Waktu sangat cepat bergulir, semestap pun kian mencengkam ketika tepat saat ini 7 hari Syahira dan Faiz berpisah ranjang.
Sesuai ketentuan yang di berikan Ali kepada Faiz, sekaranglah batas waktu tersebut. Hari ini adalah akhir penantian Syahira atas Faiz tentunya. Masa akan menjawab serta memutuskan apakah Syahira harus melepas atau bersama.
Banyak harap dan doa yang Syahira langitkan kala malam itu. Bersamaan rintihan hujan, doa yang ia lantunkan akan mengalir pada si penulis takdir. Jujur saja, Syahira masih ingin bersama. Merajut kebahagian kembali dengan Faiz dan juga anaknya. Namun, jika pun itu tidak akan menjadi nyata. Syahira kembali belajar akan ikhlas.
Hingga kini, siang hari setelah zuhur berkumandang beberapa menit berlalu. Ruang tamu telah berubah suasana menjadi lebih serius. Di sana terdapat Faiz yang datang secara hormat untuk memberikan kejelasan atas bagaimana kelanjutan rumah tangga Syahira dan Faiz.
Belum ada yang membuka suara di antara mereka, tapi Syahira sudah tak enak hati. Gadis itu duduk di samping Khodijah, sementara Faiz duduk di sofa single sama halnya dengan Ali.
"Saya selama ini menunggu pembuktian kamu, Faiz." Gelegar suara Ali memecah keheningan, "saya pikir kamu sangat memperjuangkan putri saya. Dan saya telah mempercayaimu sejak kamu mengucapkan niat baik untuk meminangnya."
"Sudah 7 hari saya memberikan waktu. Bagaimana? Apa yang ingin kamu buktikan bahwa kamu tidak benar-benar berbuat hal itu?"
Hening kembali. Tidak ada siapapun yang berani menyelanya. Bahkan Syahira terus menggigit bibir bawahnya hingga terasa cairan asin.
"Maaf. Faiz memang bukan manusia sempurna, dan tidak lah selalu keberuntungan berpihak. Terima kasih, atas kepercayaan yang Abi berikan waktu itu." Faiz beralih menatap Syahira sekilas. "Mungkin kini, Faiz sangatlah tidak bisa menjaga kepercayaan Abi atau bisa jadi telah menghancurkannya. Sejujurnya, Faiz menginkan Abi memberikan kepercayaan itu kembali. Dan semoga nantinya bisa Faiz jaga dengan utuh."
"Saya akan memberikan kepercayaan itu tidak lah geratis. Cukuplah bukti yang menjadi penukarnya. Saya sekarang tak ingin mudah untuk memberi tanpa sebuah bukti."
Terdengar helaan nafas Faiz. Sungguh, Syahira takut apa yang di pikirannya akan terwujud. Gadis itu beralih memeluk erat perutnya yang masih datar, berharap sang anak yang di kandungnya tak lah harus mendengar semua hal yang menyakitkan ini.
"Faiz menyerah." Deg. Mata Syahira yang mulai memerah kini sudah di penuhi buliran linang air mata. Kata itu. Begitu menampar hati Syahira. Bukannya hanya dia saja yang kaget, tapi juga Ali, Khodijah. Namun, mereka masih bisa menetralkan mimik wajah.
"Faiz tidak bisa membuktikan. Kebenaran memang ada, tapi mungkin inilah takdir Faiz dan Syahira. Harus berpisah." Lelaki itu pun tampak mengatakan kata demi kata, terlihat matanya berembun. "Faiz akan kembalikan serta selesaikan semua secara baik-baik. Seperti dulu saat Faiz meminta Syahira menjadi istri."
Tangisan Syahira pecah, gadis itu di tenangkan oleh Khodijah. Sedangkan Faiz hanya bisa menatap iba. Hatinya pun sama hancurnya.
"Baiklah. Jika memang ini keputusan akhirnya, saya terima. Terima kasih atas keberanianmu." Ali bangkit, seraya menyeka air matanya. Untuk pertama kalinya pria paruh baya itu menangis. Bukan akhir seperti ini yang Ali harapkan.
"Kalian bisa membicarakannya berdua." Khodijah bangkit, mengikuti langkah Ali.
Dan tinggallah Syahira dan Faiz berdua di sana. Syahira masih setia dengan tangisannya. Faiz menghela nafas lirih, seraya bangkit untuk duduk di samping Syahira.
"Maafkan Mas, Syahira. Ada alasan yang membuat Mas memutuskan hal itu, dan mungkin kamu akan bahagia tanpa merasakan luka bersamaku." Faiz menggerlingkan matanya, demi untuk tidak menangis di depan Syahira. "Mas telah gagal menjadi seorang imam. Mas harap kamu mendapatkan lelaki yang lebih pantas untuk menjadi panutanmu nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ning & Gus
RomanceDi dalam mencintai harus ada ke ikhlasan tentunya. Entah itu ikhlas dalam menerima kenyataan yang tak sesuai harapan ataupun ikhlas membiarkan yang di cintai melabuhkan hatinya pada yang lain. Seperti halnya gadis jawa yang lemah lembut ini, ia haru...