22

743 80 7
                                    

Author pov.

Dua hari berlalu, dan sudah dua hari pula Dara memiliki teman baru yang diketahui berjenis kelamin pria.

Wanita itu terlalu polos hingga sama sekali tak mencurigai niat tersembunyi dari teman baru nya itu.

Pertemanan mereka terjalin hanya karena mereka sama-sama sering mengunjungi cafe yang sama, dan pria itu juga akan selalu berusaha untuk mengobrol dengan wanita duapuluh empat tahun itu. Ya, usahanya itu tidak sia-sia, bukti nya Dara yang polos sudah tidak segan lagi untuk curhat dengan pria yang baru saja ia kenal itu.

22.15

"Kau tidak pulang?" tanya pria yang sedari tadi duduk di hadapan Dara.

"Aku ingin ia mengkuatirkan ku, sekali saja, aku ingin ia menganggap ku ada." lirih Dara memutar-mutar ponsel nya yang terletak di atas meja. "Tapi itu mustahil." sambungnya seperti bisikan.

"Siapa? Suami mu ya?" tanya pria itu meyakinkan.

"Hm" Dara hanya bergumam lesu.

"Oh, apa kalian belum berbaikan juga?" Dara hanya menggeleng, ia tidak sepenuhnya bodoh untuk menceritakan kehidupan rumah tangga nya kepada pria yang baru saja ia kenal. Ia tak menceritakan permasalahan yang sebenarnya, ia hanya mengatakan jika suaminya itu tengah marah kepada nya karena ia tak sengaja terjatuh dan kehilangan calon anak mereka.

Miris sekali, padahal jelas-jelas suaminya itu lah penyebab kematian calon anaknya. Ingat anak-nya bukan anak mereka.

"Kurasa disini hanya aku saja menceritakan tentang diriku, bagaimana dengan dirimu Jaejoong-ssi? Bukan kah teman itu harus saling tau satu sama lain?" Dara menatap penuh tanya pada pria yang bernama Jaejoong itu. Jujur saja ia juga penasaran dengan pria yang ia ketahui lebih tua dua tahun darinya itu.

"Aku? Haha tidak ada satupun yang menarik dari kehidupan ku. Aku hanya lah yatim piatu yang beruntung bisa menjadi seorang seniman." rasa penasaran Dara belum hilang sepenuhnya mengenai pria yang bernama Kim Jaejoong itu.

Drett

Suara getar ponsel Dara sukses menghilang kan rasa penasaran nya, raut nya tiba-tiba menjadi cerah, senyuman terpampang lebar di wajah cantik nya yang membuat pria yang dihadapan nya berdebar tiba-tiba.

"H-halo Ji?" ia menjadi gugup, ini pertama kalinya pria yang sangat ia cintai itu menghubungi nya.

"Apa kau lupa jalan pulang?" tanya Jiyong terdengar dingin di seberang sana.

"Eoh? A-ani, aku akan segera pulang." walau Jiyong mematikan sambungan telepon nya begitu saja, Dara tetap tersenyum lebar. Jiyong menelepon nya, Jiyong menguatirkan nya. Dengan fakta itu saja sudah membuat wanita itu senang.

"Kau akan pulang?" Dara hanya mengangguk. "Mau ku antar?" tawar pria itu.

"Ani, kau kan tau aku selalu ditemani sopir." tolak Dara tersenyum lalu meninggalkan pria itu sendiri.

"Ahh aku jadi ingin cepat-cepat merebut nya dari si brengsek Kwon." gumam pria itu tersenyum miring memperhatikan punggung mungil Dara yang mulai menghilang menjauh.

--------

22.40

Dara memasuki mansion mewah Jiyong dengan tergesa-gesa, berharap sang pemilik mansion itu menunggu kepulangan nya. Namun,

"Ah bodoh! Memang nya apa yang kau harapkan eoh? Jangan mimpi!" monolog Dara merutuki dirinya karena tidak ada tanda-tanda keberadaan Jiyong di mansion itu, mungkin pria itu menelepon nya hanya karena sekedar memastikan apa ia masih bernafas atau tidak.

"Darimana saja kau?" tanya seseorang yang sedari tadi Dara pikirkan. Pria itu masih memakai kemeja kantor nya, walau sudah sedikit kusut dan berantakan. Pemandangan sosok pria itu tetap lah bisa mendebarkan jantung Dara dengan tempo cepat.

Dara hanya diam tak bergeming, dibandingkan pertanyaan Jiyong ia lebih fokus untuk menenangkan detak jantungnya. Hingga tanpa sadar pria yang sedari tadi berdiri di ujung tangga lantai dua tersebut sudah berdiri tepat di hadapan nya.

"Aku bertanya darimana saja kau?" ulang Jiyong yang sukses membuat Dara tersentak kaget dan refleks menatap manik kelam Jiyong yang sudah berjarak satu jengkal dari hazel nya.

"I-ituu.. A-akuu-" OH GOD! wanita itu benar-benar salah tingkah saat ini. Ia tidak bisa menyembunyikan rona wajah nya.

"Aku apa?" potong Jiyong, jujur saja, jantung pria itu tak kalah berdebar nya dengan milik Dara. Namun ia sangat pintar menyembunyikan nya, berbeda dengan wanita yang tengah merona seperti kepiting rebus di hadapan nya.

"Cafe! Aku dari cafe!" Dara meninggikan suaranya, mendorong tubuh pria yang berdiri sangat dekat dihadapan nya itu. Ia sudah tidak tahan lagi, bisa-bisa jantung nya meledak saat itu juga dan ia memutuskan untuk berlari menaiki tangga menuju kamar nya.

Lain Dara, lain Jiyong. Pria itu berpikir jika istrinya itu tengah merasa marah, muak, dan jijik saat berbicara dan bertatapan begitu dekat dengan nya. Ia mengartikan rona merah Dara itu sebagai kemarahan yang tertahan, dan saat wanita itu mendorong dan berlari menjauhi nya, ia mengira jika wanita itu benar-benar membenci nya hingga saling menatap saja membuat gadis itu muak dan jijik.

-

Brughht

Dara menghempaskan tubuh mungil nya di atas ranjang empuknya. Ia berbalik untuk tengkurap dan membenamkan wajahnya pada sebuah bantal.

"Gila! Benar-benar gila! Kenapa semakin hari aku semakin jatuh pada pesona nya!" monolog Dara berteriak namun tertahan karena bantal.

"Hahh ingat Dara! Tak seharusnya kau begini! Ia itu pembunuh anakmu, dan ia juga tak pernah mencintai mu! Kau harus membenci nya bukan malah makin mencintai nya!" ia tak henti-hentinya berteriak.

"Tapi tidak! Aku tak bisa membenci nya! Aku mencintai nya. Benar! Aku mencintai Kwon Jiyong."

"Cinta dan maaf! Ya Hatiku mencintai nya dan sudah memaafkan nya. Saat ini aku hanya perlu membuat nya mengakui keberadaan ku dan mengakui kebenaran hatiku padanya." wanita duapuluh empat tahun itu kembali berbalik terlentang, tersenyum manis dengan sebelah tangan yang ia letakan pada tempat dimana tengah terjadi debaran kencang di sana.

-

Di lain sisi, Jiyong tengah memasuki beberapa pakaian nya pada sebuah koper. Entah hanya memang karena urusan bisnis atau hanya karena ingin lari dari wanita yang ia cintai. Yang jelas pria itu memilih untuk pergi lebih awal.

Sebenarnya ia di jadwal kan untuk ke Australia lima hari lagi, namun ia memilih pergi lebih awal. Dan ia memilih untuk pergi besok pagi.

Ia juga sudah merencanakan untuk pergi pagi sekali agar Dara tak melihat nya. Ia ingin memberikan wanita itu ketenangan untuk dua minggu kedepan.

"Maafkan aku Dara, tolong berikan aku waktu. Aku berjanji saat pulang nanti, aku akan membebaskan mu sepenuhnya." gumamnya melihat sebuah foto pernikahan, mengusap dengan ibu jarinya sebelum memasukkan foto tersebut kedalam kopernya.










.
.
.

TBC

Hurt✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang