Ketiga🐨

2.7K 357 16
                                    

Note; hari-hari setelah kepulangan Felix study tour.

Bukan lanjutan setelah 2 th ya:)

==

Felix mendorong kopernya menuju kamar nomor 99, saat ia akan mengetuk. Pintu lantas di buka dengan hentakan kuat.

"Felix!".

"Hehe, hi ka Changbin".

Pria bernama Changbin terheran melihat senyumnya, bukankah tadi Juniornya ini menangis saat menelphone-nya?

Atau, apakah ini ia tengah menyembunyikan sesuatu?

"Masuk". Ucapnya dingin.

Changbin menahan amarahnya. Hatinya tiba-tiba sakit sekali.

Wajah ceria Felix dibalik mata sembap membuat hatinya sakit. Entahlah. Ia hanya punya firasat jika keadaan Juniornya ini sedang tak baik.

"Ini di minum dulu. Atau kamu butuh yang lain? Ingin mandi?".

"Terimakasih ka Changbin, maaf merepotkan hehe".

"Kenapa kau menangis? Siapa yang menyakitimu?". Changbib duduk di sisi Felix seraya menatap bola matanya yang menyipit.

"Kenapa diam saja?".

Felix tiba-tiba menyesal memilih Changbin sebagai tempat untuknya bersandar. Ia hanya bingung dan ketakutan. Hingga saat membuka log panggilan dan menemukan nama Changbin di riwayat panggilan teratasnya, ia lantas menghubungi Seniornya itu.

Felix sangat tahu, Changbin tidak suka ada yang menyakitinya. Aura hitamnya yang menyeramkan akan unjuk diri. Dia takut sekali.

"Kak?". Felix mengusap buku jari Changbin yang mengeras untuk menenangkannya. Setelah itu tangannya berpindah ke rahang tajamnya.

"Tenanglah, Felix baik-baik saja".

"Jangan menyembunyikan sesuatu dariku. Kau tau kan? Aku sangat benci orang yang tidak jujur".

Felix menundukkan wajahnya dalam-dalam. Sebenarnya ia sudah ingin menangis. Tapi ia takut jika Changbin akan berbuat hal yang tidak ia inginkan.

Changbin menarik tubuh kecil Felix dan membawanya kedalam pelukan hangat. Ia mengusap surai terang dan punggung yang lebih muda guna membuatnya merasa aman dan di lindungi.

Mata Felix mulai membasah di dekapan Changbin.

Ini yang dia butuhkan.

Sebuah pelukan besar yang harusnya mampu meng-cover rasa sakitnya.

"Gwencanaa, aku di pihakmu. Kamu bisa menceritakan apapun. Aku janji tidak akan marah".

Air mata Felix kian deras unjuk diri. Ia menggigit bibir bawahnya kuat guna memblok suara isakannya.

Pria ini, Felix sudah menolak cintanya beberapa tahun yang lalu. Tapi tetap saja. Changbin selalu ada saat ia butuh pelukan.

Changbin meregangkan pelukannya lalu mendongakkan kepala yang lebih muda. Menatap mata berairnya yang terus ia sembunyikan dengan masih memaksa untuk menunduk.

"Kamu percaya padaku, kan?".

Felix menatap mata teduh milik Changbin. Kabut emosi itu telah menghilang dari sorot matanya.

Ini adalah Changbin yang ia butuhkan.

"Kamu bisa menceritakan apapun padaku".

"Ka Changbin, terimakasih".

"kak, bagaimana perasaanmu saat dua orang yang paling kau percaya di dunia ini justru mengkhianatimu?".

Changbin mengerutkan keningnya.

"Err, ituuu".

"Bicara yang jelas Felix!".

"Pa-pagi ini, Felix melihat -hiks, mama dan Hyunjin t-tidur bersamaa hikss".

Tangis Felix pecah. Itu membuat Syaraf sensitif Changbin kembali menegang. Ia lekas bangkit dari sofa.

"ka Changbin?".

Felix menahan pergelangan tangan Changbin erat.

"M-mau kemanaa?".

"Lepas Felix!. Aku benar-benar akan membunuhnya".

