Page 31

64 6 4
                                    

• Enjoy Reading •

Daksa indahnya masih terbungkus oleh tebalnya selimut. Euna masih meringkuk-ringkuk hangat diatas ranjangnya, tidak indahkan bilamana ini sudah jam sebelas petang. Ia masih mengantuk, semalam, ia baru saja menonton serial drama dari awal hingga akhir, tanpa jeda. Selama itu pula Euna tidak terpejam, dirinya terlalu terobsesi akan sebuah serial drama thriller yang sedikit banyak menguras kerja saraf-saraf otak.

Maka dari itu, siang ini ia sempatkan untuk terpejam. Tidak masalah bila hanya satu atau dua jam lamanya, yang terpenting ia bisa mengisi kembali daya tahan tubuhnya yang menurun akibat semalam.

Ini sudah memasuki hari ke-empat di masa hari liburnya. Euna tidak berniat pulang ke Daegu, sebab ia merindukan kedua orang tuanya. Ia masih berada di Seoul, berada di rumah ibu dan ayahnya. Sedikit sedih memang saat mengetahui keberadaan orang tuanya yang senantiasa tidak selalu ada di dalam rumah selama dua puluh empat jam. Waktu mereka tersita oleh sibuknya pekerjaan kantor, yeah.. begitulah. Bagi mereka, perusahaan sangat penting bagi kehidupan.

Kendati begitu, Euna mengerti. Ia tahu, mereka begitu juga karena untuk membiayai kehidupan dirinya. Mungkin bukan hanya dirinya, untuk urusan lain juga, seperti adanya pajak, pekerja di rumah, atau hal lain semacamnya.

Namun, belum sempat ia terlelap. Ketukan pintu yang menggema berhasil menyadarkan Euna dari pengelihatan gelapnya. Ia melenguh kasar, padahal mungkin saja satu menit lagi ia akan tertidur pulas. Sial!

Dengan langkah gontai kelewat malas, Euna menggesek-gesekkan sandal rumahnya pada lantai marmer mengkilap itu. Memasang wajah yang begitu geram akibat acara tidurnya yang baru saja akan ia lakukan, terganggu akibat ketukan pintu yang sampai kini tidak kunjung berhenti.

Lengan cantiknya menggenggam gagang pintu berwarna emas, memoteknya lantas dengan perasaan yang masih gundah ia buka pintu kayu yang dihiasi ukiran cantik itu.

"Ada apa Bi?"

"Maaf Nyonya, ini, ada sebuah paket untuk Nyonya."

Wanita paruh baya itu mengulurkan sebuah kotak yang di bungkusi oleh kertas cokelat indah. Dengan tali rami yang mengingat hingga membentuk pita. Di ujung kotak tersebut, bertuliskan nama Jung Euna sebagai penerima. Tak lupa dengan alamat yang tertera.

Keningnya mengernyit, selama masa liburnya, Euna tidak pernah berbelanja online. Bahkan melihat-lihat situs webnya pun tidak. Jadi ini apa?

"Dari siapa?"

"Ah, saya kurang tahu Nyonya. Tadi ada kurir yang mengirimnya, tapi dia tidak memberi tahu siapa pengirimnya. Mungkin saja ada di dalamnya Nyonya."

Euna cukup ragu untuk mengambil alih kotak tersebut, degupan jantungnya perlahan meronta-ronta, memberikan rasa resah yang membaluti setiap senti tubuh rampingnya.

"Kalau begitu saya pergi dulu Nyonya, permisi."

Lekaslah ia menutup pintu, berjalan mendekati meja yang sedari dulu menjadi tempatnya untuk belajar maupun melakukan aktivitas lain.

Di tatapnya paket itu lekat-lekat, Euna masih tidak sanggup untuk membuka. Bahkan melepas ikatan pita pun ia tidak berani. Ada rasa aneh yang menggelintir dalam rongga dadanya, acap kali ia tatap, acap kali pun keresahan itu semakin membuncah.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang