Mobil hitam yang dikendarai oleh Faiz melaju membelah jalanan yang mulai di padati oleh tranportasi lainnya. Di siang yang teduh ini, Faiz akan mengajak Syahira ke acara tausiyah di salah satu masjid. Lalu setelah itu mereka akan menyambangi kediaman orang tua Syahira tinggal. Sudah lama sekali gadis itu tak bertemu Khodijah dan Ali, semenjak memutuskan untuk tinggal satu atap bersama Faiz ia hanya berhubungan lewat komunikasi saja.
Anggap saja hari ini sebagai harinya Syahira untuk bahagia. Setelah hari kemarin yang sangat menguras air mata, Syahira harap kejadian itu tak terulang. Hatinya terlalu lemah untuk menerima luka kembali.
"Kamu sudah hubungi Umi, kalau kita akan ke sana?" Pertanyaan Faiz memecah lamunan Syahira.
Gadis itu menoleh, "sudah. Umi sangat seneng banget dengernya, bahkan katanya beliau akan memasak banyak." Ungkap Syahira, diakhiri kekehan ringan.
Faiz pun sama halnya terkekeh ringan, seraya tangan sebelahnya mengelus halus pucuk kepala Syahira. "Tetaplah bahagia seperti ini, ya?"
"Bahagia Adek tergantung Mas sendiri." Seulam senyum manis itu membuat Faiz gemas, ingin rasanya ia egois untuk tidak mengijinkan si bulan sabit itu terbit bukan untuknya.
Menit berikutnya, mobil Faiz sudah berhenti di parkiran yang telah di sediakan penyelenggara acara. Di luar sana sudah ada beberapa orang dengan jaket berlogo sebuah komunitas berjajar siap menyambut kedatangan Faiz beserta sang istri.
Beberapa mereka menyalami Faiz, sementara Syahira hanya menyambut salaman tersebut dengan menangkup tangannya di depan dada.
"Adek ikut panitia wanita ya?" Syahira menjawabnya dengan anggukan saja.
Lantas mereka di giring ke ruangan yang berbeda. Walaupun di sini Syahira tamu undangan yang dalam arti 'special' tapi gadis itu memilih ikut menyaksikan sang suami bersyiar bersama para jama'ah wanita lainnya.
Tanpa berselang lama, setelah MC membuka acara keagaaman ini, nama Faiz di sebutkan. Syahira tersenyum bangga, melihat sang imamnya kini berdiri dengan gagah di balik mimbar.
Ini lah yang selalu Syahira harapkan ketika di hadapkan dengan sebuah kehidupan rumah tangga. Syahira menginginkan seorang imam yang dapat membimbingnya ke jalan jannah-Nya kelak, dan juga menjadi penyebar agama Allah di muka bumi ini. Seperti halnya Nabi Muhammad SAW, si penerang dalam pekatnya dunia.
🍃🍃🍃🍃
Perjalanan mereka berlanjut ketika usainya acara yang di hadiri Faiz dan Syahira. Bahagia yang membeluncah tak tertahan membuat Syahira tak bisa menahan senyumannya pula.
Di hadapannya kini terbangun sebuah rumah, rumah yang menjadi saksi terlahirnya seorang bidadari yang kini menjadi milik seorang Faiz.
"Ayo, Dek." Ajak Faiz seraya menggenggam tangan Syahira.
Mereka sama-sama melangkah ke arah pintu besar itu, lalu Faiz mengetuknya dan tak lupa mengucapkan salam. Hingga tak membutuhkan waktu lama seorang wanita paruh baya dengan senyuman di wajah kriputnya itu menyambut mereka.
"Umi!" Dengan sempontan Syahira memeluk Khodijah.
"Apa kabar kamu, Nak? Umi kangen banget!" Nada suara Khodijah menambah haru yang di rasakan Syahira.
"Alhamdulillah, Syahira baik! Baik sekali." Sahut gadis itu seraya melerai pelukannya.
Tatapan Khodijah kini beralih pada Faiz, lelaki itu mencium tangan dengan takzim. "Ayo masuk, sudah di tunggu Abi di ruang tamu."
Mereka pun memasuki rumah dengan beriringan. Senyuman Syahira semakin melebar tatkala melihat sosok Ali yang tengah menyesap kopi.
"Assalamualaikum, Abi!" Salam Syahira seraya menghamburkan pelukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ning & Gus
RomanceDi dalam mencintai harus ada ke ikhlasan tentunya. Entah itu ikhlas dalam menerima kenyataan yang tak sesuai harapan ataupun ikhlas membiarkan yang di cintai melabuhkan hatinya pada yang lain. Seperti halnya gadis jawa yang lemah lembut ini, ia haru...