Chapter 24

712 28 0
                                    

Setelah sampai disekolah, Vanda langsung berjalan mendahului Revan yang masih memarkirkan motornya setelah memberikan helm kepada empunya. Di koridor, Vanda merasakan ada yang menggenggam tangan nya. 'Udah pasti Revan. Tapi kok lebih dingin?' pikir Vanda sambil mengerutkan dahinya. Saat melihat yang menggenggam tangan nya, Vanda terkejut dan menghempaskan tangan nya secara kasar sampai tautan tangan yang terhubung tadi menjadi terputus.

"Kok elo sih?!" tanya Vanda ketus. "Lah kalau gue kenapa? Masalah?" Nata berbalik tanya dengan nada kesal. "Gue kira tadi Revan," ucap Vanda cukup jelas membuat Revan yang mengejar Vanda tersenyum bangga.

"Ooo jadi lo mau gue yang pegang tangan lo?" tanya Revan dengan nada jail. Vanda pun merasa geli, lalu melanjutkan langkah nya menuju kelas. Tapi sebelum melanjutkan langkah nya, "Nggak!" jawab Vanda dengan nada yang masih ketus.

"Pms noh?" tanya Nata sambil menunjuk Vanda dengan dagu nya. Sementara Revan hanya mengangkat kedua bahunya. Mereka berdua pun menyusul Vanda menuju kelas mereka.

Bel masuk kelas pun berbunyi. Tak lama, guru yang mengajar mereka pun memasuki kelas. "Pagi anak anak!"

"Pagi Bu..." jawab murid serempak. "Sekarang kalian bisa ngumpul tugas minggu lalu di meja sini ya," kalimat itu membuat Vanda membulatkan mata nya sempurna. 'Mampus gue' gumamnya tetapi masih bisa terdengar oleh Revan. "Mampus kenapa?"

"Tugas gue ketinggalan," jawab Vanda dengan wajah panik. "Owh," semua murid di kelas itu mengumpul tugas mereka kecuali Vanda dan Revan. "Kurang dua buku lagi. Ada yang belum ngumpul?" Vanda dan Revan pun mengangkat tangan kanan mereka secara bersamaan. Vanda melihat itu pun bingung. Pasalnya ia merasa tadi melihat buku Revan di atas meja.

"Kalian berdua gak buat tugas?" tanya guru itu tegas. "Ketinggalan bu," jawab mereka berdua bersamaan. "Cieeee," sorak teman sekelas mereka. "Sudah sudah, kalau begitu kalian berdua bersihkan lapangan basket indoor yaa sampai pelajar saya selesai," mereka berdua mengangguk paham lalu berjalan keluar kelas menuju lapangan basket indoor. Vanda cukup beruntung. Karena guru yang mengajar tadi tidak terlalu killer. Coba saja guru itu killer, mungkin hukuman nya tambah berat.

"Bukan nya lo tadi udah bawa buku nya ya?" tanya Vanda saat sudah sampai di lapangan basket. "Udah sih," jawab Revan membuat Vanda mengerutkan alisnya bingung tapi Vanda berusaha mengubah raut wajah nya itu. "Terus ngapain lo bilang ketinggalan?"

"Kalau misalnya lo dihukum sendiri kan kasian. Yaudah gue pura - pura gak bawa buku biar gue bisa temenin lo kena hukuman," jelas Revan membuat raut wajah Vanda menjadi terkejut tetapi dengan cepat ia merubahnya. Jantung nya berdegup kencang. Pipi nya pun sudah merona merah. 'Untuk apa dia ngelakuin itu?' pikir Vanda. "Udah gausah merah kali itu pipi," itu cukup membuat Vanda kesal.

Setelah itu, mereka melaksanakan hukuman mereka membersihkan lapangan basket yang cukup luas itu. Mereka membagi dua tugas. Vanda di bagian selatan, dan Revan di bagian utara.

Bermenit - menit pun berlalu akhirnya mereka berdua selesai mengerjakan hukuman mereka. Vanda mengikuti Revan yang tengah berbaring di lantai lapangan basket yang sudah bersih. "Akhirnya selesia juga. Capek yaa,"

"Ini lo setengah aja lo ngerjain. Kalau gak ada gue paling lo udah pingsan disini." seru Revan membuat Vanda cemberut. "Terserah lo deh, tapi makasi ya udah mau ikutan kena hukuman juga." setelah mengucapkan itu, Vanda menjadi terkekeh pelan.

"Iya sama - sama. Tapi lo jangan kegeeran dulu. Disini gue cuma kasian sama lo," mendengar itu membuat Vanda bangun dari posisinya itu. "Gue gak perlu di kasianin." ucap Vanda sinis lalu ia berdiri ingin meninggalkan Revan sendiri disitu.

Revan melihat ada bercak darah di rok Vanda. "Van, rok lo kok ada warna merahnya?" tanya Revan dengan polos nya.

"Hah?!"



—————
Vote nya dong ! Btw cerita ini ga jadi dihapus yaa ! Tapi segera tamat !
Tunggu kelanjutannya !

Shafa AS❤️

Revanda (End) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang