Ke duapuluhlima🐨

605 110 7
                                    

4 chapter terakhir😊

4 chapter terakhir😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


::

"Aku akan mencintaimu „

::

Felix memantapkan hatinya. Banyak keraguan yang datang silih berganti. Ada juga ketakutan disana. Tapi semua rasa itu di dominasi rasa sepi yang mampu membuatnya menyerah. Felix ingin mengulanginya sekali lagi.

Ia mengancingkan kemeja putihnya dibantu sang mama serta putri kecilnya. Felix bahagia, sangat. Namun sekaligus menyesal, harusnya ia hanya melakukannya sekali seumur hidup. Tapi, rupanya Tuhan sangat sayang padanya hingga selalu memperhatikan Felix dengan memberinya sedikit ujian.

"Oma, papa cantik yaa". Berry memegangi jemari papanya yang tengah duduk di kursi rias seraya menatapnya melewati kaca besar dihadapannya. Felix tersenyum. Gadis nya terlihat sangat cantik dengan balutan gaun berwarna putih dengan rambut yang di urai panjang. Benar-benar gadis yang cantik.

"Pasti dong. Anaknya oma memang yang terbaik. Apalagi cucu oma". Doyeon mengecup pipi gembil Berry yang bersemu merah. Mereka tampak bahagia. Membagi kehangatan bersama yang untungnya bisa terjadi berkat kedewasaan mereka. Yah, melupakan masalalu dan menggantinya dengan memory indah kehidupan tentunya adalah keputusan luar biasa.

🔙2 Minggu sebelumnya.

"Berry tau semuanya, -om Hyunjin". Mata Hyunjin mengerjap berkali-kali. Kini ia tengah berlutut pada kursi yang di duduki gadis kecil di hadapannya. Hyunjin mendongak hingga bertemu tatap dengan sang gadis yang kini mulai meletakkan jemari kecilnya di pipi Hyunjin.

"Apa itu?". Berry mencubit pipi Hyunjin lalu tersenyum dengan cantiknya. Mirip seseorang. "Udah dibilangin semuanya". Hyunjin mengaduh, Berry kembali tersenyum.

"Om jahat sama papaku. Sini ku cubit lebih keras lagi". Ia dengan gemas mencubit wajah Hyunjin.

"Maaf". Hanya itu yang bisa Hyunjin ucapkan. Berry menatapnya- lelaki dewasa yang kini tengah mengecupi punggung tangannya yang berada di wajah pria yang lebih tua. "Maaf, om orang jahat, gapantes kenal kamu. Ga pantes berada di dekat kamu". Hyunjin mengingat semuanya.

Memory these time is playing

-back.

"Om pasti nyesel kan?". Berry ngehapus jejak basah di sudut mata Hyunjin. Pria itu mengangguk samar, taklagi memiliki nyali untuk menatap gadis kecil di hadapannya.

"Papaku udah maafin om, jadi Berry gapunya hak buat marah sama om. Berry tau om sayang papa kan? Sebenarnya Berry udahlama tahu". Hyunjin mendongak. Berry mengerjapkan matanya. -dia tahu, sudah lama?. "s-sejak kapan?".

"Lukisan. Lukisan besar yang ada dikamar om, itu papaku kan?". Hyunjin menunduk dalam sembari memejamkan mata. Merutuki kebodohannya yang tak menyembunyikan lukisan itu. Hyunjin memang menutupnya dengan kain putih. Tapi jika seorang anak penasaran, siapa yang bisa mencegahnya?

"Om jangan merasa bersalah lagi ya. Selama ini papaku hidup bahagia. Cuma setelah D-daddy pergi, Papa kesepian. Berry tahu itu. Jadi Berry minta tolong, om juga harus bahagia".

"Tapi om gatau sayang, kebahagiaan itu masih bisa jadi milik om lagi atau engga?"

Berry lagi-lagi mengerjapkan matanya, berusaha memahami ucapan orang dewasa dihadapannya.
"kalo gitu, harus om perjuangin. Mulai sekarang-"

::

"di saat senang maupun susah „

::

"Seseorang yang kamu butuhkan, seseorang yang membutuhkanmu. Mana yang akan kamu pilih?".

Felix tengah mengaduk Latte nya. Papan open sudah berganti close semenjak satu jam yang lalu. Tapi ia masih memutuskan untuk berdiam diri disana ditemani seseorang yang mungkin bisa mendengar keluh kesahnya. Ia menitipkan Berry pada ibunya hari ini. Entahlah. Felix sedang dilanda kebingungan.

"Kalo itu aku, mungkin aku bakalan pilih yang aku butuhkan kak. Bagaimana caranya hidup kalo kebutuhan tidak terpenuhi?". Jeongin menatap pria dihadapannya. Bukan waktu sebentar ia mengenal Felix, Sudah sekitar 6 tahun yang lalu semenjak Butik ini berdiri.

Ia datang mencalonkan diri sebagai pegawai dan Felix menerimanya dengan senang hati. Ia baik sekali. Membantu ekonominya dengan gaji tinggi untuk hidup dan biaya kuliahnya. Maka dari itu, Jeongin sangat menyayangi Felix dengan sepenuh hatinya.

"Tapi kalo kamu masih bingung antara keduanya? Ahh bukan-ini adalah sesuatu dimana kamu menyukai keduanya. Mungkin".

"Eum, kalau dihadapin dengan dua pilihan memang sulit banget kak. Berbeda kalau tiga atau lebih". Jeongin menggenggam jemari Felix.

"Sekarang aku tanya, siapa yang selalu buat kaka bahagia? Yang selalu berhasil buat kaka gamau jauh dari dia?".

Felix diam.
Sebenarnya dia punya satu nama. Dan itu gamungkin diraguin lagi. Tapi, Felix takut. Ia tak ingin gagal lagi. Ia tak ingin menjadi pasangan yang gagal, yang bahkan tak mengetahui penyakit pasangannya. Felix tak ingin menjadi pasangan yang bodoh. Yang bisa dipermainkan untuk kedua kali.

::

"disaat miskin maupun kaya „

::

Never ending, Goodbye ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang