19

8.3K 504 12
                                    

SEMBILAN BELAS

Pian tersenyum sinting sedari satu jam yang lalu. Ia bagai orang gila kerana hanya memandangi wajah lelap Shasa selepas mereka bercinta sampai pukul setengah tiga sore sekarang. Ia jadi nggak sabar menunggu hari esok menyapa. Pian yakin, Shasa akan menangis haru karena akhirnya ia bisa bertemu mamanya walau mama angkat, tapi Shasa lebih senang karena ia akan memberitahu tentang status mereka yang sebenarnya pada kedua orang mereka.

Pian harus menyiapkan fisiknya hari ini, Pian yakin akan ada dampratan dari mamanya, dan papanya. Oh astaga...Pian tiba-tiba merasa takut pada papanya. Bagaimana respon papanya. Pian tidak ingin mengecewakan papanya dengan berbuat hal yang buruk. Papanya terlalu baik untuk ia sakiti hatinya termasuk mamanya.

Tapi, sakit fisiknya tidak sebanding dengan sakit hati, dan batin yang isterinya rasakan selama ini!

Pian memandang lembut pada wajah Shasa yang tengah meringkuk menghadapnya. Dengan tangan kiri yang mengelus penuh sayang pada bibir merah isterinya yang sedikit lecet. Sialan! Ia begitu bernafsu tadi sampai-sampai bibir Shasa jadi korbannya tapi Shasa juga tak kalah semangat dengan dirinya tadi.

Semoga saja adik untuk anaknya Rangga jadi, dan tumbuh dengan sehat di dalam sana. Biar ikatan ia, dan Shasa semakin kuat.

"Makasih banyak, sayang. Untuk yang barusan. Kamu nggak akan pernah bisa lepas dari jerat aku. Sampai ke sarang semut kamu bersembunyi'pun akan tetap aku temukan pada akhirnya."Ucap Pian dengan nada mengacam tepat pada telinga Shasa membuat Shasa bergidik dalam lelapnya.

Pian terlihat mengantuk, semenit, dua menit, dan tiga menit, akhirnya laki-laki itu terlelap menyusul sang isteri.

****

Shasa memandang nyalang kearah wajah damai suaminya yang terlelap. Ia barusan bangun dari tidurnya, dan sekarang ia tengah menatap intens pada wajah suaminya yang terlihat manis, dan imut apabila tengah terlelap seperti saat ini.

Shasa sedikit menyesali keputusannya yang memaafkan suaminya semudah ini. Dan terlena akan segala bujuk rayu suaminya yang mematikan saraf, dan akal sehatnya tadi.

Shasa teramat takut, janji-janji manis yang di ucapkan oleh suaminya tadi hanya bualan semata, dan akan berujung kepahitan untuk ia, dan anaknya, Rangga rasakan lagi.

Tapi dari sinar mata suaminya, memancarkan sinar serius, dan sungguh-sungguh. Semoga saja suaminya tidak bohong. Kalaupun suaminya membohonginya kali ini, sudah cukup. Shasa akan benar-benar pergi dari hidup suaminya sejauh mungkin. Dengan persediaan beberapa kartu pemberian suaminya selama ini telah berada di tangan Daniel, kakak sepupu angkatnya untuk menarik sebanyak mungkin uang yang berada dalam sana sebagai bekal kehidupan ia, dan Rangga tanpa ada sosok Pian yang menamani nanti.

"Semoga kamu nggak ingkar, Kak. Aku bukan malaikat yang punya sifat sabar lebih. Cup!"bisik Shasa lirih tepat di depan bibir suaminya yang sedikit terbuka, di ahkiri ciuman lembut penuh cinta yang Shasa berikan.

Tanpa membuang waktu, Shasa dengan cepat bangkit dari baringannya. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Ia harus segera menyiapkan makan malam, dan melihat apa yang tengah di lakukan anaknya. Shasa yakin anaknya sudah bangun dari tidurnya.

Sebelum Shasa keluar dari kamarnya, perempuan itu mengambil acak pakaian tipis yang berada dalam lemarinya untuk mengganti pakaian yang telah koyak tanpa bentuk di tubuhnya.

Seteleh selesai, Shasa keluar dengan pelan dari dalam kamar, tidak lupa menutup pintu sepelan mungkin agar suaminya itu tidak terbangun.

****
Shasa memasak dengan hati riang dan wajah yang berseri kali ini. Anaknya Rangga terlihat bersemangat bahkan anak yang berusia delapan tahun itu mengerjakan tugas sekolahnya lebih awal.

Memasuki ruang keluarga, Shasa di sambut dengan wajah sumringah anaknya. Rangga mengaku ia tidak sabar ingin besok saat ini juga. Rangga penasaran dengan nenek, dan kakeknya. Uhuyy...akhirnya ia bisa memarken nenek, dan kakek di sekolah nanti. Semoga saja papanya nggak bohong lagi. Betgitulah isi hati anaknya tadi. Entah kenapa setelah Shasa melihat wajah bahagia anaknya. Shasa yakin Pian akan benar-benar menepati janjinya kali ini.

Sedangkan di dalam kamar yang telah sedikit gelap karena hari sudah gelap. Tubuh kekar, dan tegap yang di balut selimut satin tebal itu terlonjak dengan ksar dari tidurannya. Keringat di dahi bahkan seluruh wajahnya terucucur deras. Nafasnya tersengal-sengal tak beraturan dengan dada yang naik turun cepat, dan tak beraturan.

"Sial! Hanya mimpi buruk!"rutuknya kesal setelah ia berhasil menguasai dirinya.

Tapi rasa takut tetap melanda hatinya. Mimpinya begitu seram, dan tragis. Tanpa babibu laki-laki itu melompat dari kasurnya, dan melangkah secepat mungkin untuk segeta keluar menemui anak, dan isterinya.

"Aman."bisiknya penuh syukur di kala ia melihat anaknya Rangga tengah belajar dengan khidmat di ruang keluarga.

Tinggal keberadaan Shasa, tapi Pian ingin menyapa anaknya dulu. Dengan langkah pelan, dan nafasnya yang masih tersengal. Pian melangkah menuju Rangga yang terlihat serius kerana tengah memecahkan soal pembagian kurung dasar yang diberikan oleh Om Daniel kemarin.

"Sayangnya, Papa."Sapa Pian lembut.

Rangga mengalihkan pandangannya keasal suara. Senyum manis tersungging dengan indah di kedua belah bibirnya yang tipis.

Tapi, senyum manis itu perlahan memudar digantikan dengan wajah membeku yang shock.

"Papa..."Panggil Rangga berbisik.

"Sayang.!"Pekik Pian histeris melihat anaknya yang melompati meja kaca di depan sofa dengan mudah.

Pian membeku dengan mulut menganga di saat anaknya,

"Hup! Dapat! Besar, Pa, ya? Kayak ikan lele. Tapi punya papa nggak licin, kayak ikan lele."Pekik Rangga girang dengan satu tangan mungilnya yang memegang kuat pada benda keramat papanya yang terlihat tengah menegang kaku.

"SHASA ANAKMU INI MESUM! PUNYAKU YA TUHAN!" Histeris Pian kencang, dan melepaskan kasar miliknya dari tangan laknat anaknya. Pian berlari secepat kilat. Meninggalkan Rangga yang tengah tertawa terpingkal-pingkal di tempatnya dengan telapak tangan yang ia gunakan untuk menangkap milik papanya tadi terbuka lebar.

"Hihihi punya papa lucu. Rangga mau juga kayak gitu nanti."bisik anak itu gelo dengan mata yang menyipit karena tawa yang tidak bisa ia hentikan.

SUAMIKU KAKAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang