Ketahuan!

6.9K 384 2
                                    

Selamat-Membaca!
. . .

Dewa turun dari arah tangga dengan wajah datarnya. Ia lalu melangkah menuju dapur dan memperhatikan meja makan berisi sarapan yang lumayan banyak. Ia mengerutkan keningnya ketika melihat Dara yang sepertinya gugup setelah melihat dirinya.

"Kamu yang buat sarapan sebanyak ini?" Tanya Dewa ketika melihat meja makan dan hanya diangguki oleh Dara.

Dewa menghela nafas panjang. Untuk apa membuat sarapan sebanyak ini? Ia tak mungkin menghabiskannya sendiri.

"Lain kali buatin saya sarapan yang simple saja." Pesan Dewa.

Dara hanya diam, ia tak menggubsir ucapan Dewa. Sekarang dirinya hanya ingin pergi dari hadapan Dewa. Ia takut Dewa tahu apa yang telah diperbuatnya. Mengingat apa yang telah ia lakukan semalam membuat ia sedikit risi ketika ditatap oleh Dewa. Jadi Dara lebih memilih diam atau pergi dari sini.

"Temenin saya sarapan."

Mati! Bagaimana ini? Dara tak sanggup lagi bertatap muka dengan Dewa. Melihat dahi Dewa yang masih sedikit memerah sangat mengganggu pikiran dan hatinya. Ia takut Dewa marah ketika tau itu adalah perbuatan dirinya. Lalu bagaimana jika ia terus ada didepan Dewa dan sarapan bersama. Bisa-bisa Dewa mencurigai sikap diamnya.

"Saya tau kamu ngelakuin apa semalem."

Deg!

Mati Dara! Habislah sudah riwayatnya.

"Duduk, temenin saya sarapan sebagai rasa tanggung jawab kamu yang udah buat dahi saya kaya gini." Jelas Dewa membuat Dara terkejut.

Dara masih tak mau mengeluarkan suaranya. Ia hanya menuruti perintah Dewa yang menyuruhnya untuk sarapan bersama. Ia bernafas lega, karena Dewa tak marah. Tanpa menunggu lama lagi Dara langsung mengambil sarapannya dan memakannya dalam diam. Dewa hanya melengkungkan sudut bibirnya melihat istrinya yang hanya diam tanpa suara.

Sepertinya Dara benar-benar ketakutan.

Selesai dengan sarapannya, Dewa bergegas menuju kamar untuk bersiap pergi kekantor. Sedangkan Dara menyiapkan keperluan Dewa ketika Dewa berada didalam kamar Mandi. Selesai dengan pakaiannya Dewa berjalan menghampiri Dara yang sedang berdiri dibalkon kamarnya.

"Saya pergi kekantor dulu." Pamit Dewa masih seperti biasa. Dingin.

Dara membalikkan badannya menghadap Dewa. Ia tersenyum kaku pada Dewa lalu mulai mencium tangan suaminya dengan ragu.

"Hati-hati dijalan." Kata Dara seraya berbalik lagi membelakangi Dewa.

Dewa membeku ditempat, menatap Dara tak percaya. Mungkin ini termasuk salah satu enaknya mempunyai seorang istri. Dari mulai pakaian, sarapan serta keperluannya disiapkan oleh Dara. Dan sekarang Dara menyaliminya membuat Dewa tak percaya karena baru kali ini ada seseorang yang melakukan hal seperti itu.

"Kamu belum berangkat? Apa ada sesuatu yang ketinggalan?" Bingung Dara yang terkejut ketika berbalik hendak masuk kedalam melihat Dewa yang masih berdiri ditempatnya seperti tadi. Dara kira Dewa sudah pergi setelah ia menyaliminya, sebagai rasa hormat istri kepada suami. Seperti apa yang dikatakan neneknya dulu.

"Saya pergi dulu."

Seakan tersadar, Dewa langsung melenggang pergi.

"Ehh.. saya mau tanya sesuatu." Cegah Dara membuat Dewa berhenti berjalan dan kembali menatap Dara.

"Apa?"

"Apa saya boleh pulang kerumah nenek?" Tanya Dara yang aslinya ragu.

Dara melihat Dewa menghembuskan nafasnya dengan kesal. Rupanya Dewa menahan emosinya yang ingin meledak akibat mendengar pertanyaan Dara itu.

"Terserah."

Setelah mengucapkan itu Dewa pergi dengan kekesalanya, meninggalkan Dara yang berbanding terbalik dengan suasana hati Dewa.

"Yuhuuu!" Girang Dara.

- - -

Tbc.
Jangan lupa vote dan komen

ISTRI KOMAKU [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang