Siapa Dia?

31K 2K 19
                                    

Pagi hari ini langit terlihat muram, apakah hujan akan turun kembali? Memang, kota Belitar akhir-akhir ini sering turun hujan. Bahkan hampir setiap hari. Oleh sebab itu, orang-orang memilih datang lebih awal supaya tidak terjebak hujan nantinya. Seperti yang di lakukan gadis manis berkhimar merah jambu. Ia sudah stay di ruangan pengajar sejak jam enam tadi.

Ia tak sendiri, ada tiga orang pengajar yang sudah datang. Syahira melirik terus menerus jam yang melungkar ditangannya, waktu mengajar masih satu jam lagi. Gadis itu mendengkus, lalu beranjak keluar ruangan untuk melihat suasana pesanteren di pagi hari.

Syahira menyusuri koridor pesantren dengan perlahan, terlihat rintik-rintik hujan mulai menampakan wujudnya. Para santri yang sedang berlalu-lalu sontak kocar-kacir ke koridor. Jika seperti ini gadis itu jadi mengingat waktu ia berada di Khairo, tak jauh berbeda namun di sana lebih ketat peraturan asramanya.

Langkah kecilnya terhenti ketika matanya menangkap sosok kemarin yang secara tidak langsung ia ceritakan pada Khodijah. Faiz.

Tapi tunggu, ada seorang perempuan bersamannya. Mereka berada dalam satu payung, bagaimana bisa? Mereka bukan mahram, atau jangan-jangan ...

Syahira menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir perasangka buruknya itu. Namun, mengapa tiba-tiba sesak seperti ini, seolah ada robekan di hati kecil Syahira. Apa ini cemburu? Astagfirullah, Syahira segera bersitigfar dalam hatinya.

Tatapannya menajam kearah tadi, kedua orang yang senadari tadi Syahira perhatikan. Sekarang mereka berjalan ke arah gadis itu. Segera Syahira membalik arah ke ruang pengajar kembali. Ia tak ingin jika perasaan sesak ini semakin menjadi-jadi.

🍃🍃🍃🍃

Kumandang adzan zuhur telah berlalu beberapa menit yang lalu, penghuni pesantren itu pun telah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, termasuk Syahira yang baru saja dari masjid, lalu kini langkahnya ke arah ruang pengajar.

Ada waktu istirahat sebentar untuk para pengajar ataupun para santri lainnya. Sehingga gadis itu tak heran bila melihat para pengajar tengah malahap makanan dari dapur pesantren ataupun bekal makanan dari rumah, seperti apa yang di lakukan Syahira.

Kini gadis itu tak di temani Resa, seorang pengajar yang waktu lalu menjalin pertemanan dengan Syahira. Entahlah, sejak pagi Syahira tak melihat sosok Resa di ruang pengajar ataupun halaman pondok. Mungkin tak mengajar hari ini, dia.

Ketika tangannya mulai menyentuh kotak makan yang dibawanya, tiba-tiba ponsel yang ada di saku bergetar. Segera Syahira meraihnya, dan mengangkat panggilan itu.

"Waalaikumsalam, iya ada apa?"

"....."

"Oke, nanti sore selepas mengajar saya akan ke sana."

"....."

"Iya, waalaikumsalam."

Usai itu Syahira menghembuskan nafas kasar, lalu beristigfar. Raut wajah murungnya terpampang jelas setelah mendapat panggilan telpon itu.

Ia terduduk seraya menutupi wajahnya dengan tangan, Syahira tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya. Detik berikutnya, tatapan Syahira tertuju pada sebuah jaket hitam yang ingin ia kembalikan kapada sang pemilik.

"Ah, aku sampai melupakan hal itu." Desisnya seraya meraih jaket tersebut dan melangkah keluar, membiarkan kotak makan yang belum ia sentuh.

Ning & GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang