Sakral

30.7K 1.8K 15
                                    

Syahira baru saja sadar dari komanya, tapi gadis itu harus di hadapkan sebuah kenyataan yang mengagetkan. Bagaimana bisa dalam satu malam semua harapan yang sudah Syahira kubur dalam-dalam kini akan terwujud. Kini perasaan Syahira di posisikan di antara dua suasana, antara bahagia dan sedih. Bahagia karena Allah sudah menjawab doa sepertiga malamnya, dan sedih karena Resa--sabahatnya--harus mengorbankan pernikahan yang harusnya ia jalani hanya demi kebahagian Syahira.

Sungguh ketika Syahira mendengar keputusan Resa tersebut, gadis itu merasa terharu. Harusnya yang kini terluka ada Syahira, namun Resa memilih menggantikan posisi Syahira tersebut.

Ya Allah lindungilah Resa selalu di manapun dia berada-batin Syahira.

Lamaran di adakan begitu sederhana dan secara tiba-tiba, keluarga Faiz datang ke ruangan rawat inap Syahira. Di sana Faiz, dengan senyuman yang sangat di rindukan Syahira itu mengucapkan niatnya. Rangkaian katanya membuat Syahira menahan tangisnya, Faiz telah berhasil meracuni pikiran gadis itu sehingga tak mudah untuk di lupakan.

Semua berjalan lancar, acara akad akhirnya di putuskan untuk diadakan besok hari di pesantren Al-Husna dengan tenda-tenda yang memang sudah di pasang dan tertata rapih.

Kabar tentang pergantian pengantin ini sudah terseber seantero pesantren Al-Husna, para santri tak banyak komentar soal keputusan Resa tersebut malah mereka menyambut dengan senang hati bila akhirnya Syahira lah yang akan mendampingi gus mereka.

Bukan hanya para santri saja yang menyambut bahagia, tapi juga Aisyah pun ikut bahagia. Bahkan gadis itu sampai-sampai rela mengorbankan waktunya untuk menjaga Syahira selama Ali dan Khodijah sedang di luar. Seperti yang di lakukan sekarang, Aisyah begitu ingin sekali calon kakak iparnya sehat walafiat pada saat akad besok.

"Ayo Mbak makan dulu, Aisyah sudah siapkan bubur nih." Gadis itu menyimpan bubur tersebut di meja makan lalu mendorong kursi roda yang di duduk Syahira ke arah meja makan.

"Mbak sungguh merepotkan kamu ya?"

"Nggak ko, Mbak. Aisyah melakukan ini dengan senang hati, jadi Aisyah tak merasa terbebankan."

"Terima kasih ya, Aisyah."

"Apapun untuk calon kakak ipar."

Syahira terkekeh ringan, lalu meraih mangkok bubur dan mulai perlahan mengisi lambungnya.

"Nggak nyangka ya, Allah mengabulkan doa Aisyah di detik-detik terakhir. Ya walaupun kesian juga sama Mbak Resa," celukutuk Aisyah.

"Takdir Allah memang tidak bisa di tebak."

"Iya juga sih. Kira-kira nanti Aisyah bakal berjodoh sama siapa ya?"

"Berdoa saja selalu di jodohkan dengan pria yang seperti rasulullah."

"Amin."

Waktu berjalan seiring larutnya Aisyah menceritakan bagaimana seorang Faiz ketika Syahira menghilang tanpa kabar, di sela-sela cerita kadang kala mereka terkekeh ringan. Aisyah begitu menginginkan sosok kakak perempuan dan kini Allah mengirimkan Syahira sebagai kakak perempuannya yang mengerti perasaan Aisyah selain Fatma.

Cerita-cerita sederhana terus terucap di bibir Aisyah, hingga tak terasa senja telah menyapa kala itu. Aisyah yang sadar bahwa ia harus pulang untuk mempersiapkan esok hari, lantas gadis itu berpamitan kepada Syahira.

"Aisyah pamit ya Mbak, nanti besok pagi-pagi Aisyah jemput dan Mbak jangan lupa dandan yang cantik agar Bang Faiz terpesona."

Syahira terkekeh ringan, dalam hati kecilnya sebenarnya ia sungguh gugup mengingat akan besok hari spesialnya. Tak ada persiapan sama sekali untuk diri Syahira, semua akan terjadi secara tiba-tiba.
"Iya, Aisyah. Titip salam ya buat Abah dan Umah."

Ning & GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang