“Jika aku memohon dengan
Sungguh-sungguh, apa Tuhan
Akan mendengar? Apa
Kita bisa bersama lagi?”::
Hyunjin menatap kagum pada dua insan yang tengah menatap serius kanvas lukisnya. Ia tidak pernah tau, sesuatu yang teramat indah ini, terjadi di hadapannya.
"Om, warna hijau nya abis. Gimana nih? Berry belum kelar".
Felix dan Hyunjin kompak menoleh kearah Berry dengan wajah berdekatan secara tidak sengaja.
Felix yang merasa canggung menggeser kursinya sedikit menjauh.
"Ini pake punya Om aja".
"Berry tau ngga, kalo Warna Biru sama Kuning di mix bisa jadi warna baru loh". Felix menahan tangan Hyunjin yang ingin memberikan cat warnanya kepada Berry.
"Emang iya pah?".
"He-em. Coba aja".
Karena penasaran, Berry lekas membuktikannya sendiri, mencampur warna Biru dan Kuning dalam satu wadah lalu mengaduknya.
"Wahh jadi Hijau. Papa emang dabest lahh. Makasii paa".
Hyunjin lagi-lagi menatap kagum kearah Felix. Felix yang bukan lagi miliknya. Felix yang masih saja memiliki senyum yang sama.
Seandainya kisah cinta mereka tidak ia hancurkan dengan tangannya sendiri, Mungkin kini ia bisa saja langsung memeluk keduanya tanpa beban, tanpa rasa bersalah dan tanpa tembok tinggi yang berada diantara mereka.
"Kamu adalah papa yang mengagumkan".
"Bukan aku, Berryku memang sudah hebat hehe".
"Felix, boleh aku tanya sesuatu?".
"Hmm?".
"Apa kamu sudah menikah lagi?".
Felix mengerutkan dahinya. Ia menoleh kearah Berry yang masih fokus dibalik kanvas lukisnya.
"Ahh aku tidak bermaksud bertanya, aku hanya penasaran karena Berry menyebut Daddy kemarin-
"Oh itu Changbin. Kakak kelasku dulu".
"Maaf sudah bertanya". Dalam hati Hyunjin sedikit terkejut mendengar nama itu.
"Gapapa jin, Changbin itu adik Chan hyung. Aku juga baru mengetahuinya setelah berkencan beberapa bulan dengannya".
"Oh iya, aku juga ingin bertanya". Felix memutar kursinya menghadap kearah Hyunjin, hingga pria itu membelalak terkejut.
"Kenapa kamu tidak menikah?".
Wajah Hyunjin terlihat murung, Senyum Felix pun sedikit memudar. Ada sebersit ingatan masalalu yang menyakiti keduanya.
Ada banyak mengapa yang hinggap dihati masing-masing.Mengapa harus ada dinding yang tinggi ditengah mereka?
Mengapa akhir dari hubungannya seperti ini?
Mengapa semua seakan sulit untuk di kembalikan?"K-kamu tentu tau alasanku, Lixie".
"Aku tidak ta—
"Papaa, Om, Berry sudah selesai". Felix dan Hyunjin mengembalikan fokus mereka kearah gadis kecil yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu.
"Sini om lihat". Berry naik ke pangkuan Hyunjin yang sibuk mengamati lukisannya.
"Gimana om?".
"Keren deh, Berry memang punya bakat jadi pelukis".
"Biar sama kayak om Cis hehe".
"Pa, Berry boleh jadi pelukis kayak oom ga?".
Felix dibuat terkejut akan pertanyaan Berry. Pasalnya dia sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri sembari menatap keduanya.
"Apa sayang?".
"Kata Berry papa nya bolehin ga Berry jadi pelukis kaya om Chris?". Hyunjin menutup mulut Berry dengan jemari dewasanya. Berry hanya tertawa lalu mengangguk mengiyakan.
"Boleh kok. Yang penting Berry belajar yang rajin. Okee?".
"Sip pah".
"Pulang yuk. Udah sore nih. Bentar lagi Uncle balik loh".
Berry turun dari pangkuan Hyunjin disertai anggukan.
"Bilang makasih dong sama om nya".
"Hehe Berry hampir lupa. Thanks ya Om udah ngajarin Berry ngelukis. Berry sayang Om Cis". Berry mengecup Hyunjin di pipinya dengan senyuman lebar.
Felix membereskan peralatan melukis Berry kedalam tas nya. Hyunjin membantu sebisanya setelah memberi pelukan singkat kepada gadis kecil itu.
"Pah, Berry tunggu di mobil ya".
"Pyee pyeee om Ciss".
"Hehe, ntar ketemu lagi yaaa".
"BIG NOOO". Berry menyilangkan kedua tangannya di dada sembari berlari.
"Maaf ya jin, Berry selalu ganggu pekerjaan kamu. Dia kalo udah seneng sama sesuatu emang suka gitu".
"Gapapa lix, aku seneng kok Berry disini. Kamu bisa bawa Berry ke Gallery ku kapan aja".
"Aku pulang dulu".
"Ayo ku antar ke depan".
Hyunjin mengambil alih tas Berry yang ada di genggaman Felix dan membuntuti langkahnya hingga ke parkiran. Ia meletakkan tas itu di kursi belakang.
Membukakan pintu untuk Felix kemudian menutupnya lagi saat sudah dipastikan Felix masuk dengan selamat.
"Bye Berry, hati-hati dijalan yaa".
"Okee om. Pyeee pyeee".
"Balik dulu ya. Makasih".
"Iya sama-sama".
Felix meninggalkan pelataran Gallery besar itu dengan masih melirik Hyunjin dari kaca spion nya. Hyunjin masih disana.
Melakukan hal yang sama.
Menatapnya dari kejauhan.-
"Papa?".
"Iya sayang?".
"Papa sama om Cis akrab banget, kayak bukan orang yang baru kenal".
"Masa sih?".
"He-em".
"Perasaan kamu aja kali sayang".
"Oh iya pah, Berry pernah liat lukisan mirip papa di ruangan om Cis".
"Haa?".
::
How your day?
KAMU SEDANG MEMBACA
Never ending, Goodbye ✔
Short Story[ COMPLETE ] Tentang Lee felix dan dunia Roller coasternya !Warn;BXB