Selamat-Membaca!
. . .Sudah dua bulan ini Dara masih setia dengan komanya. Keadaan nenek Fiah semakin memburuk ditambah memikirkan keadaan cucunya. Nenek Fiah tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Jalan pun harus mengenakan kursi roda dan hanya bisa berdoa agar cucunya sadar dari tidur nyenyak nya.
Sekarang Nenek Fiah sedang terbaring lemah dibrankar tempat tidur rumah sakit itu. Dewa hanya menatap sendu nenek sikorban yang sedang tertidur.
"Nak Dewa.." panggilan nenek Fiah membuat Dewa langsung berdiri dari duduknya dan menghampirinya.
"Ada apa nek? Butuh bantuan?"
Nenek Fiah menggeleng seraya tersenyum hangat. Mengingatkan Dewa akan sosok neneknya dulu yang juga merawatnya sejak kecil.
"Nenek boleh minta sesuatu sama nak Dewa? Nenek mohon, sekali ini saja.." lirih nenek Fiah dengan suaranya yang sedikit melemah.
"Nenek butuh apa?"
"Semakin hari keadaan nenek semakin memburuk... nenek takut jika harus pergi meninggalkan Dara sendiri didunia ini." Jelasnya, dan Dewa hanya diam mendengarkan.
"Nenek gamau Dara merasa kesepian tanpa adanya nenek, dan nenek ngerasa nenek gak akan sekuat dulu untuk nahan rasa sakit ini..." Nenek silfiah menghentikan ucapannya.
"Sebelum nenek pergi, nenek ingin melihat cucu nenek menikah dan mempunyai pendamping hidup, agar dia tak merasa kesepian dan nenek menjadi tenang." Sambungnya.
Dewa hanya diam menyimak ucapan nenek Fiah yang masih belum dicerna oleh otaknya.
"Jadi apa yang harus saya bantu?" Tanya Dewa bingung.
"Nenek ingin kamu menikahi dara."
Deg!
Apa ini?
"Nenek ingin kamu menjadi suami dari cucu nenek. Nenek yakin kalau kamu lelaki yang baik dan bisa diandalkan."
Apakah nenek Fiah bercanda? Ia mengenal cucunya saja tidak.
Tapi melihat tatapan memohon itu, seketika membuat hatinya tersentuh.
"Nak Dewa gak mau yah?"
Terlihat jelas tatapan sedih dan rapuh itu. Dewa bingung dengan situasinya saat ini. Pasalnya ini bukanlah hal main-main. Baginya, pernikahan itu satu kali seumur hidup. Dewa juga tak mengenal siapa Dara. Bagaimana sikap wanita itu, bagaimana kehidupan wanita itu. Mereka tidak saling mengenal, dan sangat tidak mungkin mereka menikah tanpa adanya rasa cinta.
Ini mustahil. Sangat-sangat tidak mungkin. Dia tak bisa mengambil keputusan begitu saja. Wanita itu hanyalah manusia asing. Dia tak kan mudah menerima seseorang, terlebih lagi itu korban kecelakaannya.
Jadi kenapa semuanya harus begini? Ia harus berbuat apa? Apa mungkin ia harus mengabulkan permintaan nenek silfiah hanya karena ingin bertanggung jawab? Tapi ia sudah bertanggung jawab, dan seharusnya hal ini bukanlah tanggung jawabnya lagi.
Meski begitu dirinya tidak boleh gegabah dalam mengambil keputusan ini. Tetap saja, dewa harus memikirkannya persoalan ini lebih dulu.
"Nek saya--"
"Nenek ngerti, ini sulit bagi kamu. Nenek minta maaf karena sudah minta hal yang sangat tidak mungkin terjadi."
Dewa tersenyum tipis seraya menggelengkan kepalanya.
Kenapa? Kenapa dia harus tersenyum? Kenapa dia seakan terlena saat ini? Kenapa rasanya dewa tak bisa menolak permintaan orang tua itu? Kenapa hatinya dan mulut nya tak mampu berkata tidak saat ini? Ada apa dengan dirinya?
Lalu tangannya perlahan menggenggam erat tangan kriput yang sudah lemah itu.
"Saya akan menikahinya." ujar Dewa tanpa ragu lagi.
Demi bertanggung jawab.-lanjut Dewa dalam hati.
Mungkin itu salah satu alasan terkuatnya hingga akhirnya dia berani memutuskan untuk mengabulkan permintaan nenek Silfiah.
Tekankan ini! Ia menerima bukan karena suka apalagi cinta. Tapi karena dirinyalah yang menyebabkan semuanya terjadi, mulai dari gadis yang ditabraknya koma dan menyebabkan kondisi sang nenek semakin memburuk. Jadi Dewa hanya mencoba untuk bertanggung jawab atas apa yang telah ia perbuat. Ya, Dewa berfikir begitu.
"Nak Dewa jangan menunggu sampai cucu nenek sadar dari komanya. Nenek takut jika sebelum kalian menikah nenek sudah pergi..."
Dewa mengerutkan alisnya. Lalu bagaimana? Apa ia harus menikahi gadis yang sedang koma itu? Gila. Jika gadis itu terus tak sadarkan diri lalu meninggal bagaimana nasibnya?
"Nenek ingin besok kalian menikah.." ujar Nenek Fiah yang semakin meredup dengan suaranya yang semakin melemah.
"Tap-"
Tiiii... tiiii... tiii..
Suara detak jantung nenek Fiah melemah terdengar dari alat yang bertengger disampingnya. Masih dengan keadaan sadar nenek Fiah hanya tersenyum melihat Dewa yang panik memanggil dokter.
"Nenek harus kuat, saya janji besok akan menikahi cucu nenek."
- - - - -
Tbc.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI KOMAKU [Tahap Revisi]
RomanceBagaimana rasanya tidak hadir dipernikahan sendiri? Bagaimana rasanya menikah dengan orang asing yang tak kita kenal? Bagaikan sebuah kejutan teristimewa dihidupnya, sosok Dara yang baru bangun dari komanya dikejutkan dengan kepergian seorang nenek...