🌠25🌠

56 15 3
                                    

Beberapa pengawal segera membawa Pangeran Auriga masuk ke kamarnya di temani oleh Adara. Pangeran Auriga masih belum sadarkan diri, seluruh tubuhnya terasa sangat dingin dan ia berkeringat cukup banyak.

Adara segera keluar dari kamar Pangeran Auriga, ia hendak mengambil kain dan air untuk membersihkan tubuh Pangeran Auriga. Setelah selesai menyiapkan segala hal yang diperlukan, tanpa membuang-buang waktu Adara segera kembali ke kamar Pangeran Auriga. Ia teringat bahwa saat ini Pangeran Auriga seorang diri dikamarnya saat ia tinggalkan.

Adara membuka pintu kamar perlahan dengan membawa ember berisi air dan kain. Namun langkahnya terhenti, terlihat didalam kamar Pangeran Auriga tengah duduk di sisi ranjang seorang gadis berpakaian bangsawan tengah membersihkan tubuh Pangeran Auriga dengan kain dan seember air.

Adara membeku. Terlintas dipikiran Adara, mungkinkah akan lebih baik jika Pangeran Auriga tak pernah bertemu dengannya? Akan lebih baik jika Pangeran Auriga hanya mengenal Putri Ankaa yang saat ini bersamanya.

Adara melangkah mundur perlahan dan segera menutup kembali pintu kamar Pangeran Auriga. Adara menyerahkan ember air yang ia bawa pada salah satu pelayan yang lewat dan Ia segera keluar menuju taman.

Bulan malam ini tak berpihak padanya, bulan bersinar terang berbeda dari biasanya dan berbanding terbalik dengan hatinya yang kini merasa sangat rapuh. Seolah kebahagiaannya telah tertelan habis hanya menyisakan kesedihan.

Dengan menatap bulan Adara pun berkata, “apakah hanya kesedihan yang tersisa untukku?.”

“Berikan kesedihan mu padaku agar aku dapat memberikan bahagiaku untukmu” ucap seseorang mengejutkannya.

Adara segera menoleh ke sumber suara, “Pangeran” panggil Adara cukup terkejut.

“Jika hidupmu hanya tersisa kesedihan maka aku akan datang  sebagai bahagia untukmu” ucap Pangeran Auriga segera mendekati Adara dan memeluknya erat, “aku tak peduli kebahagiaan ataupun kesedihan menyelimutiku nantinya selama kamu selalu ada disisiku, Adara. Aku akan selalu bahagia. Jadi, jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku lagi” ucap Pangeran Auriga memeluk Adara semakin erat.

Tampak seseorang yang tengah menyaksikan mereka dari kejauhan, “jadi, seperti ini rasanya patah hati. Menyesakkan dan menyakitkan” ucap seorang gadis berpakaian bangsawan menyentuh dadanya.

“Putri Ankaa, apakah ada sesuatu yang anda butuhkan?” tanya salah satu pelayannya.

“Siapkan barang-barang ku. Sudah saatnya untukku kembali” ucap Putri Ankaa, “kini tak ada lagi alasan bagiku untuk tetap disini” ucap Putri Ankaa kembali.

“Baik, Putri” ucap Pelayannya. Merekapun pergi ke kamar Putri Ankaa.

Tampak Adara dan Pangeran Auriga tengah duduk di bangku taman, “kamu baik-baik saja? Apakah ada yang sakit?” tanya Adara sangat khawatir.

“Bulan malam ini sangat indah, berbeda dari biasanya” gumam Pangeran Auriga kemudian tersenyum.

Adara perlahan menatap bulan, “benar-benar sangat indah” ucap Adara sembari tersenyum.

“Apakah nanti kita bisa melihat indahnya bulan bersama lagi?” tanya Pangeran Auriga menunggu jawaban dari Adara.

“Aku...tak tahu” ucap Adara ragu.

“Berjanjilah padaku, Adara. Kamu tak akan pernah meninggalkanku lagi, apa pun yang terjadi jangan pernah pergi” ucap Pangeran Auriga menunjukkan jari kelingkingnya pada Adara.

Terlalu sulit membuat sebuah janji karena pada akhirnya janji itu hanyalah sekedar janji. Entah janji itu dapat bertahan atau hanya menjadi sebuah saksi bahwa itu hanya menjadi luka bagi kita.

🔛My Name is ADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang