Cella menarik tangan Emil sambil berlari di lorong sekolah. Banyak anak yang berhamburan di lorong, tapi bukan masalah buat Cella. Dengan gesit dia melewati jalanan sesak yang penuh dengan orang-orang itu.
Berkali-kali Emil meminta Cella untuk berhenti berlari atau melepaskan tangannya, tapi Cella seakan tak mendengar dan terus berlari sampai mereka berhenti di depan gerbang sekolah.
"Astaga, Cella!" teriak Emil kesal, memegangi tangannya yang kesakitan setelah ditarik-tarik oleh Cella.
Cella tertawa, "Maaf, abis gue takut terlambat. Kak Rio mana?"
"Masih di parkiran sama Kak Leo. Nanti juga kesini." Jawab Emil, masih dengan rajut wajah tak senang.
"Jangan marah, dong. Lo juga sudah janji mau temani gue." Cella menyenggol pelan lengan Emil, dengan wajah seakan tak bersalah.
"Iya gue memang sudah janji. Karena lo yang maksa gue buat ikut dan buat janji sendiri. Lagian, buat apa, sih lo ngelamar kerja? Nggak capek?" tanya Emil penasaran.
"Laptop gue rusak, Mil. Nggak tahu juga karena apa. Gue nggak bisa bikin cerita kalau gitu. Gue juga sungkan kalau harus pinjam laptop papa atau mama terus." Jawab Cella, menjelaskan.
Kemarin malam, saat menulis cerita tiba-tiba laptop Cella mati. Lalu tidak bisa menyala lagi. Berkali-kali sudah Cella coba untuk menyalakannya kembali, tapi tidak bisa. Cella mencoba untuk mengisi dayanya lagi, tapi tetap saja tidak bisa. Sampai akhirnya Cella menyerah dan membawa laptop kesayangannya itu ke tempat servis laptop.
Karena sudah tidak memiliki laptop, Cella terpaksa meminjam laptop papa atau mamanya. Atau, menggunakan komputer yang ada di kamarnya, tapi Cella mudah merasa ngantuk jika terus berada di kamar. Maka dari itu, Cella jarang mengerjakan tugas atau menulis cerita di kamar, kalau tidak dia akan tertidur.
"Minta orang tua lo." Saran Emil. Di jawab dengan gelengan kepala oleh Cella.
"Gue juga nggak enak minta yang baru. Kalau gue bisa beli sendiri, kenapa nggak?" Cella melebarkan senyumnya. Merasa bangga dengan pendapatnya sendiri.
"Memang harus yang baru? Nggak mau nunggu hasil laptop lo di tempat servis?" tanya Emil lagi, memastikan.
"Awalnya gue mikir gitu, tapi kalau laptop gue memang sudah rusak selamanya? Gue juga butuh yang baru!" jawab Cella bersemangat.
"Bilang aja lo udah bosen sama yang lama." Emil memutar bola matanya malas, menduga bahwa takut kalau laptopnya rusak selamanya hanya alasan Cella saja.
Cella terkekeh, "Udah, yuk. Mobil pacar lo sudah di depan." Cella kembali menarik tangan Emil menuju mobil Rio yang ada di sebrang jalan.
"Kamu yakin mau ngelamar kerja? Dimana?" tanya Leo, setelah Cella dan Emil duduk di bangku belakang mobil Rio.
"Yakin, di Kafe dekat perempatan sekolah itu, loh. Aku juga sudah hubungi pemiliknya, kok. Katanya hari ini boleh datang, buat ketemu sama pemiliknya."Jawab Cella dengan penuh semangat.
"Nggak mau pinjam laptop Leo aja? Atau Emil? Laptop gue juga nggak apa. Badan lo itu kecil, pendek. Anak kecil nggak bisa kerja berat." Ledek Rio yang duduk di bangku kemudi.
"Kak Rio! Gue bukan kerja jadi tukang bangunan. Nggak berat, kok. Palingan cuma buat-buat kopi, jadi pelayan atau nggak, bersih-bersih." Wajah kesal menggemaskan milik Cella muncul. Mengundang tawa Leo, Rio dan Emil, yang di sambut omelan dari Cella yang marah karena ditertawakan.
***
Mereka sudah sampai di Kafe yang di maksud Cella. Seperti Kafe pada umumnya, bau kopi. Sebenarnya Cella bukan pecinta kopi, dia juga sangat memilih jika harus meminum kopi. Tapi kali ini dia menantang dirinya sendiri di tempat dengan kopi sebagai menu utamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMATIC. [THE END]#ODOC #ODOCTheWWG
Novela Juvenil"Aku benci...tidak, aku takut jatuh cinta. Lagi." Cella benci pacaran. Dia tidak percaya dengan cinta, baginya itu semua hanya omong kosong belaka. Pada akhirnya, akan jatuh lagi, patah hati lagi. Dia menolak semua cinta yang datang padanya. Membuat...