Cella menggaruk-garuk kepalanya frustasi. Hidupnya seakan berubah sejak Leo menyatakan cinta padanya. Awalnya Cella percaya pada perkataan Leo yang dia tidak akan meninggalkannya. Tapi Cella salah, Leo seakan yang meminta Cella untuk pergi.
Dengan cepat Cella turun dari tempat tidur dan berlari keluar UKS. Tanpa memperdulikan panggilan Dokter, Leo ataupun Nael.
Tujuan pertama Cella adalah toilet perempuan. Cella terduduk di lantai dengan wajah frustasi miliknya. Dengan segera Cella meraih ponselnya yang ada di saku celana olahraga dan mengirimkan pesan untuk Emil agar bisa menyusul ke toilet.
Beberapa menit kemudian Emil sudah tiba di toilet dan langsung memeluk Cella. Karena melihat Cella yang frustasi dan seakan penuh beban. Cella menceritakan semua yang terjadi di UKS. Tentang bagaimana sikap Leo yang makin hari makin berubah dan menyebalkan.
"Hanya ada satu cara, Cell. Lo harus milih. Leo atau Nael?" Emil memberi saran.
"Gue nggak tahu, Mil. Gue capek." Cella menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau lo nggak segera milih, lo secara nggak langsung nyakitin hati Leo sama Nael, Cell. Lo harus milih. Buka hati lo." Emil menekankan kalimat terakhir.
Cella menyembunyikan wajahnya di antara lutut. Dia benci situasi ini, dia benci jika harus memilih. Semua masalah terus menimpa dirinya. Cella pikir setelah jujur tentang apa yang dia rasakan pada Leo saat itu, semuanya sudah beres. Ternyata tidak. Masalah akan terus berkembang biak.
Karena melihat Cella yang semakin lemas, Emil meminta Cella untuk kembali ke UKS dan beristirahat. Beruntung Cella mau dan mereka berdua pergi ke UKS.
Di depan pintu UKS, Emil dan Cella bertemu dengan Leo dan Nael yang nampaknya sedang berdebat akan sesuatu. Emil hanya melirik dua orang itu sekilas lalu masuk ke dalam UKS untuk mengantar Cella.
Setelah beberapa menit kemudian, Emil keluar dengan tatapan kesal nan dingin kepada Leo dan Nael.
"Jangan ganggu Cella dulu sampai dia sembuh. Juga, kurangi debatnya." Kata Emil.
"Cella kenapa? Cella sakit karena Nael'kan?" tanya Leo berusaha membuat ekspetasinya benar.
Emil menggeleng dengan cepat, "Bukan. Kak Nael yang bantu Cella malah."
"Kan gue bilanga apa! Benci banget, sih lo sama gue." Sahut Nael.
"Udah. Intinya jangan ganggu Cella dulu. Kalian kalau masih mau tengkar sewa ring tinju aja sana." Kata Emil lalu pergi meninggalkan mereka berdua, kembali ke kelas untuk mengikuti jam pelajaran selanjutnya.
***
Rio menium sup ayam yang ada di sendoknya sebelum dia masukan ke dalam mulut. Dengan lahap, Rio menyantap makan siangnya di kantin sekolah bersama Leo yang dari tadi hanya memandangi baksonya tanpa memakannya sedikitpun. Jika sampai menit-menit terakhir Leo masih belum mau makan baksonya, Rio berencana akan memakannya.
"Lo pilih gue yang makan atau lo yang makan?" tanya Rio akhirnya, menunjuk makanan Leo.
Leo menghembuskan nafasnya berat, "Gue bingung."
"Gue tanya apa, lo jawabnya apa?"
"Rio! Gue serius." Leo sedikit meninggikan suaranya.
"Gue juga serius kali. Gue masih mau makan lagi." Jawab Rio.
Leo memutar bola matanya malas.
"Gue bingung.""Lo udah ditolak Cella masih bingung aja." Jawab Rio
Leo dengan cepat langsung mengangkat sendok seakan mau melempar sendok itu ke wajah Rio. Refleks, Rio langsung menutup wajahnya seperti melindungi diri.
"Gue nggak percaya Cella nolak gue dan lebih milih Nael." Leo meletakan kembali sendoknya.
"Cella juga punya buat milih kali. Kalau gue jadi Cella, sulit buat milih." Jawab Rio kembali menyantap sup ayamnya.
"Kok bisa?" tanya Leo.
"Sama-sama bego dan nggak guna. Jadi bingung milih yang mana." Ledek Rio.
"Serah lo." Jawab Leo dengan ekspresi kesal. Percuma bicara dengan Rio kalau sedang makan. Tidak ada yang serius.
"Lagian lo, sih. Udah ditolak masih nggak percaya aja. Atau lo cemburu sama Nael?" tanya Rio dengan senyum di wajahnya, merasa dugaannya benar.
Leo tertawa sinis, "Gue cemburu sama, tuh bocah?"
"Iya'kan. Lo aja sudah simpulkan sendiri kalau Cella lebih milih Nael ketimbang lo." Jawab Rio dengan ekspresi penuh kebanggan karena dugaannya sudah pasti benar.
"Ya itu karena, karena..." Leo terdiam, nampak sedang berfikir. Di sisi lain Rio sudah tertawa penuh kemenangan.
"Karena Cella tadi lebih bela Nael dari pada gue di UKS." Jawab Leo yang akhirnya berhasil membuat alasan.
"Dari cerita yang gue dengar dari Emil. Itu salah lo. Nael sudah baik mau bawa Cella ke UKS. Lo malah nuduh dia sembarangan padahal Nael nggak tahu apa-apa." Rio menjelaskan.
Leo nampak kesal, "Lo temannya siapa, sih?"
"Teman lo, tapi sekarang temannya Nael juga. Gue lihat-lihat, dia orangnya baik, kok." Rio kini nampak sedang membela Nael juga.
Leo mendengus kesal, "Semua orang aja bela dia." Gumamnya.
"Kan, lo cemburu!" Rio menunjuk tepat di wajah Leo dengan sendok yang tadi dia gunakan untuk makan.
"Apaan, sih? Ngapain cemburu sama dia?" Ekspresi Leo berubah dingin.
Rio tertawa, Leo seperti anak kecil yang tidak mau mengakui kesalahannya.
"Serah lo, deh. Tapi kalau lo masih nggak percaya aja, mending lo tanya lagi aja ke Cella. Minta kepastian yang benar-benar pasti.""Memang dia mau jawab jujur?" tanya Leo.
Kini Rio yang mendengus kesal, "Lo jauh lebih kenal Cella dari pada gue. Harusnya lo jauh lebih tahu, dong. Tapi menurut gue, sih pasti di jawab. Dan jujur."
Leo terdiam, nampak berpikir apakah cara yang Rio katakan akan dia lakukan atau tidak.
"Coba aja dulu. Tapi ingat, apapun jawaban Cella, terima. Jangan marah sama Cella atau orang lain. Itu pilihan Cella, itu haknya." Lanjut Rio memberi saran.
Setelah berpikir cukup lama dan sudah merasa matang dengan pilihannya. Leo mengangguk dan memutuskan untuk mengikuti saran Rio.
_________________________________
_______________________
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMATIC. [THE END]#ODOC #ODOCTheWWG
Teen Fiction"Aku benci...tidak, aku takut jatuh cinta. Lagi." Cella benci pacaran. Dia tidak percaya dengan cinta, baginya itu semua hanya omong kosong belaka. Pada akhirnya, akan jatuh lagi, patah hati lagi. Dia menolak semua cinta yang datang padanya. Membuat...