelan.
Muka Erwin langsung memerah karena malu.
"Tuan, saya hanya mau mencatat tanggal lahir anak anda dan jamnya saja", ucap si perawat dengan senyum ramah. "Si ibu perlu istirahat, anda juga sebaiknya istirahat"
Si Erwin kebanyakan nonton drama *tv :v
Erwin POV
Menegangkan sekali semalam.
Sebelum ke rumah sakit, [Name] menelponku.
Saat itu, aku lembur karena rapat.
Begitu dia bilang, bayinya akan lahir.
Aku panik dan meninggalkan ruang rapat begitu saja.
Tapi, yah...
"Wah, lucunya...mirip papanya"
Keluarga kami lengkap sudah.
Putri kecil kami lahir.
Aku sangat bahagia.
[Name] sedang menyusui anak kami.
Di ruang khusus.
"Onegaishimasu", begitu selesai ia menyerahkan putri kecil kami pada perawat.
"Smith-san, kalai mau gendong silakan"
"Eh?"
"Yah, kamu melihat terus sih. Gendong anakmu, Erwin"
Hah~
Mereka sadar rupanya.
Aku menggendong tubuh mungil tersebut.
Sangat kecil seakan jika aku memeluknya erat, dia akan...hah sudahlah.
Jari telunjukku dia genggam.
"Ah, saya butuh data namanya"
Ah, aku baru ingat kalau belum menamaninya.
"Kemarin belum sempat saya tanyakan, karena anda berdua tertidur. Saya tidak ingin mengganggu anda"
Nama ya?
"Nama anak perempuan ya? Sachi? Bagaimana?"
"Sachi..."
"Aku berharap anak ini hidup dengan bahagia, seperti namanya"
Kirei no namae.
"Sachi...Sachi Smith"
"Baik, terima kasih"
"Sachi my little princess"
Dia tersenyum.
Kamu suka namamu ya?
Sachi tertidur, aku menidurkannya di ranjang bayi milik rumah sakit.
Tangan [Name] menempel pada kaca ranjang anak kami.
Tatapannya lembut.
Tatapan seorang ibu pada anaknya.
"[Name]", aku memeluknya. "Arigatou"
Terima kasih sudah melahirkannya.
Wajahku ditangkupnya dengan kedua tangannya yang hangat.
Bibirnya mengecup pipiku dan dia tersenyum.
Senyuman hangat.
"Tanganmu tidak apa kan, Erwin?"
"Eh? Oh, tidak apa"
"Aku meremasmu terlalu kuat ya. Maaf"
"Tidak perlu minta maaf, kamu sudah berjuang keras"
Menahan sakit yang luar biasa.
Aku kagum pada para ibu.
"Aku mau telpon ibu"
"Aku temani di tan ya, sayang"
"Terimabkasih, mama dan papa pergi dulu ya, Sachi"