19

642 65 1
                                    

All reader POV

Happy reading!

----+++++++-+++-+++++-------++++--++------
Hatsukoi?

Hm, aku rasa Erwin Smith orang yang benar-benar membuatku jatuh hati padanya.

Saat SMA, aku tidak mengenalnya bahkan bertemu saja tidak.

Meski Erwin cerita bertemu denganku secara kebetulan.

Masa aku sekolah, saat remaja tentunya aku penasaran dengan yang namanya pacaran.

Musim panas, kelas satu SMA.

Aku bukan tipe yang populer.

Hanya murid biasa yang terlihat seperti yanke dan para gadis memujiku tampan dan gentle.

Dari situ banyak yang mengenalku.

"[Name]-chan~"

"Jangan panggil aku begitu, jijik"

Si brengsek ini Rei, senpai 2 tahun di atasku.

Modusnya dengan chat dari pagi hingga malam hingga pagi lagi.

Setiap harinya, jujur aku terganggu dan terbawa perasaan.

Sampai dia menyatakan perasaannya padaku melalui chat.

Dan bodohnya aku terima.

Saat itu aku tidak tahu sebrengsek apa dia.

Aku hanya berpikir, pasti enak rasanya punya pacar.

Aku dikendalikan sifat labil remajaku.

Si brengsek itu, cuma ingin menyentuh tubuhku.

Memegangku dengan sembarangan.

Untung tidak sampai ke arah berbahaya.

Dan delusinya akan berkencan yang bahkan aku dan dia tidak pernah keluar berdua sekalipun!

Fuck this shit!

Berjalan hanya sebulan, aku memutuskannya lewat chat juga.

Aku memblokir chatnya saat ia minta ingin balikkan.

Setelahnya aku merasa bebas.

"Hei, [Name] kau sudah putus ya?"

"Dih, sudah lama kali! Kenapa?"

Ryuichi ini, senpai setahun di atasku.

Apartemennya dekat dengan rumahku dan kami sering berangkat dan pulang bareng sampai dikira pacaran.

Aku lost kontak dengan si brengsek lega rasanya.

Setelahnya aku menolak untuk pacaran dan menyukai seseorang.

Sampai aku lulus dan masuk universitas yang tidak aku inginkan.

Aku menyukai seni dan sastra.

Namun, orang tuaku tidak suka aku bergelut di dunia itu.

Saat aku mengikuti club budaya saja tidak pernah nonton saat aku tampil sampai aku memohon pada mereka.

Biayanya cukup mahal, aku ingin membantu dengan kerja part time.

"Nanti dikira ayahmu tidak bisa membiayai kamu lagi", tapi ibuku bilang seperti itu.

Gloomy, itulah yang dilihat dariku saat di kampus.

Sampai aku berpapasan denganmu lagi.

Bau parfum yang tidak pernah kulupakan sedari aku SMA.

"Parfumnya menyengat"

Ya, bau maskulin itu.

Parfum yang sama dengan waktu aku SMA setiap aku berangkat ke sekolah jika naik bus.

Aku tidak pernah melihat orangnya.

Namun, setelah kau datang ke rumahku dan menarikku dari gelapnya rasa putus asa.

"Saya datang untuk melamar putri anda, [Full Name]"

Jantungku berdebar mendengar kalimat tersebut.

Pipiku menghangat, senyumnya cerah.

Bagai matahari yang bersinar dengan hangat.

Awalnya aku tidak menyukainya sama sekali bahkan cuek dengannya.

"Apa?"

"Erm, aku cuma mau tanya mau makan malam apa?"

Sikapnya selalu lembut padaku.

"Hm..."

"Begini saja, sekarang apa yang paling ingin kamu makan?"

"Daging dan...sesuatu yang manis"

"Kalau begitu, mau makan all you can eat? Di dekat sini ada lho, enak lagi! Ada es krimnya juga, mau?"

Aku lebih sering diam padamu dulu.

Aku lebih sering berdiam diri di kamar.

Aku hanya keluar saat kau panggil atau menyiapkan makan.

Namun, Erwin selalu lembut padaku.

Lalu aku jatuh hati sekali lagi pada seseorang.

"Erwin"

"Panggil namaku sekali lagi"

"Erwin?"

"Lagi"

"Oh, sudahlah sesenang itu?"

"Hahaha, ya"

Tangis.

Tawa.

Senang.

Sedih.

Semua kita lewati bersama.

Aku pernah memanfaatkanmu dan kau pernah menyakitiku.

Aku tidak bisa benci padamu.

Selalu melindungiku.

Selalu ada untukku.

"Jangan tinggalkan aku"

"Babe, kamu masih takut?"

"Aku takut...kalau sendirian--"

"Dia tidak akan datang lagi menyakitimu"

"Erwin kumohon..."

"It's okay babe, dia tidak ada di sini"

Pelukanmu yang hangat.

Lengan besar itu yang melindungiku.

Awalnya hanya tunangan, lalu lucunya kita menikah dan memiliki anak sekarang.

Good husband.

Good daddy.

Aku melihat sosok itu di dirimu.

Orang yang mengubahku.

Orang yang menarikku dari keputusasaan.

Sampai saat ini.

Sudah 3 minggu kamu hilang dari insiden tersebut.

Sachi menegarkanku.

Anak kembar kita belum melihatmu.

Mereka rindu padamu.

Aku sangat merindukanmu, Erwin.

Aku selalu berdoa semoga kamu selamat.

Aku ingin bertemu denganmu, apapun keadaanmu nanti.

Erwin, aku harap angin membawa pesan dan doaku.

Pulanglah.

Aku mohon.

"Ya, halo Armin?"

Apa penantianku akan terbayar?

Daily Life With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang