11

781 84 9
                                    

Erwin POV

Dering telpon terdengar di kediaman keluarga kami di pagi hari.

"Ha'i, Smith desu"

{KAU!}

Dan suara si penelpon membuat telingaku mendenging.

"A-ayah", bapak mertuaku (T▽T)

Tamat sudah riwayatku ╥﹏╥

[Name] masih sakit, namun keadaannya sudah membaik.

{Kau ini bagaimana hah?! Bagaimana bisa putriku sakit? Tegaslah sedikit padanya, Erwin! Istrimu itu kalau sudah suka dengan hal yang dia lakukan akan lupa segalanya sampai overload!}

"Sa-saya mengerti ayah"

Kowai (T▽T)

Untung cuma via telpon.

{Tegas sedikit Erwin! Kau ini suami yang bagaimana? Lelaki harus tegas!--}

"Erwin, biar aku saja"

"Astaga, [Name]! Kamu istirahat saja"

Dia mengambil gagang telpon di tanganku dan tersenyum.

Aku tahu perkataan ayah sedikit menyakitkan hati.

Tapi itu tandanya beliau peduli padaku.

"Ayah, ini [Name]", dia mengizinkanku ikut mendengarkan.

Sachi masih tidur di kamar kami.

{Nak, bagaimana keadaanmu? Kau ini ya! Menurut sedikit bisa tidak pada suamimu!?}

Lah kok( ̄~ ̄;)

Tadi aku yang disindir sekarang [Name].

Bagaimana sih ayah( ̄~ ̄;)?

"Iya, aku tahu...tapi ayah, bisa tidak bicara hal yang menyakitkan? Aku tahu ayah peduli padanya tapi, tolong jangan terlalu kasar padanya dan padaku juga"

"Honey..."

[Name] hanya tersenyum padaku.

{Hah~}, helaan napasnya kasar sekali. {Maaf ayah sedikit panik tahu kamu kambuh lagi. Bahkan lebih parah dari yang dulu, itu membuat ayah khawatir. Maafkan kata-kata ayah ya nak}

"Uhn, ayah juga minta maaf sama Erwin dong"

Hening, ayah sama sekali tidak bicara setelahnya.

Memberi jeda cukup lama.

"[Name], jangan paksa dirimu. Kamu baru sembuh, istirahat ya", aku menopang tubuh istriku yang hampir ambruk.

Dia mengangguk, keadaannya masih lemah.

[Name] bilang, masih lemas karena selama sebulan lebih dia hanya makan bubur saja.

"Ayah sebentar saya mau--"

{Ya, ya, antar dia ke kamar aku tahu dia masih lemas}

"Di ruang tengah saja, Erwin"

Aku mengantar sesuai yang dibilang [Nane].

Menyalakan televisi ke channel yang dia minta.

"Sebentar ya, nanti aku bawakan sarapan sementara makan biskuit dulu ya"

[Name] mengangguk menurut.

Biskuit aman untuknya sementara ini.

Nasi saja bilehnya yang lembek dan untuk lauk atau masakannya tidak boleh terlalu kuat bumbunya atau keras.

"Halo ayah?", aku mengangkat telponnya lagi.

{Begini...maafkan ayah sudah mengatakan hal kasar sejak dulu. Jujur saja...aku sedikit belum percaya menyerahkan putriku padamu. Sejak kejadian itu tentunya}

Daily Life With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang