Page 7

95 16 1
                                    

• Enjoy Reading •

Langkah keduanya berjalan beriringan, saling bergandeng tangan, menautkan jari jemari satu sama lain dengan erat, seolah-olah akan tiba-tiba menghilang saat dilepaskan.

Hyun Jae mengantar prianya ke stasiun kereta bawah tanah, menemaninya hingga memasuki kereta yang hendak ia tumpangi. Jam keberangkatannya jam tujuh lewat dua puluh lima menit, masih ada waktu sekitar dua puluh menit untuk bersama lebih dulu. Tatkala ia harus menahan rasa rindunya hingga pekan depan, membuatnya berlaku manja pada sang pria.

Bangku yang kosong menarik atensi keduanya untuk mendaratkan bokong mereka disana, lantas berbincang-bincang ria seraya menunggu kereta tujuannya ke Seoul sudah tiba, "Memangnya apa yang akan kau lakukan disana?" Lembut tuturan katanya, membuat si pria menoleh pelan, mengukirkan senyuman yang manis.

"Ada sesuatu yang harus kukerjakan" Ia menjepit hidung Hyun Jae dengan menggunakan jari telunjuk pun tengahnya.

Susah payah Hyun Jae untuk melepaskan, lantaran ia kesulitan untuk menghirup oksigen. Hidungnya menjadi memerah seusai dijepit oleh pria di depannya itu, membuat tangannya terulur untuk mengusap-ngusapnya pelan.

"Kau ini! Jangan menjepit hidungku, itu sakit kalau kau tahu" Bibirnya mengerucut, merajuk, tatkala merasakan nyeri yang berkedut di ujung hidungnya.

Yang mendengar hanya tergelak pelan, menyaksikan wanitanya geram akan tingkah lakunya, membuatnya gemas ingin menjepit hidungnya kembali. Tapi ia kalah cepat kala Hyun Jae menepis lengannya gusar, akhirnya ia mengalah, mengusak pucuk surai wanitanya. Ia akan merindukan sosok ini untuk beberapa hari ke depan, mendapati dirinya yang harus terpisah dengannya oleh bentangan jarak yang bisa dibilang tak dekat.

Tak terasa, waktu dua puluh menit yang mereka isi dengan berbincang-bincang sudah terkikis dengan cepat. Meninggalkan beberapa untaian kalimat yang sempat mereka ucapkan sebelum pergi menginjakkan kaki.

Pria itu mendekap erat tubuh Hyun Jae, menguncinya rapat-rapat di dalam. Membiarkan euforia ini bertahan kendati hanya sejemang, mendadak atmosfer yang terasa hangat mengelilingi mereka, memberikan masing-masing kehangatan yang setara.

Kepala Hyun Jae menengadah, mengambil sisa kesempatan yang harus ia lakukan, menatap setiap inci durja kekasihnya, manik mata yang bertemu dan berbinar oleh cahaya lampu yang berada di plafon. "Aku akan menyusulmu pekan depan, jadi kita bisa berlibur disana" Bentukan bulan sabit ia ukir pada bibir ranumnya, membuat si pria tak tahan ingin mengecupnya. Menempelkannya sejemang, lantas bergumam pelan.

"Baiklah, jaga dirimu baik-baik. Aku akan menunggumu disana, sayang" Kembali membawa tubuh ramping itu pada dekapannya, membawa kembali kehangatan yang hilang beberapa detik yang lalu.

Berat hati, si pria melepaskan dekapannya. Membiarkan euforia itu menghilang dalam sekejap, mendadak suhu dingin menusuk tubuh keduanya, tak menghiraukannya, keduanya masih saling menatapi, memberi tahu ucapan hati, kendati tak bisa untuk diungkapi. Lantaran kereta yang mereka tunggu sudah tiba sejak beberapa menit yang lalu, langkah pria itu berjalan lemah kearah pintu kereta, lantas menduduki kursi yang nomornya sudah tertera di selembaran tiket. Menatapi wanitanya lewat bentangan jendela, telapak tangan itu bergerak melambai, mengisyaratkan perpisahan hanya sekadar lambaian. Bisa ia lihat air mata yang jatuh dari mata kekasihnya, tapi tak bisa untuk ia hapus. Membiarkannya terisak sendiri disana, gumamannya terdengar lirih kala kereta sudah hendak melaju, meninggalkan statiun bawah tanah yang menjadi saksi perpisahan mereka.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang