Menampik Kenyataan

28.1K 1.9K 20
                                    

Pergantian malam menjadi fajar di tandai dengan suara adzan yang menggema di setiap-setiap menara masjid. Semua ciptaan sang khalik terbangun dari kematian sementara.

Udara segar mulai menelusuk ketika jendela lebar itu terbuka. Sebuah senyuman manis pun mengembang di bibir merah jambu seorang gadis dengan baju olahraganya itu.

Di hari minggu ini Syahira akan meregangkam otot-otot badannya dengan berolahraga. Gadis itu sendari subuh sudah bersiap, ia memakai baju olahraga yang tetap menutupi lekuk tubuhnya. Tak ada hambatan untuk seorang muslimah melakukan olahraga bukan?

Setelah menghirup udara pagi yang begitu sejuk dari jendela kamarnya, Syahira melangkah keluar kamar. Di bawah sudah ada Ali dan Khodijah yang menunggunya sarapan pagi.

"Selamat pagi Umi, Abi!" Sapa Syahira dengan ceria.

Keduanya tersenyum sebagai jawaban. "Kamu mau lari pagi?" Tanya Khodijah seraya memberikan sepiring nasi goreng untuk putrinya itu.

"Iya, Mi."

"Abi sama Umi mau ke Bandung buat ngahadiri acara tausiyah. Kamu di sini baik-baik, kami gak lama ko di sana," ujar Khodijah.

"Iya, Umiku. Syahira kan bukan anak kecil lagi."

Ali yang mendengar hal itu lantas terkekeh ringan, "bagi kami, kamu itu masih putri kecil Abi dan Umi."

Syahira mengelum senyum, sementara Khodijah menatap penuh khwatir terhadap Syahira. "Jangan buat Umi khawatir, Nak."

Wajah sumringah Syahira seketika luntur, di gantikan dengan senyuman tipis. Tangannya bergerak menggenggam tangan Khodijah yang mulai terlihat kriput. "Ada Allah yang menjaga Syahira Umi."

Satu hal yang membuat Khodijah mengkhawatirkan putri satu-satunya itu, yaitu sebuah kenyataan atau lebih tepatnya ujian dari sang pencipta untuk gadis seceria Syahira. Tak banyak orang yang tahu apa yang di alami gadis itu saat ini. Di balik wajah cantik nya ada sebuah luka menganga, nestapa yang menjerat tanpa ampun, dan rasa sakit yang kian membunuh.

🍃🍃🍃🍃

"Bismilah." Ucapan itu mengawali kaki Syahira melangkah demi langkah menyusuri taman. Tak hanya dirinya saja yang ada di situ, tapi banyak mereka yang memilih berolahraga di taman ini.

Tangan Syahira menyumpal telinganya dengan earphone, ia memilih mendengar murotal sebagai pengiring ia berlari-lari kecil. Beberapa kali gadis itu menghembuskan nafas pelan, keringat mulai bercucuran tapi itu tak membuat Syahira berhenti berlari.

Lantunan sholawat senantuasa tergumam di bibirnya. Tiada yang lebih menyenangkan dengan tadabbur alam.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya siang dan malam, terdapar tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal" (QS. Al-Imran (3):190).

Setelah memutari taman, gadis itu memelankan langkahnya menjadi jalan santai saja seraya menetralkan nafasnya yang terengah-engah.

"Mbak Syahira!" Suara yang sangat familiar untuk Syahira itu, lantas membuat ia menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

Tepat di sana ada Aisyah---gadis yang akhir-akhir ini dekat dengannya, dan tak hanya itu. Ada yang lebih membuat Syahira kaget bukan main, yaitu kehadiran Faiz di sana. Bagaimana bisa kebetulan seperti ini?

Kedua kaka adik itu menghampiri Syahira, mereka sama-sama mengucapkan salam dan seulam senyum.

"Mbak lagi lari pagi juga?" Tanya Aisyah.

"Iya, kamu juga?" Aisyah menjawab dengan anggukan kepala, "ayo Bang, Mbak kita cari tempat duduk. Sekalian ngobrol-ngobrol."

Syahira hanya mengangguk saja begitupun Faiz. Lelaki itu kini berpenampilan beda, sarung yang sering ia kenakan kini berubah menjadi celana trening, namun peci yang ada di kepalanya tetap melekat di sana. Masyaallah.

Ning & GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang