Page 25

65 7 8
                                    

• Enjoy Reading •

Peluh keringat mengucur deras pada pelipis juga kening, Jungkook menyeka keringat dengan tangan yang tidak dilapisi oleh sehelai benang. Daksanya kini sudah bau amis, seperti ikan yang baru saja ditangkap dari dasar laut.

Petir yang bergemuruh terdengar menyeruak keras dan memekkakan rungu, kerap kali Jungkook sedikit terjingkat akibat suara gemuruh yang datang secara tiba-tiba.

Ini masih pukul tiga sore, tapi bentangan cakrawala sudah terlihat redup seperti pertanda sudah malam. Gumpalan awan yang begitu pekat warnanya terlihat kentara kala tertiup angin, berbondong-bondong melaju untuk menurunkan tetesan-tetesan air.

Kepalanya tengadah, merasakan setitik air terjatuh tepat pada pucuk kepalanya. Ah, ternyata sudah gerimis. Pria Jeon itu memakai tudung jaketnya, guna agar kepalanya terlindungi dari dinginnya air semesta.

Telapak kaki yang dibaluti sandal sederhana itu menapak-napak samar pada permukaan aspal yang kini kian terbasahi oleh air hujan. Tungkainya sedikit berlari, tidak cepat lantaran di depan sana sudah terlihat jelas gedung tinggi tempatnya beristirahat.

Tapi sorot matanya tidak sengaja menangkap sosok wanita yang amat Jungkook kenal. Itu Seoyun. Tengah berlari kencang seraya tertunduk, tapi Seoyun terlihat seperti sedang... menangis?

Dengan tangkas Jungkook berlari kencang, bermaksud menyusul dan memastikan keadaan sahabat wanitanya itu. Jungkook berlari-lari membawa tubuhnya pergi, menerobos hujan yang kini kian membesar dan berjujai.

Semakin mendekat, rungunya mendengar isakkan tangis yang begitu kencang–berpadu dengan derasnya hujan yang kini membasahi bumi dan seisinya.

"Seoyun!"

Refleks Seoyun pun menoleh, membiarkan durjanya kini terbasahi oleh hujan–yang sebelumnya lama ia tundukkan.

Jungkook terperanjat, melihat keadaan Seoyun yang begitu hancur. Iya, Jungkook mengatakannya hancur. Kelopak matanya sudah membengkak dan memerah, hidungnya sudah merah padam seperti seorang penghibur yang sudah bersedia tampil di atas panggung.

"Seoyun?! Apa yang terjadi denganmu?!"

Tidak bisa dipungkiri, tangisnya kembali pecah bersamaan dengan suara guntur yang begitu nyaring. Mengejutkan para insan yang tengah asik dengan dunianya masing-masing.

Seoyun jatuh dalam dekapan Jungkook, merasakan kehangatan yang menyebar secara perlahan–diantara dinginnya suhu dan air hujan.

"Hei.. hei.. ada apa? Kenapa menangis?"

Tungkai keduanya seolah enggan pergi dari tempatnya berpijak, membiarkan tubuh dari ujung rambut hingga jari-jari kaki basah kuyup karena ulah semesta yang juga tengah ikut merasakan gundah gulana.

"J-jungkook hiks..."

Agaknya, naluri yang hari kemarin sempat bergayutan di dalam hatinya sudah terjawab jelas hari ini. Jungkook sudah berfirasat, ada sesuatu yang aneh pada Seoyun. Ternyata benar, wanita ini tengah hancur, menangisi hal yang entah tidak Jungkook ketahui darimana penyebabnya.

"Bisakah kita berpindah tempat? Hujan semakin deras, kita berteduh, ya?"

Seoyun tidak sanggup berbicara lagi, dadanya terlalu sesak, hingga akhirnya Seoyun memutuskan untuk mengangguk meng-iyakan. Dirinya dibawa pergi dari jalan setapak menuju tempat yang lebih teduh–tanpa ada tetesan air hujan yang membasahi.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang