Ke duapuluhtiga🐨

561 105 13
                                    

Note: Maap guys, aku ketiduran dr jam 6😭 total aku tidur 12 jam, so aku lupa update huhu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Note: Maap guys, aku ketiduran dr jam 6😭 total aku tidur 12 jam, so aku lupa update huhu

::

"Berry kesepian ga?". Felix mengusap helaian rambut Berry yang terasa sangat lembut di ruas jarinya.

"Mungkin pertanyaan itu lebih cocok Berry ajuin ke papa".

Berry merubah posisi tidurnya menghadap Felix.

"Besok hari minggu, kita story marathon yuk pa".

"Mau cerita apa? Udah tidur aja yuk". Ia membungkus tubuh keduanya dengan selimut tebal.

Akhir-akhir ini, Felix selalu memboyong Berry untuk tidur dikamarnya.

"Pah, papa kesepian ya?".

Felix tak menjawab. Ia tak menyalahkan juga tak membenarkan ucapan Berry. Difikirannya, Berry pasti belum mengerti.

"Berry tau papa sayang Daddy, tapi daddy pasti gasuka liat papa kesepian. Berry siap pa punya Daddy baru".

Lagi.
Felix bingung mengapa anaknya bisa semengerti ini. Berry masih sangat muda, tapi mengapa ia lebih bisa mengerti dirinya dibanding ia sendiri.

"Berry sayang papa".

Felix tersenyum dengan matanya yang menghilang. Menatap wajah Berry cantiknya yang bersemu merah, ia mengecup bibir mungil Berry dengan segenap rasa cintanya.

"Love you malaikat papa. Papa beruntung punya kamu di dunia ini".

Ujung matanya membasah.
Ia tak tau lagi jika Bangchan meninggalkannya tanpa Berry disisi nya. Mungkin,

Mungkin Felix juga akan menyerah untuk tetap berada di dunia.

Felix merogoh handphonenya. Membuka sebuah folder yang telah lama ia simpan tanpa pernah berfikir untuk membuka atau menghapusnya.
Jemarinya bergetar.
Tapi ia sudah bertekad.

Berry benar, dia masih memiliki putri cantiknya di dunia ini.

"Ini liat".

"Loh pah, ini kan?".

::

Felix mengetuk ruangan bertuliskan 'CEO' itu sebelum membukanya dengan perlahan.

"Oh, baik saya tunggu satu jam lagi. Terimakasi atas waktunya. Maaf membuat anda untuk datang kemari".

Ia membungkuk sopan sebelum mematikan sambungan telephone.

"Wah benar-benar atasan berwibawa". Felix tersenyum lalu berjalan mendekat.

Matanya menatap setiap sisi ruangan besar itu. Ruangan yang dulunya digunakan Bangchan. Kini pemuda ini menggantikannya. Tanpa mengubah sedikitpun desain ruangan ini. Tak ada yang berubah.
Ini benar-benar style suaminya.

Felix kembali mengingat masa-masa dimana ia pertama kali bertemu Bangchan. Dikantor ini.
Diruangan ini.

Dan saat ia harus mendengar bahwa Bangchan juga berakhir di ruangan ini.

"Hei, tumben kesini?". Atensi Felix teralihkan dari mengenang masalalunya. Ia kembali tersenyum.

"Ada apa?". Ia berjalan mendekat.
Memeluk Felix yang kini ia tuntun untuk duduk di sofa yang ada disana.

"Aku ganggu gak?".

"Engga kok. Satu jam lagi aku ada meeting. Sekarang free".

"Bagus deh. Aku bawain kamu makan siang nih". Felix memamerkan lunch box yang ia bawa.

"Kenapa repot-repot sih, dari butik kesini kan jauh".

Felix tak menjawab. Justru ia membawa dirinya melesak masuk kedalam pelukan pria di hadapannya.

Menyandarkan kepala nya di dada hangat itu lalu memejamkan matanya sesaat. Mengingat baik-baik perasaannya saat berada disisi pria ini.

"Ka Changbin?".

"Iyaa?".

"Jangan terlalu capek. Jangan lupa makan. Jangan kerja terus".

Ia mendongakkan kepalanya lalu bertemu tatap dengan pria yang lain.

"Ingat, ada aku yang selalu nunggu kamu dirumah".

Changbin tersenyum.
Entahlah, Felix terlalu manis.
Dan ia semakin sakit saja rasanya.

Bagaimana lagi caranya menahan semua perasaan cintanya pada pria ini? Pria yang selalu berhasil merebut seluruh atensinya sejak belasan tahun yang lalu.

Tanpa pernah berfikir untuk berpaling saat ia berbahagia bersama kekasihnya. Atau bahkan suaminya.

Iya, Changbin sudah mencintainya selama itu.

"Kok tiba-tiba? Hehe lucu deh". Changbin mengecup pucuk hidung Felix yang otomatis memejamkan matanya.

"Gapapa. Ayo cepet makan".

Felix membuka tutup bekal yang ia bawa lalu menata semuanya di hadapan Changbin.
Sebuah lunch box lengkap dengan lauk serta sayurnya.

Semua ini, makanan kesukaan Changbin. Membuatnya tak sabar untuk menghabiskan semuanya.

"Masih anget. Kamu baru masaknya?".

"Iya. Tadi aku belum ke butik. Abis anter Berry aku balik kerumah lagi".

"Kenapa repot-repot sih Fe?. Kamu jadi bolak balik gini". Changbin merapikan poni Felix yang menutupi dahinya.

"Gapapa. Udah cepet dimakan. Kasian Jeongin dibutik sendirian".

"Kamu mau apa? Biar aku ambilin".

"Semuanya Fe. Kebetulan lagi laper hehe".

Dengan telaten Felix menyendokkan sayur dan lauk kedalam mangkuk Changbin.

"Kamu bawanya banyak banget sih. Ini gimana ngabisinnya?".

"Katanya laper".

"Ya tapi ini ga mungkin aku habisin sendiri sayang".

"Yaudah ntar ini bagi berdua sama Seungmin aja. Kan belum jam makan siang. Dia pasti juga belum makan".

"Okee".

Changbin mulai sibuk menyantap makan siangnya.

Seperti yang ia fikirkan, masakan Felix tak pernah mengecewakan. Benar-benar enak. Seperti masakan seorang ibu.

"Inget Tupperware nya dibawa balik. Awas aja kamu tinggalin lagi yang ujung-ujungnya malah ilang". Felix mencebil tak suka.

"Astaga masih aja dibahas. Kan udah aku ganti. Malah udah aku beliin double".

"Ya aku cuma ngingetin. Kamu tuh pelupa banget. Apa-apa ditinggal sembarangan".

"Iya iya. Ntar kalo ilang lagi tinggal ku beliin lagi. Kalo perlu sepabriknya sekalian". Dumel nya dengan mulut yang sibuk mengunyah.

"Apa banget sih. Udah cepet abisin".

::


Never ending, Goodbye ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang