TIGA

18.2K 887 26
                                    

TIGA

"RANGGA NGGAK MAU PUNYA MAMA TIRI, PA. RANGGA BAKAL JAMBAK RAMBUTNYA JUGA SAMPAI RONTOK!"Teriak Rangga keras diambang pintu dengan pandangan yang nyalang kearah Pian.

Supir yang berada di belakang Rangga, mengkeret takut melihat tatapan tajam Pian yang mengarah kearahnya.

"Gara-gara kamu, Sha "desis Pian pelan pada Shasa.

Shasa membuang wajahnya kearah lain.

Pian terlihat mengacak rambutnya frustasi. Dalam hati, laki-laki yang berusia 29 tahun itu menghitung mundur sampai tiga. Lihat saja kelakuan anaknya, sangat melelahkan.

BRUK

Rangga mengeluarkan semua isi tasnya dan melemparnya asal ke lantai.

"Jangan, sayang!"Shasa melangkah dekat kearah Rangga yang tengah kalap mengeluarkan isi tasnya, dan melemparnya di atas udara dan bertebaran dilantai putih rumahnya.

"No, Mama. Rangga kesal sama papa."Ucap Rangga tanpa memandang kearah Shasa yang berada di sampingnya.

"Papa harus dihukum, Ma. Papa sering bolos datang ke rumah. Kayak teman Rangga yang sering bolos di sekolah di hukum juga sama Pak Yoga. Papa harus, Rangga hukum."sungut Rangga sungguh-sungguh dengan raut wajah yang kesal dan serius.

"Papa sibuk kerja."Beritahu Shasa lirih.

Mata Rangga semakin memanas mendengar suara lirih mamanya. Anak yang berusia delapan tahun itu tau kalau mamanya berbohong.

Ada jejak air mata yang telah mengering di mata kedua pipi mamanya. Mamanya habis menangis. Pasti karena papa. Simpul anak yang berusia delapan tahun itu dalam hati.

"Rangga sayang, Mama."Ucap Rangga penuh cinta.

"Rangga benci, Papa. Papa jahat!"pekik Rangga dengan mata yang memicing kearah Pian.

Air mata Rangga, perlahan mengalir dalam diam. Anak itu menyimpan amarah dalam hatinya untuk papanya. Papanya jarang berada di rumah, jarang bermain dengannya, sering buat mamanya nangis diam-diam juga. Rangga yang kecil selalu mengintip dalam diam apa saja yang di lakukan oleh papanya terhadap mamanya.

Hati Pian sakit melihat air mata anaknya yang mengalir dalam diam. Ia juga sering memberi harapan palsu pada Rangga tentang bertemu nenek dan kakek. Pian melangkah dengan lebar kearah Rangga. Ia ingin memeluk dan menenangkan anaknya.

"Jangan nangis. Wajah Rangga jelek kalau nangis."Ucap Shasa sambil menghapus lembut lelehan air mata anaknya.

Rangga menggeleng pelan, dan memberi senyuman manis pada mamanya, dan ikut membantu mamanya menghapus kecil air matanya.

"Papa mau di hukum sama, Rangga. Hukumannya apa, sayang?"Tanya Pian lembut dengan tangan yang tengah mengelus lembut kepala Rangga.

"Benaran papa mau di hukum sama, Rangga?"Tanya Rangga semangat dengan raut wajah yang jail.

Pian mengangguk wa-was. Ia tau begaiman nakalnya anaknya di sekolahnya. Ini semua salahnya. Terlanjur basah, dan ia akan memperbaiki semuanya nanti.

"Rangga penasaran sama rasa air kencing. Rangga lihat ada lomba minum air kencing di Tivi kemarin. Rangga mau papa minum air kencing, dan kasih tau Rangga rasanya seperti apa."Ucap Rangga dengan senyuman yang tersungingg indah di wajahnya.

"Rangga! Yang sopan, sama papa, sayang."Ucap Shasa dengan nada yang sedikit keras pada anaknya.

Ia tidak ingin anaknya memiliki karakter dan sifat tak sopan seperti ini.

Rangga mematung di tempatnya dengan kepala yang menunduk dalam.

Melihat anaknya yang menunduk sedih, Pian mengarahkan pandangannya kearah Shasa tajam. "Jangan bentak anakku."bisiknya geram.

"Hukuman di ganti."Ucap Rangga serak.

Ia begitu dendam pada papanya yang jarang pulang ke rumah.

Rangga membuka kancing bajunya tergesa dan melemparnya asal ke lantai. Setelah itu, anak itu terlihat menarik turunkan resleting celananya. Rangga melepaskan celana seragam merah hatinya tergesa. Hanya dalaman saja yang tersisa.

"Kenapa di lepas? "Tanya Pian bingung.

Supir yang berdiri diambang pintu sedari tadi perlahan melangkah mundur. Ia tidak ingin dapat bentakkan dari atasannya Pian.

"STOP, SAYANG."Pekik Pian keras melihat Rangga yang membuka celana dalamnya dengan slow motion.

"Balikan badan kamu, Sha. Kamu nggak boleh lihat punya, Rangga."pekik Pian kalang kabut melihat anaknya Rangga yang telah telanjang bulat di depannya.

Lebay! Rutuk Shasa kesal dalam hati.

"Rangga udah besar."Pekik pian lagi geram.

"Gila!"Umpat Shasa pelan.

Shasa tidak menggubris ucapan Pian. Shasa ingin meraih anaknya tapi keburu oleh Pian.

"Nggak boleh lihat. Mata kamu ntar ternodai."Pian menggendong anaknya dari depan, dan menutup rapat pantat kecil Rangga yang terekspos dengan kedua tangan kekarnya.

Cuurrrrr.....

Mata Pian melotot. Dia merasa hangat dan basah di bagian perutnya.

"Aahhhhh...lega! Rangga nahan kencing dari tadi, Pa"Ucap Rangga tanpa rasa dosa.

Rangga sangat hapal, papanya begitu cemburuan. Walau Rangga sendiri belum paham dan tau apa itu cemburu. Intinya papanya tidak suka kalau ia begitu manja, dan mamanya melihat ia yang telanjang, sejak ia berumur tujuh tahun. Papanya aneh dan jahat juga.

Shasa tertawa geli melihat raut wajah masam Pian.

Bodohnya dia! Sudah berapa kali ia di bodohi dan dijaili anaknya dengan cara mengompol, sial!

"Kita baca bismillah, nggak, si dulu bikinnya"Ucap Pian pelan dengan nada ambigu, takut otak Rangga semakin ternodai.

SUAMIKU KAKAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang