[jangan lupa diputer lagunyaa]
Terbawa lagi langkahku ke sana
Mantra apa entah yang istimewa
Ku percaya, selalu ada
Sesuatu di JogjaSuara merdu Hideka yang membawakan lagu berjudul "Sesuatu Di Jogja" milik Adhitia Sofyan tersebut menjadi lagu terakhir yang ia nyanyikan di kafe ini. Seperti yang dapat kalian lihat, Deka memang bekerja sebagai penyanyi di sini. Hanya untuk memanfaatkan waktu luang dan menyalurkan hobinya saja.
Suara tepukan dari para pengunjung membuat Deka tersenyum senang. Ia bergegas untuk pulang setelah bantu beres-beres kafe karena sudah cukup malam. Hoodie berwarna marun sudah menutupi tubuhnya, melindunginya dari udara malam yang katanya tak terlalu baik.
“Duluan, ya,” sapanya pada salah satu pegawai di meja kasir.
Tak disangka ia mendengar suara gaduh, sumbernya dari samping kafe, tempat parkir para pekerja. Ia penasaran apa yang terjadi karena suara yang tertangkap di telinganya itu cukup keras. Langkah kakinya menuntun ke lorong parkir, dan betapa terkejutnya ia saat melihat seorang gadis yang dikenalnya.
“Kalau mau kerja di sini ya jangan malas-malasan. Sehari kerja, seminggu nggak kerja. Nggak ada kabar. Kamu pikir ini kafe punya kamu? Saya yang jadi kena omel sama owner nya, kamu nggak kasian sama saya?” cerocos atasan kafe menceramahi gadis di depannya.
“Maaf Pak, saya kemarin sakit. Mana bisa kerja.”
“Apa kamu keluar aja? Masih banyak yang mau niat kerja di sini.” Hideka segera menghampiri dua orang yang sedang berdebat itu.
“Maaf, bukannya mau ikut campur. Tapi kemarin temen saya ini memang sakit, bahkan harus operasi. Saya sendiri yang antar dia,” jelas Deka kepada atasan yang diketahui bernama Pak Kunto itu.
Sisil memandangi Hideka dengan teliti, ia tersadar siapa lelaki ini sekarang. Astaga, ini kenapa dia di sini lagi, mau nagih biaya operasi gue? Batin Sisil dalam hati. Ia jadi was-was.
Pak Kunto memandang sinis mereka berdua, berdecak keras sebelum kembali berucap. “Bener? Jangan bilang kamu cuma belain dia karena dia pacarmu.”
“Nggak Pak, sumpah. Bapak mau lihat foto dia waktu dirawat?” Mata Sisil spontan melotot saat melihat Deka merogoh saku celananya.
“Udah-udah nggak usah. Ini peringatan terakhir buat kamu, ya, Sisil. Jangan sampai saya lihat kamu kerja seenaknya lagi.” Pak Kunto langsung masuk begitu saja ke dalam kafe. Tampaknya Sisil cukup sering tidak masuk kerja. Sampai-sampai atasan menegurnya.
Sisil juga tak punya pilihan lain untuk hanya bermalas-malasan di rumah saja. Ia hanya hidup sendiri di apartemen itu. Beruntung Bundanya sudah memperpanjang masa sewa sedikit lebih lama, jadi beban Sisil berkurang sedikit karena tak perlu bayar uang sewa.
Ia tak boleh hidup dengan bergantung pada sisa uang tabungan milik bundanya saja, harus belajar mandiri mulai sekarang. Untuk makanan sehari-hari, sekolah, kebutuhan bulanan, itu kan semua butuh uang. Sudah sepantasnya Sisil bekerja paruh waktu, toh gajinya juga masih bisa ia buat makan, walaupun mepet.
“Makasih ya, sekali lagi makasih,” ucap Sisil pelan pada Hideka.
“Iya. Mau ditemenin pulang?"
"Apartemen gue deket kok, nggak jauh."
"Udah ayo aku temenin."
“Gue ambil tas dulu di dalem.” Sisil buru-buru masuk ke dalam untuk mengambil barang bawaannya. Hanya butuh beberapa menit, lalu ia kembali dan segera pulang, dengan diantar Deka tentunya.
<3 <3 <3
Berjalan bersama di malam hari nampak romantis bukan? Apalagi ditemani cahaya bulan purnama yang menyinari ibu kota. Yaa, walaupun kalah terang dengan lampu-lampu kota di pinggir jalan sih. Seperti itulah yang terjadi pada Hideka dan Sisil sekarang. Dua-duanya hanya diam saja sedari tadi. Terasa canggung untuk memulai obrolan.
“Jangan lupa dicek ya nanti, udah masuk belum.” Oh iya, tadi Sisil sempat mampir ke ATM dulu untuk mengembalikan uang yang Hideka bayar saat Sisil dirawat di rumah sakit, walaupun sejujurnya itu adalah uang Liam. Sisil tak mau berutang kepada orang lain. Dulu ia sudah berniat membayar utangnya, tapi Hideka sudah terlanjur pulang. Untung ia dipertemukan kembali.
“Namamu Sisil?” tanya Hideka ragu-ragu. Ia tadi sempat mendengar Pak Kunto menyebutkan nama Sisil.
“Iya. Lo sendiri?” Sisil memandang lelaki yang berjalan pelan di sebelahnya.
“Panggil aja Deka.” Senyum kecil Sisil tampak terukir di bibirnya, sesegera mungkin ia menutupnya dengan telapak tangan agar tak tertangkap basah salah tingkah lagi.
Sisil mencoba mencari topik pembicaraan yang pas untuk dibicarakan, sampai akhirnya ia menemukan pertanyaan yang tepat. “Udah lama kerja di kafe? Kok gue nggak pernah lihat lo, ya?”
“Baru aja seminggu. Kayaknya aku masuk ke situ waktu kamu lagi nggak kerja.” Sisil mengangguk mengerti.
Keduanya sudah sampai di depan apartemen. Mereka saling berpandangan di bawah sorotan lampu jalan, sebenarnya hanya Deka yang memandang Sisil lekat, karena Sisil sendiri lebih memilih untuk menunduk. Jujur, trotoar yang diinjaknya pun bisa melihat senyum tak tertahan dari bibirnya. Rasanya ingin berteriak saja. Sampai kapan Deka mau memandanginya seperti ini?
“Jadi gini, daster yang kemarin kamu pakai itu punya Ibu aku. Ibu minta aku buat ambil dasternya. Bisa aku ambil sekarang?” Sisil dengan cepat mendongak menatap Deka.
“Aduh gimana ya, semenjak keluar rumah sakit gue belum nyuci baju. Nanti dicuci dulu, lusa gue kembaliin,” ujar Sisil sambil tersenyum canggung.
“Yaudah deh, nggak apa-apa.”
“Ini nomor handphoneku, nanti kalau udah siap chat aja di sini.” Hideka memperlihatkan layar handphonenya pada Sisil yang segera menyalin nomor tersebut. Padahal bisa saja Sisil memberikan daster itu langsung ke Deka di kafe, mereka kan satu tempat kerja. Mungkin ini hanya modus Hideka yang berkedok pengembalian daster.
“Oke, makasih udah dianter sampai sini. Gue duluan, hati-hati pulangnya.” Lambaian tangan Sisil menjadi salam perpisahan di antara mereka malam ini. Deka ikut melambaikan tangan, tak lupa senyum lebarnya yang siap membuat Sisil secepat mungkin mengalihkan pandangan.
“Hati-hati juga naik tangganya. Nggak perlu digendong lagi, kan?”
<3 <3 <3
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
terima kasih
Fanfic"Ayunan di sebelahku kosong, kamu kapan pulangnya?" Kehilangan yang tak menentu akan kembali atau benar-benar tak bisa dipeluk lagi Kehilangan bukan akhir dari segalanya. Hideka yakin gadis yang mulai mendominasi harinya itu akan kembali, ia yakin a...