🌠37🌠

42 6 3
                                    

"Apa?!" Ankaa baru menyadari maksud dibalik ucapan Adara. "Tidak. Tidak. Aku tidak mau bertemu dengannya lagi. Asal kamu tahu—dia adalah orang paling menyebalkan yang pernah aku temui" Ankaa dengan tegas menolak.

Adara hanya bisa tersenyum mendengar penolakan Ankaa karena baru kali ini Adara melihat gadis didepannya itu begitu tidak menyukai seseorang dan bahkan sampai menjelek-jelekannya.

"Kamu masih belum terlalu mengenalnya, bukankah kalian baru saja bertemu—kalian hanya saling waspada terhadap satu sama lain" jelas Adara.

"Tapi tetap saja dia—"

"Putri, sudah saatnya untuk Anda kembali" keduanya sama-sama menoleh dan mendapati seseorang berdiri didepan pintu, pelayan pribadi Ankaa—Glory.

Ankaa menghembuskan napas berat, "aku harus pergi. Jika kamu membutuhkan sesuatu, jangan sungkan memanggilku" tutur Ankaa dan langsung pergi mendekati pelayannya dan pergi meninggalkan kediaman Adara.

Beberapa hari ini, Ankaa selalu mengunjungi Adara hanya sekedar membantunya. Gadis itu takut jika Adara kerepotan melakukan semuanya sendiri, apalagi Adara tak sekalipun meminta bantuan pada satupun pelayan yang begitu banyak tersebar dikerajaan itu dan sebenarnya akan selalu siap menunggu perintah.

Namun bagi Adara ramuan ini benar-benar penting, sehingga hanya orang-orang terpercaya saja yang diijinkan membantu—seperti halnya Ankaa saat ini. Adara sangat mempercayainya karena sudah menganggapnya sebagai sahabat.

"Adara, kenapa kamu tidak ingin dibantu oleh pelayan? Bukankah itu lebih baik karena bisa mengurangi sedikit pekerjaanmu" Ankaa angkat bicara setelah melihat wajah Adara yang kelihatan sangat letih namun tetap saja melakukan pekerjaannya.

Adara memandangi gadis itu kemudian tersenyum, "mengurangi sedikit pekerjaanku? Bukankah itu sama saja dengan membuatku menjadi malas dan mungkin saja jadi tak fokus pada pekerjaanku," Adara menatap lekat gadis yang tengah fokus mendengarkannya.

"Aku ingin mengerjakan semuanya sendiri agar aku teliti dengan semua prosesnya. Jika terjadi sesuatu, aku bisa memeriksa kembali apakah bahan atau caraku yang salah atau sudah benar—lalu bisa memperbaikinya satu persatu."

Ankaa tak bisa memaksakan kehendaknya, "baiklah. Aku menghargai semua keputusan mu" jawabnya pasrah.

Adara menghentikan pekerjaannya kemudian menatap gadis disampingnya itu, "ditambah lagi karena situasiku saat ini. Aku tak bisa lagi dengan mudahnya mempercayai siapapun seperti dulu. Aku tahu kini ada banyak orang yang membenciku. Aku tak masalah jika mereka mencoba melukaiku—tapi aku takkan tinggal diam jika mereka melukai banyak orang disekelilingku dengan memanfaatkan ketulusanku melalui obat yang sedang ku buat. Kamu paham maksudku, kan?"

Gadis itu mengangguk paham. Ia mulai merasa kasihan pada Adara. Kenapa orang-orang membencinya? Apa salahnya? Ankaa sendiri pernah merasakan hal yang sama, ketika orang-orang membencinya tanpa alasan yang benar. Bukankah seseorang tak punya hak untuk memilih ingin dilahirkan di keluarga seperti apa. Bukankah setiap orang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Lalu, kenapa seseorang dibenci karena asal keluarganya? Bahkan tak sekalipun mencoba untuk mengenal lebih jauh pribadinya terlebih dulu.

"Apakah kamu bisa melakukan sesuatu untukku?" tanya Adara tiba-tiba.

Ankaa menatap lekat Adara, "tentu. Katakan saja" jawabnya yakin.

Adara terdiam sesaat. Ia tengah merangkai kata dalam pikirannya, gadis itu ingin Ankaa tak salah paham atau mungkin sampai melukai hatinya. "Bisakah kamu menemui Altair. Akan lebih cepat bagi kita untuk menemukan semua tanaman jika ia mau membantu. Bukankah kita berdua ingin semua cepat selesai."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

🔛My Name is ADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang