Langit malam menjadi pemandangannya saat itu. Beruntung bintang ikut serta menemani. Angin sejuk juga ikut ambil bagian mengisi malam itu. Udara dingin cukup menusuk kulitnya. Hanya kemeja putih yang digunakan untuk melindungi kulit dari dinginnya malam.
Nael menjatuhkan putung rokok, lalu menginjaknya sampai asap pada rokok itu benar-benar hilang. Nael duduk di taman dekat rumah Cella. Entah angin apa yang membawanya sampai kemari. Nael butuh tempat beristirahat dan di sinilah dia. Duduk di bangku taman sampai menikmati udara malam.
Dinginnya malam tidak mengganggu Nael yang itu. Pikirannya terpenuhi tentang orang tuanya. Seakan tak ada tempat di otaknya untuk berpikir hal lain. Otaknya penuh. Penuh dengan masalah dan tekanan.
"Kak Nael?"
Nael mengangkat kepalanya yang dari tadi dia tundukan melihat Cella yang berdiri di depannya dengan piyama bermotif anak anjing.
"Kak Nael ngapain di sini?" tanya Cella.
"Ah, itu... Gue juga nggak tahu ngapain, sih. Cuman mau cari angin aja." Jawab Nael, menunjukan sedikit senyum di wajahnya.
Cella mengangguk paham. Lalu pandangannya beralih pada jari-jari tangan Nael yang terluka sampai membuat beberapa plester di tangannya terbuka.
"Itu kenapa, Kak?" Cella menunjuk tangan Nael.
"Ah, ini. Tadi waktu perjalanan ke sini jatuh dari motor. Bukan luka besar juga." Jawab Nael sambil memperhatikan luka di tangannya.
"Jangan di biarin. Tunggu di sini, ya." Cella sedikit berlari meninggalkan Nael yang masih duduk di taman.
Beberapa menit kemudian, Cella kembali dengan kantong kresek di tangannya. Cella segera duduk di samping Nael, meraih tangan laki-laki bermata hitam gelap itu lalu menyiramnya dengan air kemasan botol yang tadi Cella beli di supermarket, juga membeli beberapa benda yang kira-kira bisa digunakan untuk mengobati luka.
Perlahan Cella membersihkan luka Nael lalu mengeringkannya dengan tisu. Setelah itu dengan telaten, Cella meneteskan obat luka pada tangan Nael.
"Perih." Kata Nael pelan.
"Sebentar." Jawab Cella sambil terus meneteskan obat luka. Lalu Cella mulai menempelkan plester pada jari-jari Nael dengan hati-hati agar Nael tidak merasa sakit.
"Makasih, Cell." Kata Nael dengan senyum mengembang di wajahnya.
Cella tersenyum lebar sambil merapikan benda-benda yang untuk mengobati luka tadi.
"Sama-sama. Anggap aja balas budi. Dulu, Kak Nael juga pernah bantu ngobatin lukaku."Nael mengangguk disambung tawa kecil karena mengingat kejadian saat dirinya pertama kali bertemu dengan Cella.
"Btw, ngapain kamu keluar malam-malam?" tanya Nael.
"Habis ngantar kue pesanan di rumah temannya mama." Jawab Cella yang sedang mengayun-ayunkan kakinya.
Nael mengangguk paham. Lalu setelah itu suasana hening. Nael merasakan rasa nyaman saat Cella berada di sampingnya. Dan Nael suka itu, walaupun Cella tidak tahu apa yang ada di hati dan pikiran Nael saat ini.
Cella duduk di samping Nael sambil mengayun-ayunkan kakinya. Matanya terpaku pada langit malam. Beberapa kali Cella juga menggosok-gosokkan tangannya karena kedinginan.
"Kamu pulang, gih. Kedinginan gitu." Pinta Nael.
Cella menggeleng pelan, "Nggak, Kak. Males pulang juga. Lagian, kasihan Kak Nael sendirian di sini."
Nael tertawa kecil, "Nggak baik, loh perempuan di luar malam-malam."
"Iya, sih. Kak Nael juga, kenapa di luar malam-malam?" tanya balik Cella.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMATIC. [THE END]#ODOC #ODOCTheWWG
Ficção Adolescente"Aku benci...tidak, aku takut jatuh cinta. Lagi." Cella benci pacaran. Dia tidak percaya dengan cinta, baginya itu semua hanya omong kosong belaka. Pada akhirnya, akan jatuh lagi, patah hati lagi. Dia menolak semua cinta yang datang padanya. Membuat...