"Kak bin, please...". Felix memeluk erat pinggang Changbin. Ia menumpahkan airmatanya disana.

"Kumohon jangan. Kau sudah berjanji untuk tidak marah".

"TAPI DIA SUDAH BERJANJI PADAKU UNTUK TIDAK MENYAKITIMU. BAGAIMANA AKU TIDAK MARAH?".

"DAN APA KAU BILANG? TIDUR BERSAMA MAMAMU? BAJINGAN MACAM APA YANG MELAKUKAN HAL KOTOR SEPERTI ITU?".

"kak tenangg. Tolong hikss, Felix butuh kamu. Tolong jangan tinggalkan Felix hiks".

Dada Changbin naik turun dengan ributnya menahan amarah yang hampir meletup didalam sana.

Tapi melihat Felix menangis memohon sambil memeluknya membuat Changbin berusaha meredam emosinya. Ia mengulurkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Felix yang dibasahi keringat.

"Tolong jangan pergi". Lirihnya pelan seraya mengecupi perut pria dihadapannya.

Changbin menarik tangan Felix, memaksanya untuk berdiri kemudian membawa pria itu kedalam gendongannya.

Ia menggendong Felix dipinggangnya hingga pria itu mengalungkan tangannya di leher Changbin dan melanjutkan tangisnya disana.

"Ayo kekamarku, kamu harus istirahat".

==

"Aku tidak mengizinkan". Changbin duduk di sofa sambil masih fokus dengan laptopnya.
Fikirannya dipenuhi oleh Felix, tapi tugas sialan dihadapannya ini juga harus ia kerjakan.

Felix menarik selimutnya hingga yang terlihat hanya kepalanya saja.

"Felix janji akan baik-baik saja. Felix hanya akan pulang lalu setelah itu memutuskan hubungan kami".

"Aku tidak mengizinkanmu bertemu dengannya Felix! Kenapa masih tidak mengerti?". Changbin menutup laptopnya kesal.

Felix keluar dari selimutnya dan bangkit dari ranjang Changbin. Ia duduk disisi pria itu dan langsung memeluknya. Menenangkan Changbin yang emosinya sudah hampir meletup lagi.

"Felix gak bisa terus sembunyi dibalik punggung kakak, Felix harus menyelesaikan masalah ini".

"Untuk dia dan mama, biar Felix yang mengurusnya. Felix berterimakasih sama kaka yang selalu ada untuk Felix. Felix janji, Felix akan baik-baik saja".

Felix melepaskan pelukannya lalu menatap wajah dingin Changbin.

"Baiklah, katakan padaku jika dia menyakitimu lagi. Kali ini, aku tak akan berfikir 2 kali untuk membunuhnya".

===

"Hyunjin, maaf..". Hyunjin menunduk dengan lutut tertekuk didada dan tangan yang melingkarinya.

"Aku yang salah, seharusnya aku tak melakukan ini".

Hyunjin masih diam. Dia enggan bicara pada siapapun. Ia juga tak pernah muncul di kantornya seminggu ini. Dia hanya berdiam diri di Apartemen besarnya.

"Hyunjin?".

"Ini juga salahku. Aku tak pernah memikirkan perasaan Felix. Aku jahat sekali. Lebih baik sekarang tante pergi. Aku ingin sendirian". Ucap Hyunjin datar tanpa berniat menatap wanita di hadapannya.

"Felix tak mau bicara denganku. Dia pasti sangat membenciku. Ibu macam apa aku ini". Doyeon menangis sesenggukan.

Ia merasa tak betah dirumahnya sendiri. Ia ingin pergi, tapi ia tak mau meninggalkan Felix sendirian.

Hatinya sakit saat Felix menatapnya dengan penuh kebencian. Ia lelah menahan semua perasaannya saat Felix seakan menulikan semua inderanya saat ia berbicara.

Benar.
Doyeon rindu Felixnya yang akan selalu memeluknya. Selalu mengkhawatirkannya. Selalu tersenyum dengan wajah manisnya.
Doyeon merindukan anak semata wayangnya.
Doyeon merindukan darah dagingnya.

.....

Happy birthday, Stay❤✔️

Never ending, Goodbye ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang