Tabassam

28.9K 1.6K 17
                                    

Terik mentari kala itu begitu menyengat, sinarnya seolah terpantul dari menara-menara yang di bangun di sepanjang jalan negri para nabi ini.  Angin yang berhembus menjadi penyejuk ketika hawa panas menyapa tubuh.

Mesir, menjadi negara pilihan kedua sepasang pengantin baru itu untuk memadu kasih. Tepat setelah satu minggu mereka terjalani dalam ikatan halal, Syahira dan Faiz menapaki jejaknya kembali di negri tempat mereka dahulu mengenyam ilmu.

Tak ada yang berubah dari negri ini, suasana damai dan toleransi masih berdiri kokoh. Menjadi negara dengan mayoritas islam, tidak membuat Mesir menghalangi para pelancong asing yang ingin mengenal agama yang penuh akan kedamaian itu. Banyak bangunan yang sering di kunjungi, contohnya adalah masjid Ibnu Tulun.

Tepat di sini lah Syahira dan Faiz berada, di antara menara-menari penuh ukiran indah itu mata Syahira di manjakan. Begitu indahnya rumah Allah ini.

Faiz yang sendari tadi memerhatikan kekaguman istrinya terhadap masjid ini lantas tersenyum, "masjid Ibnu Tulun ini masjid terbesar ketiga di dunia loh."

"Oh iya?" Syahira menoleh dengan raut terkejutnya, selama ini ia kira di Mesir cuma masjid Al-Azhar saja yang paling megah namun ternyata banyak masjid-masjid lainnya.

"Iya. Dan lokasi di bangunnya masjid ini tepat di bukit Gabal Yashkur. Bukit yang menurut legenda, tempat berlabuhnya bahtera yang di bawa Nabi Nuh waktu itu." Jelas Faiz di sela-sela langkah mereka menuju dalam mesjid megah tersebut.

"Itu artinya masjid ini di bangun sudah sangat lama ya?" Faiz mengangguk. "Wah ini baru namanya bulan madu sambil belajar."

Faiz membalas dengan kekehan ringan. "Sebentar lagi zuhur, kita sholat di sini ya?"

"Iya, Mas. Kalau begitu Adek ambil air wudhu dulu." Setelah mendapat anggukam dari Faiz, Syahira melenggang ke tempat khusus wudhu wanita. Begitupun Faiz yang berbelok arah ke tempat wudhu pria.

Gelakar adzan menggema memanggil para hamba Allah untuk menghentikan sejenak aktivitasnya dan segera mempersiapkan raga untuk sembahyang.

Banyaknya para jama'ah tak membuat masjid ini sumpek ataupun gerah, karena ruangan luas ini di disain semedikian rupa agar para jama'ah yang sholat tetap nyaman.

Usai rakaat demi rakaat di kerjakan, Syahira dan Faiz melanjutkan perjalanan mereka ke sebuah rumah makan bergaya tradisional untuk mengisi perut.

Rumah makan itu tidak lah jauh dari Masjid Ibnu Tulun, jadi mereka memutuskan berjalan kaki untuk sampai ke sana. Genggaman tangan Faiz yang sendari tadi tak terlepas membuat Syahira harus menetralkan desiran demi desiran yang masih saja terasa.

Tak pernah terbayang harapannya untuk menjadi sosok pendamping seorang Faiz akan terwujud lebih dari ekspetasi Syahira. Namun, terlebih dari itu semua gadis itu sangat bersyukur dapat menjalani hari-harinya bersama pria pilihan hatinya. Bersama Faiz, ia merasa terlindungi.

🍃🍃🍃🍃

Derai rintik hujan perlahan turun dari langit mesir, cakrawala di malam hari lebih pekat saat ini bahkan awan-awan seolah tak terlihat dan bintang-bintang bersembunyi dalam kepekatan gelapnya kala itu.

Syahira yang menunggu Faiz pulang dari mushola hotel saat itu, memilih menatap indahnya kota Khairo pada malam hari. Cahaya-cahaya lampu tampak memenuhi setiap bangunan, hal itu seolah terlihat seperti cahaya bintang dari balkon hotel yang di tempati Syahira dan Faiz.

Ning & GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang