Angin sore berhasil menggoyangkan pohon kamboja yang lumayan tinggi itu, menjatuhkan beberapa bunga berwarna putih dengan gradasi kuning di tanah kuburan. Sebentar lagi langit malam akan menggantikan senja yang indah. Langit gelap dengan taburan bintang dan bulat bulan purnama.
Gadis dengan seplastik bunga mawar datang di tengah suasana ini. Ia berjongkok seraya mengusap nisan kayu yang kini tak putih lagi. Sisil tersenyum lebar, tapi air matanya lolos begitu saja tanpa meminta izin. Sopankah?
"Bunda, Sisil datang. Masih betah ya nginep di sini? Bunda nggak mau pulang gitu?"
"Masa nih, temen-temen bilang Bunda bunuh Mamanya Radeya. Padahal nggak, kan. Mereka kok nggak capek, mereka berhenti ngomong yang jelek soal Bunda kapan?"
"Sekarang Sisil butuh dipeluk sama Bunda, tapi Bunda udah di sana. Apa Sisil nyusul Bunda aja?"
"Ayah juga belum pulang sampai sekarang. Kata Bunda, Ayah itu sayang sama kita, tapi Sisil nggak pernah lihat Ayah. Bahkan gimana wajah Ayah, Bunda nggak pernah kasih lihat ke Sisil, Bunda nggak pernah cerita tentang Ayah. Kalian kenapa biarin Sisil sendirian?"
Gadis dengan seragam sekolah yang masih melekat ditubuhnya itu bermonolog dengan pusara sang bunda. Satu-satunya cara agar ia bisa bertahan di dunia yang jahat baginya. Biasanya sepulang sekolah Sisil akan menceritakan apa saja yang terjadi di sekolah seharian itu.
Sudah terhitung lima bulan semenjak kematian Sarah, Sisil belum bisa lupa dengan kejadian yang dialami bundanya itu. Ketidakadilan yang terjadi terlalu sakit untuk dilupakan. Bagaimana bisa seorang anak terima melihat ibunya yang dihukum atas perbuatan yang bukan menjadi kesalahannya, lalu mati di penjara yang tak semestinya.
"Sisil pulang ya, udah malem. Kapan-kapan Sisil ke sini lagi." Ia segera pergi meninggalkan pusara sang Bunda sesaat setelah genggaman terakhir bunga mawar itu ditaburkan di atas gundukan tanah kuburan. Dengan berat hati ia kembali meninggalkan bundanya sendirian di sini.
<3 <3 <3
"Temen kamu gimana keadaannya?" tanya Yuda pada Deka yang sibuk mengemasi barang-barangnnya di tas.
"Udah sehat kok dia. Maaf, ya, Mas, nggak bisa jemput waktu itu." Yuda mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tampak Linda berjalan keluar kamar sambil memandangi kedua anaknya selidik, lalu ia bertanya, "Daster Ibu kok hilang, ya?"
"Loh, kok tanya Yuda sih, Bu. Memang Yuda pakai dasternya Ibu apa?" ujar Yuda sambil tertawa geli.
Mampus, batin Hideka. Kemarin kan ia mengambil asal pakaian ibunya agar bisa dipakai Sisil untuk keluar rumah sakit. Deka belum sempat meminta Sisil untuk mengembalikan daster yang dikenakannya.
"Anu, Bu. Kemarin Deka ambil," akunya malu-malu.
"Ya Allah Gustiii, kamu ngapain Deka? Kamu tuh cowok, mbok ya nggak usah macem-macem. Buat apa dasternya?" Linda histeris sendiri.
"Buat temen kok, Bu, bukan buat Deka."
"Hah, temen? Mana ada kamu punya temen cewek. Lagian kalian habis ngapain kok sampai harus pinjem dasternya Ibu?" Sekarang Yuda gantian bertanya.
Linda segera menghampiri anak bungsunya itu dan memukulnya dengan bantal sofa. "Dekaaa, kamu apain anak orang? Ibu sama Bapak nggak pernah ngajarin kamu kayak gitu, ya!"
Hideka segera berlari menjauh dan berlindung dibalik tubuh Yuda. Ia harus menjelaskan kesalahpahaman ini agar tidak jadi rumit ke depannya. "Temen Deka yang kecelakaan kemarin butuh baju buat keluar dari rumah sakit. Masa harus pakai baju bekas kecelakaan?"
"Kenapa nggak pakai baju kamu, kan banyak," tanya Linda lagi.
"Deka cowok, Bu, dia cewek. Jadi mending pakai baju Ibu aja." Deka mengambil ransel lalu menggendongnya di punggung.
Linda mengangguk mengerti, mencoba memahami situasi yang terjadi pada Deka.
Hideka menghampiri ibunya, tak lupa menyalaminya juga. "Deka pamit, Bu, mau ke kafe dulu. Hari ini pulang agak malem."
"Hati-hati." Linda berjalan keluar rumah untuk melihat kepergian anaknya itu.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Eh, Deka, Deka!" panggil Linda meneriaki Hideka yang sudah akan menutup pagar rumah.
"Iya, Bu?"
"Itu daster punya Ibu hadiah dari bapakmu, pokoknya harus dikembalikan." Deka hanya mengangguk cepat dan segera berjalan meninggalkan rumah.
"Temenmu dibawa sekalian ke sini, Ibu mau survei dia," teriak Linda enteng lalu langsung masuk ke dalam rumah.
Deka yang kaget mendengarnya spontan berbalik menuju rumah sambil berdecak kesal. "Loh, Bu? Kok gitu. Ibu! Bu Lindaa!"
<3 <3 <3
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
terima kasih
Fanfiction"Ayunan di sebelahku kosong, kamu kapan pulangnya?" Kehilangan yang tak menentu akan kembali atau benar-benar tak bisa dipeluk lagi Kehilangan bukan akhir dari segalanya. Hideka yakin gadis yang mulai mendominasi harinya itu akan kembali, ia yakin a...