"Lihat, Cell! Gue naik level 10. Ini suatu kebanggan buat gue, Cell." Emil mengangkat ponselnya, melihat layar ponselnya yang menunjukan tampilan suatu game.
Dengan ekspresi kesal, Cella melempar bantal tepat ke arah wajah Emil.
"Cella!" teriak Emil kesal.
"Teman lo nggak enak badan, malah main game." Ledek Cella. Dia menarik selimutnya agar bisa menutupi seluruh tubuhnya. Kamarnya terasa dingin walau tidak menggunakan AC, karena tubuh Cella yang sedang tidak sehat.
"Gue sudah baik mau jenguk lo." Emil membela dirinya sendiri.
"Lo numpang Wifi doang di rumah gue, Mil." Cella berhasil membuat Emil diam. Karena memang benar.
"Memang, sih. Tapi setidaknya gue sudah baik mau menemani sahabat gue yang paling pendek ini." Emil seakan mau memeluk Cella tapi di dorong oleh Cella sendiri.
"Terserah, lo. Gue iya'in aja." Ledek Cella.
Emil menarik selimut yang Cella gunakan agar bisa berbagi dengannya. Emil juga merasa sedikit kedinginan. Bukan karena tubuhnya sedang tidak enak badan juga, tapi memang pagi hari ini sedang dingin. Mungkin karena kemarin malam habis hujan deras.
"Lo itu sebenarnya nggak sakit, Cell." Kata Emil.
"Memang. Tapi gue di suruh istirahat sama mama, papa, Kak Leo, Kak Nael. Emm... Kak Rio juga. Kecuali lo, Mil." Ekspresi Cella berubah datar saat menyebutkan nama Emil.
Emil tertawa kecil, dia merasa seakan dirinya bukan sahabat yang baik tapi lebih terkesan jahat.
"Lo, sih pakai acara tidur di taman segala.""Tidur botak lo, Mil."
"Gue nggak botak, ya. Ini rambut gue, sudah mirip brand ambassador-nya iklan sampo belom?" Emil mengibas-ngibaskan rambutnya tepat di wajah Cella.
"Bau, Mil!" Ledek Cella.
"Gue sudah keramas, Cell. Astaga lo jahat banget ngatain rambut gue bau." Emil mencium rambutnya sendiri.
"Kapan terakhir lo keramas?" tanya Cella dengan senyum lebar di wajahnya.
"Pagi." Jawab Emil.
"Pagi kapan?"
"Kemarin pagi maksudnya. Lusa. Iya, lusa kemarin pagi." Emil tertawa. Sedangkan Cella kembali melempar bantal tepat di wajah Emil.
"Lagian lo lebay banget pakai acara pingsan. Abis ngapasin, sih lo? Ikut lomba lari?" tanya Emil.
"Gue nggak tahu juga, ya kenapa bisa pingsan. Seingat gue, Kak Leo sama Kak Nael tengkar. Udah." Jawab Cella.
"Rebutan lo itu, Cell. Peka dikit, dong. Bego kok dipelihara." Ledek Emil.
"Memang bego kalau dipelihara dikasih makan apa?" tanya Cella dengan ekspresi polos.
Ekspresi Emil berubah menjadi datar seketika, "Bego beneran, ya?"
"Emil!" teriak Cella kesal.
"Abis lo bego, sih. Di ledek aja nggak peka. Lo beli rasa peka di toko mana, sih? Jelek banget." Ledek Emil lagi.
"Loh, memang bisa beli, ya?" tanya Cella dengan ekspresi polos.
Ekspresi Emil kembali menjadi datar, "Nggak tahu, Cell. Gue pulang aja." Emil membuka selimut yang menutupi tubuhnya.
Dengan cepat Cella menarik tangan Emil agar kembali tidur di sebelahnya, "Emil!"
"Capek gue ngomong sama orang bego, Cell." Ledek Emil. Lagi. Berharap Cella paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMATIC. [THE END]#ODOC #ODOCTheWWG
Teen Fiction"Aku benci...tidak, aku takut jatuh cinta. Lagi." Cella benci pacaran. Dia tidak percaya dengan cinta, baginya itu semua hanya omong kosong belaka. Pada akhirnya, akan jatuh lagi, patah hati lagi. Dia menolak semua cinta yang datang padanya. Membuat...