Kenyataan Lagi!

7.7K 409 4
                                    

Selamat-Membaca!
. . .

Dara benar-benar harus menerima kenyataan hidup ini. Ucapan Niko beberapa hari yang lalu sudah terbukti dengan dirinya yang sekarang sedang memeluk nisan sang nenek. Disana Dara menangis rapuh, perasaannya bercampur aduk. Anatara percaya dan tidak percaya.

Mencoba untuk tegar dia langsung menghapus air matanya. Dara tak boleh bersedih, nanti neneknya juga ikut bersedih.

Ia sangat menyayangi sang nenek, keluarga satu-satunya yang ia miliki. Tapi tuhan sangat baik padanya, tuhan tau neneknya sangat menderita dengan penyakitnya. Maka dari itu tuhan mengambil nyawa sang nenek agar tak lagi memendam atau merasakan sakit yang lebih parah lagi.

"Saya mau pulang. Makasih udah nganterin saya kesini." Ujar Dara pada dua pria dibelakangnya.

"Mau kemana?" Cegah Dewa ketika melihat Dara akan melewatinya.

Dara menatap tangan Dewa yang memegang lengannya, kemudian menatap pria itu sebentar lalu dengan cepat Dara menyingkirkan tangannya.

"Maaf tangan kamu. Saya mau pulang, ada banyak hal yang harus saya selesaiin."

"Pulang? Kemana?"

"Kerumah nenek. Kenapa, kalian mau mampir?" tanya Dara menatap keduanya.

Dara tersenyum menatap kedua pria dihadapanya yang hanya diam saja.

"Sekali lagi terimakasih telah menjaga saya ketika koma dan terimakasih telah menjaga nenek saya. Jasa kalian akan selalu saya ingat." Jelas Dara yang sudah tau cerita jelasnya dari Niko.

Tanpa tahu bahwa ia sudah menikah.

"Liat jari kamu," ujar Dewa tidak mengubsir ucapan Dara dan selalu menampakkan wajah dinginya, berbanding terbalik dengan temannya Niko yang selalu tersenyum ramah pada Dara.

Dara melihat jemarinya, keningnya seketika membuat kerutan-kerutan aneh dikulit putih nya. Otaknya seketika muncul berbagai pertanyaan-pertanyaan aneh. Sejak kapan ia memakai cincin? Ia baru menyadarinya sekarang. Apa ini cincin pemberian sang nenek ketika hendak meninggalkanya pergi? Tapi Niko tadi tak bercerita tentang itu.

"Ini."

Mata Dara membulat tak percaya melihat cincin yang dikenakanya dengan Dewa sama persis dengan cincin yang dipakainya. Seketika Dara tersenyum hangat, pasti neneknya memberikan juga pada mereka berdua.

"Cincin kita sama? Nenek ngasih sama kamu juga?"

Dahi Dewa mengkerut tanda tak mengerti dengan ucapan gadis didepannya.

"Kalo kamu dikasih juga sama nenek?" tanya Dara menunjuk Niko.

"Hah? Gue gapake." ujar Niko menunjukan 10 jemarinya.

Dara menyatukan alisnya. Kenapa hanya ia dan Dewa? Sedangkan Niko tidak. Apa benar neneknya hanya memiliki dua cincin saja?

"Kita pulang."

"Siapa? Kamu sama Niko? Hati-hati dijalan."

"Saya dan kamu."

Dara menunjuk dirinya sendiri mendengar ucapan Dewa. Untuk apa ia pulang bersama Dewa? Rumahnya tak jauh dari sini. Ia bisa berjalan kaki.

"Gak usah saya jalan kaki aja,"

Dewa memutar bola matanya jengah. Sungguh gadis didepannya itu sekarang membuat ia gemas dan sedikit kesal.

"Udah lo nurut aja sama suami sendiri." Ucap Niko menginterupsi.

"Saya belum nikah. Kok kamu bilang saya harus nurut sama suami?" Dara semakin bingung dengan keadaannya sekarang.

"Saya suami kamu."

Bagai dihantam petir Dara membeku ditempat, memandang manik biru Dewa pria bertubuh tinggi dan kekar itu. Apa-apaan ini?! Kenyataan apa lagi yang engkau berikan kepada hambamu ini yaallah? Sudah cukup Dara tak mau menerima kejutan lagi. Batin Dara menggerutu.

"Kamu bercanda?"

"Cincin ini buktinya." Ujar Dewa dingin.

Dara memejamkan matanya. Takut-takut ia bermimpi atau masih tertidur koma. Tapi ketika ia membuka matanya ia menemukan raut wajah bingung dari Dewa dan Niko.

"Kapan saya menikah?"

"Kita pulang."

Dewa sudah muak mendengar banyak pertanyaan dari mulut mungil Dara. Ia langsung menarik Dara dan membawanya masuk kedalam mobil yang dilajukan menuju rumahnya. Dara hanya diam menundukan kepalanya dengan lemas. Ia tak berucap apapun dan hanya melirik sesekali kearah Dewa yang terlihat fokus dengan jalanan.

Sedangkan Niko? Rupanya dia membawa mobil sendiri. Jadi dimobil ini hanya ada Dara dan Dewa.

Ingin sekali rasanya Dara bertanya tapi melihat raut wajah Dewa yang selalu dingin dan mematikan membuatnya takut akan bertanya.

"Kalau mau bertanya silahkan."

Seakan mengerti situasi ini, Dewa berucap membuat Dara sedikit lega.

"Kapan kita menikah?" Tak mau membuang kesempatan, Dara langsung bertanya.

Masih sama pertanyaannya seperti tadi. Karena cuma itu yang paling menonjol diotak Dara.

"Ketika kamu koma,"

Dewa sempat melihat wajah terkejut istrinya. Tapi itu sama sekali tak ia hiraukan, sekarang ia hanya harus menjawab apa yang ditanyakan oleh Dara.

"Kenapa?"

"Kenapa apanya?" Tanya Dewa bingung.

- - - - -

Tbc.
Jangan lupa vote dan komen.

ISTRI KOMAKU [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang