All Erwin POV
WARNING! IS THE END!
HAPPY READING!
---+++++++++++++++----+++++++-+++------
Koi ka?Aku belum pernah merasakannperasaan tersebut sebelum bertemu seorang gadis.
[Full Name] yang kini menjadi istriku.
Sejak dulu, banyak wanita mendekatiku.
Aku tidak suka.
Make up dan riasan mereka terutama parfum sangat mencolok.
Aku pernah hampir bertunangan dengam orang lain dulu.
But, she left me.
Yah, namanya bahkan sekarang tidak kuingat.
Perasaanku saat itu pun aku tidak tahu.
Sampai aku pindah ke Jepang.
Dengan perasaanku yang kacau balau.
"Oh! Erwin! Hisashiburi!"
"Hange? Oh, astaga senang bertemu denganmu lagi!"
Aku menempuh pendidikan bidang sejarah.
Sampai menjadi seorang dosen.
Aku tidak tertarik mencari cinta setelah kejadian itu.
But, when i meet her.
Mata itu menatapku denganntajam.
Kilatan matanya yang indah tidak pernah aku lupakan.
"Escuse me sir, is this your wallet?"
Seolah jantungku berhenti sesaat saat memandangnya.
Pertama aku kira dia lelaki sebel mataku menangkap rok yang ia pakai.
Hatiku terasa hangat dan perasaan itu kembali lagi.
Siswi SMA.
Itulah awal aku bertemu [Name].
Setelahnya, entah Tuhan sedang iseng selalu mempertemukanku dengan dia di bis sesekali.
Wajahnya ia tekuk saat tidak sengaja berada di dekatku.
Apa aku bau? Tanyaku pada diriku sendiri.
"Ah, sumimasen"
"Iie daijoubu"
Pernah sekali, saat bis sedang padat aku tidak sengaja mengkabedon dia.
Sebelum ulah cabul seseorang meraba pahanya.
Unknown, hal yang aku rasakan waktu itu.
Ia tampak tenang, bahkan tidak mengenalku.
Dorongan dari sesaknya manusia dalam bis membuatku tanpa sengaja memeluknya.
"A-ano gomen..."
"Tidak, seharusnya saya yang minta maaf. Bisnya padat ya pagi ini"
Rasanya seperti aku mencari kesempatan.
Setelahnya ia tidak terlihat lagi.
Sampai aku menjadi dosen bahasa Inggris di suatu universitas.
Aku melihatnya keluar dari toilet dengan jejak air mata di pipinya.
Tanpa pikir panjang aku mencari tahu tentang dia dan melamarnya langsung di rumahnya.
Matanya berbeda dari yang dulu kulihat.
Tatapannya kosong seperti putus asa.
Saat aku melamarnya, kilat matanya kembali.
Harapan, ia seperti melihatku sebagai harapan.
