TIGA BELAS
Rangga menunggu tak sabar mamanya untuk segera mengangkat telepon dari Om Daniel. Rangga tengah duduk manis di atas motor matic yang telah di standar dua Om-nya di bawah pohon rindang yang besar. Daniel berniat mengajak Rangga jalan-jalan, dan makan. Daniel merasa bersalah karena menatap tajam pada Rangga tadi. Laki-laki itu begitu sayang pada Rangga bahkan Rangga sudah di anggap oleh laki-laki itu anak sendiri mengingat ia yang hanya tinggal sendirian di rumahnya yang lumayan besar itu, dan merasa kesepian sepanjang hari.
"Sudah belum, Om? Tumben mama lama angkat teleponnya."Tanya Rangga tak sabar. Ia ingin segera menjelajahi beberapa tempat kuliner bersama Om-nya itu seperti bulan lalu. Sangat menyenangkan.
Daniel tidak memandang kearah Rangga sedikitpun hanya menggumam kecil dengan kepala yang menggeleng-geleng. Laki-laki itu tengah sibuk menghubungi Shasa tapi tidak di angkat. Sebenarnya boleh saja Daniel langsung mengajak Rangga jalan-jalan, dan makan di siang yang terik ini dengan meminta ijin lewat sopir pribadi Rangga, tapi Daniel nggak enak sama Shasa.
"Ish! Kirim pesan aja, Om. Mama baik nggak marahin, Rangga sama Om. Paling, Papa yang marah. Tapi, Papa nggak ada di rumah."Ucap Rangga girang dengan senyum lebarnya.
"Ok. Tunggu bentar, Om kirim dulu pesan untuk mamamu. Kita makan-makan sekitar sejam lebih, ya. Kamu harus tidur siang supaya nggak kelelahan."Ucap Daniel lembut dengan kata-kata yang berisi perhatian, membuat Rangga terpana.
Dalam hati kecil anak itu, selalu menyayangkan, kenapa papanya tidak seperti Om Daniel saja? Tapi, sayangnya Rangga tidak pernah tau apa jawaban yang membuat papanya jarang pulang, dan tidak mengajaknya untuk bertemu nenek kakeknya bersama mamanya.
"Sudah, ayo kita berangkat. Awas kalau nggak habisin makanannya nanti. Bayar sendiri hukumannya."Ucap Daniel dengan nada mengancam yang di buat-buat.
Rangga terlihat tertawa kecil mendengar ucapan Daniel. Dengan sombong, Rangga mengangkat kepalanya, dan mencolek perut Daniel agar memandang kearahnya.
"Uang Rangga banyak, Om. Nggak bakal habis untuk satu miliar hari. Gitu kata Papa. Tapi, celengan Rangga di simpan di rumah."
"Rangga bisa bayar sendiri. Papa Rangga, kan kaya. Hehehe. Benar, Om, Papa Rangga kaya?"Tanya Rangga dengan wajah malu-malu.
Daniel terpana dengan mulut menganga mendengar ucapan angkuh Rangga dengan wajah yang berbinar bangga.
Anak sama Ayah sama saja, darah laki-laki pengecut itu lebih kental ternyata dari darah Shasa.
"Iyain, aja, deh. Yang kaya."Ucap Daniel geli.
"Makasih...makasih,"Ucap Rangga malu. Ih, Rangga senang kalau papanya benaran kaya biar dia bisa beli apapun apa yang mamanya inginkan dengan uang papanya.
"Bocah, gelo!"Ucap Daniel gemas.
"Eh, apa Om. Om bilang apa barusan, Rangga nggak dengar?"
"Rangga ganteng."Ucap Daniel geli.
Yanga benar saja, wajah Rangga seketika memerah bak tomat. Halah, gila pujian juga ternyata anak si Pian. Rutuk Daniel geli dalam hati. Dengan cepat Daniel segera naik keatas motor, dan melaju dengan santai menuju tempat tujuan pertama mereka, mengisi perut dengan makanan berat di siang hari.
****
Rangga terlihat lahap, dan menyendok ice creamnya sampai sendoknya penuh. Daniel memandang geli kearah Rangga, perut Rangga ternyata luas, masa tadi sudah makan satu porsi nasgor, telur mata sapi dua ceplok, batagor, cilok, semua anak itu lahap tadi dan sekarang ice cream cup besar di lahap rakus oleh anak itu. Pantas badannya lumayan besar dari anak seusia Rangga lainnya.
"Pelan-pelan makannya. Nggak ada yang kejar apalagi yang ngambil."ucap Daniel sembari mengelap pipi Rangga dengan tisu karena ice cream yang anak itu makan sampai tercecer kemana-mana.
"Ada yang kejar, Om. Gimana kalau papa pulang cepat. Rangga takut mama di marahi papa nanti."Ucap Rangga di sela makannya.
"Okay, makan cepat kalau bisa. Om kebelakang sebentar, jangan kemana-mana, okay!"Ucap Daniel dengan nada penuh penekanan agar Rangga patuh.
Rangga terlihat mengagguk. Daniel ingin pipis. Dia sungguh payah kalau berususan dengan makanan yang mengandung banyak air. Bawaannya ingin pipis terus. Daniel melangkah tergesa menuju toilet, dia sudah nggak tahan.
Sedang Rangga terlihat acuh dan sibuk melahap habis ice creamnya tanpa peduli dengan segala aktifitas lainnya di sekitarnya. Tapi, suara berat, dan angkuh itu, terdengar familiar di telinganya.
Tangan kecilnya tiba-tiba menyimpan sendok ice creamnya, dan kepala kecilnya memutar ke kanan kiri untuk memastikan kalau suara yang tengah mengalun itu adalah suara milik seseorang yang sangat amat di kenalnya.
Aha! Dia menemukannya, dan benar saja, suara yang bernada angkuh itu adalah orang yang Rangga kenal. Seketika senyum yang sangat lebar terbit di kedua bibir basah, dan merah anak yang berusia delapan tahun itu.
Dengan pede dan lihay, Rangga turun dari kursi, dan berjalan tergesa menuju PAPA-nya yang terlihat tengah berbincang serius dengan seorang laki-laki tua berkepala botak.
Hap!
Rangga memeluk erat pinggang Pian membuat Pian kaget, dan hampir saja tangan besar itu menyingkirkan tubuh kecil yang telah dengan lancang memeluknya seperti ini di depan umum dengan kasar.
Tapi, tangannya tertahan di udara, di kala ia mengenal hanya dari atas kepala, dan aroma anak laki-laki berseragam merah hati yang tengah memeluk erat pinggangnya. Ada dua unyeng di kepala anak yang tengah memeluknya. Oh sial! Ini adalah Rangga, anaknya.
Kontan, Pian merasa gugup.
"Papa! Yey Rangga ketemu Papa di sini."Ucap Rangga girang membuat Pian semakin gugup.
"Lepas, Nak. Kamu siapa? Saya nggak kenal!"Ucap Pian terbata sembari mencoba melepas belitan kuat tangan Rangga di pinggangnya.
Rangga memandang papanya dengan mulut menganga lebar.
Kok papa nggak mengenalnya?
Tbc
Ebook suamiku kakakku ready di playbook. Bisa beli dan donload di sana yg mau baca cepat
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU KAKAKKU
RomanceLAPAK DEWASA 21+ 28-18-2019 SINOPSIS CERITA SUAMIKU KAKAKKU Awalnya benci tapi pada akhirnya, rasa benci Pian untuk adik angkatnya berubah menjadi rasa cinta yang dalam. Obsesi dan keinginannya sangat besar pada adiknya. ia ingin, Shasa menjadi mili...