Selamat-Membaca!
. . ."Maaf." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Dewa.
Dara melepaskan pelukannya. Ia tersenyum hambar menatap Dewa.
"Saya maafin. Tapi kata nenek saya sesalah apapun perempuan dimata seorang lelaki dia gak berhak untuk berbuat kasar. Ingat perempuan itu selalu benar." Jelas Dara membuat Dewa terkekeh pelan mendengarnya.
"Saya gak niat nampar kamu." Ujar Dewa dengan senyuman hangatnya membuat mata Dara berkedip-kedip melihatnya.
"Kamu kenapa?" bingung Dewa.
"Kamu kalo senyum tambah ganteng yah? Untung udah jadi suami saya."
Ntah itu sebuah pujian atau hinaan Dewa tak tahu, yang sekarang dipikiranya hati dia menghangat ketika Dara berkata seperti itu.
Ketika Dewa ingin memeluk Dara kembali Dara langsung meringsut menjauh.
"Makasih udah ngobatin lukanya. Saya tau kamu cuma kasihan sama saya, seperti apa yang kamu bilang tadi. Saya juga tau kamu nikahin saya cuma karena ingin bertanggung jawab.." Dara menarik nafasnya panjang sebelum melanjutkan ucapannya.
"Disini yang bersalah bukan cuma kamu. Waktu kecelakaan itu terjadi, saya juga bersalah karena saya nyebrang gak hati-hati. Saya didunia ini emang sebatang kara, tapi saya nggak bakal kesepian seperti apa yang nenek pikirkan sebelum beliau pergi. Kamu tenang aja, saya juga nggak terlalu berharap sama kamu. Sekarang semuanya udah jelas, gada yang harus di permasalahin lagi. Kamu bebas dari saya, saya bebas dari kamu." Sambung Dara membuang nafasnya gusar.
Meski begitu, Dara tetap menunjukkan senyuman kecilnya.
"Satu-satunya cara kita harus berpisah. Kamu jalanin hidup kamu kaya dulu lagi sebelum datang saya dan begitupun sebaliknya" Dara menyuarakan keputusannya.
Dewa memejamkan matanya mendengar keputusan Dara. Ia memijit kepalanya yang mulai berdenyut. Ia tau inti pembicaraan Dara. Jika ia berpisah bagaimana janjinya kepada nenek Silfiah? Apakah ia berdosa jika mengingkari janji itu? Tapi bukannya ia harus senang bukan, karena tak terikat hubungan lagi dengan seorang Dara? Toh yang meminta cerai cucunya sendiri bukan dirinya. Jadi ia tak salah jika mengiyakan permintaan Dara.
Tapi sekali lagi! Tekankan ini, Dewa sama sekali tak ada niatan untuk bercerai atau menceraikan Dara.
"Kamu setuju?" Tanya Dara yang melihat Dewa hanya diam saja.
Tok!Tok!Tok!
"Den ada tamu dibawah.."
Dewa bernafas lega karena mendengar suara Biisah. Akhirnya ia bisa lolos dari pertanyaan mematikan Dara. Ia berdiri lalu mendekati Dara yang masih menatapinya. Dewa mencium kening Dara dan mengusap kepala istrinya dengan lembut.
"Saya kebawah dulu sebentar.." pamit Dewa sebelum akhirnya pergi meninggalkan Dara yang terheran-heran.
Mulai sekarang gue harus belajar ngebuka hati ini buat Dara.-Batin Dewa.
***
"Ada apa?" Tanya Dewa yang melihat sosok perempuan sedang duduk membelakanginya.
Luna menoleh dan langsung menghambur kepelukan Dewa dengan tangisannya.
"Aku gamau hikss.."
Dewa mengerutkan dahinya bingung. Jelas tak mengerti dengan arti ucapan Luna barusan.
"Mamah sama papah mau jodohin Aku hikss.. Aku gamau." Jelas Luna.
Dewa langsung membawa Luna duduk. Ia menenangkan Luna yang sekarang menangis dipelukannya.
"Aku harus gimana Wa? Dihati aku cuma ada kamu.."
"Kita udah berakhir Lun." Peringat Dewa dingin.
"Tapi apa kita gak bisa ngulang semuanya dari awal hiks.." kekeh Luna masih dengan tangisannya.
"Gabisa, dan gak akan pernah bisa."
"Kenapa? Apa kamu udah gacinta lagi sama aku?"
"Lo haus? Gue ambilin minum dulu kebelakang." Ujar Dewa yang langsung melesat menuju Dapur tanpa menjawab pertanyaan Luna.
Luna menghapus air mata palsunya. Ia melengkungkan salah satu sudut bibirnya. Rupanya Dewa tak sanggup menjawab pertanyaanya dan Luna yakin bahwa Dewa masih menyimpan rasa untuknya. Walaupun sedikit, Luna harus memanfaatkannya. Agar Dewanya kembali menjadi milik Luna seutuhnya. Seperti dulu kala.
"Langkah awal yang bagus." Gumam Luna, dengan kekehan kecilnya.
Dara hanya menatap tanpa suara kejadian yang dilihatnya tadi dari lantai atas ini. Ia bingung kenapa gadis yang membelakanginya itu seperti menangis? Lalu ketika Dewa pergi gadis itu menghapus air matanya sambil tertawa pelan? Apa gadis itu seperti dirinya yang suka menangis sambil tertawa?
Ntahlah Dara tak terlalu memikirkannya. Mungkin perempuan itu yang beberapa waktu lalu ia lihat bersama Dewa. Biarlah mereka berdua menghabiskan waktunya bersama. Lebih baik sekarang Dara masuk kedalam dan duduk disofa sambil menatap bintang-bingtang yang menghiasi langit gelap itu.
- - - - -
Tbc.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI KOMAKU [Tahap Revisi]
Любовные романыBagaimana rasanya tidak hadir dipernikahan sendiri? Bagaimana rasanya menikah dengan orang asing yang tak kita kenal? Bagaikan sebuah kejutan teristimewa dihidupnya, sosok Dara yang baru bangun dari komanya dikejutkan dengan kepergian seorang nenek...