20

9.1K 533 1
                                    

DUA PULUH

"Papa jangan godain mama lagi, ayo cepat jalankan mobilnya!"Ucap Rangga dengan kesal karena anak yang berusia delapan tahun itu tidak sabar ingin segera menuju rumah nenek, dan kakeknya. Dan mendekap wanita, dan laki-laki tua itu, yang pasti rambutnya telah putih, dan kulitnya sudah keriput. Tapi, papanya malah mencolek-colek dagu sama bibir mamanya'kan Rangga jadi pengen colek juga. Tapi mau colek siapa?

Pian mendengus, dan memandang memincing kearah Rangga. Anaknya benar-benar nggak tau sopan santun. Anak siapa sih? Nggak mungkin anak laki-laki lain'kan? Mengingat wajah anaknya adalah copian wajah dirinya sendiri.

"Nggak sopan, ya sama papa. Nggak jadi berangkat kalau Rangga nggak minta maaf dulu sama papa."Ucap Pian dengan nada menggoda.

Serentak, Shasa, dan Rangga mendelik tak suka pada Pian membuat senyuman Pian luntur, dan laki-laki itu mingkem dengan wajah cemberut.

"Awas, ya kalau nggak jadi. Kami butuh pengakuan, kak. Aku akan benar-benar menggugatmu, kak. Kalau kakak mengecewakan aku terlebih Rangga sekali lagi."Bisik Shasa dengan wajah serius.

Pian seketika melirik kearah belakang, dimana ada Rangga yang tengah merapikan rambutnya dengan sisir kecil di tangannya. Pian takut, bisikan Shasa di dengar oleh anaknya. Bisa gawat itu.

"Kakak nggak mau jadi laki-laki pengecut lagi, Sha. Kita akan benar-benar menemui mama, dan papa. Kita berangkat, ya sekarang."Pian mengelus penuh sayang puncak kepala Shasa membuat dada Shasa membuncah di dalam sana.

Dengan senyum yang lebar, Shasa mengangguk semangat, dan kedua pipinya terlihat memerah karena mendapat perlakuan lembut suaminya, dan colekan-colekan nakal suaminya sedari tadi.

"Cium kilat boleh, ya sayang "Bisik Pian pelan.

Tanpa menunggu jawaban Shasa, Pian dengan segera mendekatkan wajahnya dengan wajah Shasa. Belum sempat bibir tebal itu mencium bibir tipis, Shasa.

Rangga dengan kejam menempelkan sisir kecil berwarna kuning di depan bibir papanya, dan sedikit menekannya kuat.

"Jangan mesum di depan, Rangga papa. Ketemu nenek dan kakek, cepat!."rengek Rangga dengan wajah memelas.

Pian menghembuskan nafasnya panjang. Sepertinya menambah anak, akan laki-laki itu pertimbangkan lagi. Anak satu saja, sudah membuat ia seperti ini. Shasa juga pasti akan di kuasai oleh anaknya. Fix, punya anak kedua di tunda dulu.

"Ok. Kita berangkat. Rangga sama mama bantu doa, ya. Biar kita selamat sampai tujuan."Ucap Pian sambil menyalakan mobilnya.

Shasa, dan Rangga serentak mengangguk, dan terlihat tengah berdoa terlihat dari mulut anak dan ibu itu yang berkomat kamit.

"Kalau ngantuk, Rangga tidur saja dulu. Satu jam lebih kita baru nyampe di rumah nenek."Beritahu Pian lembut pada anaknya. Kali ini Rangga mengangguk patuh. Ia tidak ingin keberangkatan di undur, makanya Rangga mengangguk saja dengan perintah papanya.

Dalam hati, Pian, dan Shasa merasakan kegelisahan, dan ketakutan besar. Takut bagaimana, dan seperti apa respon yang akan mereka terima dari kedua orang tua mereka.

****

Pian, dan Shasa terlihat menarik nafasnya panjang, dan menghembuskannya perlahan. Mereka telah sampai di rumah kedua orang tua mereka bahkan mobil mereka telah masuk ke dalam. Rangga terlihat pulas di kursi belakang. Pian, dan Shasa sepakat belum mau membangunkan Rangga. Mereka butuh menenangkan diri beberapa saat untuk menghadapi kenyataan yang akan terjadi nanti.

Shasa melirik takut-takut di dalam mobil pada halaman luas rumah yang telah lama ia tinggali. Rumah terlihat ramai, dan itu terlihat dari beberapa mobil mewah, dan biasa yang terpakir rapi di samping mobil mereka. Shasa melirik penuh tanya kearah Pian yang tak kalah bingung melihat halaman rumah luasnya di penuhi oleh beberapa mobil.

SUAMIKU KAKAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang