18

8.7K 503 4
                                    

DELAPAN BELAS

Pian memandang dengan wajah memelas kearah Shasa yang memunggunginya. Anaknya Rangga barusan terlelap, dan sudah Pian baringkan di kamarnya. Pian senang, anaknya sepertinya percaya, dan memaafkannya. Dalam hati, laki-laki itu berjanji tidak akan berbuat seperti itu lagi pada anaknya maupun pada isterinya, Shasa.

Dengan langkah lebar, Pian berjalan kearah Shasa yang tengah duduk terpaku dengan tatapan kosong di lantai yang di lapisi karpet tebal. Pian tidak tahan apabila di diamkan oleh Shasa seperti ini. Bisa saja ia memaksa Shasa, tapi kesalahannya fatal kali ini membuat ia tidak bisa berkutik sedikit pun.

Bahkan panggilan mamanya di tolak dengan kejam olehnya, dan mengaktifkan mode penerbangan agar tidak ada orang yang menganggunya hari ini. Pekerjaan yang ia tinggalkan sudah di ambil alih oleh asistennya, Dindo.

"Sha..."Panggil Pian dengan nada berbisiknya.

Tapi tidak ada respon dari Shasa sedikit'pun. Tubuh wanita itu bagai patung. Bahkan tidak ada pergerakan yang terlihat sedikitpun. Pian khawatir. Dengan pelan, laki-laki itu menjatuhkan tubuhnya di belakang Shasa, dan mendekap tubuh berisi Shasa dalam artian montok dari belakang dengan erat.

"Jangan diam seperti ini. Lebih baik kamu caci aku, Sha. Please kamu sangat menakutkan apabila seperti ini."Bisik Pian kali ini dengan mulut yang mengecup sesekali tengkuk Shasa yang tertutup rambut.

"Jangan sentuh aku."lirih Shasa pelan sekali. Tubuhnya dengan susah payah di majukan ke depan agar Pian tidak dapat menyentuh, dan menciumnya lagi dari belakang.

"Aku minta maaf. Aku sudah nyakitin hati Rangga. Tapi untung Rangga percaya, ya sama kebohongan papanya. Kamu juga bantu aku, Sha. Makasih, sayang. Aku janji nggak bakal kayak gitu lagi. Baik itu sama kamu, dan anak kita."Ucap Pian serius. Pian kali ini tidak akan membohongi atau menginkari janjinya lagi.

Seperti ucapannya tadi pada Shasa, dan anaknya kalau ia akan membawa Shasa, dan Rangga untuk bertemu mama dan papanya, untuk mengakui semua rahasia yang mereka simpan rapat-rapat. Di samping itu juga, mamanya mendesak agar ia membagi alamat rumah Shasa.

Tadi, hati Pian mencelus melihat wajah senang anaknya saat mendengar akan bertemu dengan nenek, dan kakeknya. Sinar ceria terpancar jelas di wajah anaknya. Awalnya Rangga sedikit tidak percaya padanya, gimana mau percaya, setiap dia menjanjikan akan mempertemukan anaknya, Rangga dengan nenek-kakek-nya, semua itu hanya janji manis yang berujung pahit.

Tapi, Pian sudah bersumpah bahwa ia benar-benar akan mempertemukan anak isterinya dengan kedua orang tuanya.

"Kesabaran kamu akan terbayar besok, sayang. Ini'kan yang kamu tunggu selama ini? Besok aku nggak akan ingkar, kita akan benar-benar bertemu mama, dan papa, dan mengakui semuanya."Bisik Pian, dan kembali memeluk Shasa dari belakang.

Perlahan tapi pasti, tubuh Shasa bergetar pelan. Perempuan itu menahan isak tangisnya. Di saat ia mulai memantapkan hatinya akan membeli surat untuk menggugat Pian besok. Tapi saat itu juga Pian menjajikan hal yang sangat wanita itu inginkan sedari dulu. Sebuah pengakuan. Pengakuan akan dirinya, dan pengakuan untuk anaknya yang malang.

Shasa bertekad akan menceraikan Pian dengan bantuan Daniel. Tapi hatinya seketika terterik akan penawaran ah bukan penawaran tapi sebuah janji yang di ucapkan oleh suaminya. Tapi, benarkah janji itu mampu di penuhi oleh suaminya. Bukan janji manis yang berujung pahit, dan memberi rasa sakit karena di beri harapan palsu seperti sebelumnya.

"Kamu sering janji, dan semuanya hanya dusta, dan harapan palsu."bisik Shasa lirih membuat tubuh Pian menegang.

"Maaf, tapi besok aku tidak akan mengikari janjiku, dan tidak akan memberi harapan palsu padamu, Sha. Maafkan aku, aku mencintaimu."Balas Pian ucapan isterinya yang seratus persen benar.

"Aku juga sudah memantapkan hatiku, kak. Kalau kakak ingin tau. Aku berniat membeli surat untuk menggugatmu. Secepatnya."Ucap Shasa dengan suara yakin, dan berani.

Sekali lagi tubuh Pian menegang. Rahangnya hampir jatuh ke bawah. Dada laki-laki itu berdetak menggila di dalam sana. Tapi dengan cepat laki-laki menguasai dirinya lagi.

"Itu nggak akan pernah terjadi. Kamu tau kalau aku punya hal besar yang akan menyurutkan semua niat busukmu yang ingin meninggalkanku, sayang."Ucap Pian dengan kekehan sinisnya.

Shasa seketika menegang kaku mendengar perkataan Pian barusan. Shasa semakin tidak berdaya apabila Pian menggunakan kata-kata barusan untuk mengancamnya. Isak tangis perempuan itu akhirnya pecah membuat Pian semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Shasa.

"Aku mencintaimu. Nggak ada wanita lain yang pernah menyentuh hati ini. Kamu sendiri tau dari dulukan, sayang? Pikiran, dan hatiku selalu berpusat padamu, sayang. Aku tidak pernah berkhianat, tidak pernah main tangan padamu, hanya satu kesalahanku yaitu menyembunyikan kalian. Tapi besok aku akan merubah sikap pengecutku itu. Kita bertemu mama dan papa."Bisik Pian lirih. Apa yang dikatakan oleh Pian tulus dari hati yang dalam. Bahkan tangan kekarnya tidak pernah disentuh oleh wanita lain selain mama, dan tentunya Shasa, selaku isteri, dan wanita yang laki-laki itu cintai dengan sepenuh hati. Kalaupun ada sentuhan dengan wanita lain itu bukan keinginannya.

"Kakak nggak bohong'kan? Kakak mau bawah Shasa, dan Rangga ketemu mama, dan papa?"Tanya Shasa pelan dengan tubuh yang masih membelakangi tubuh suaminya.

"Lihat wajah kakak. Shasa duduk menghadap kakak. Lihat sinar mata kakak. Biar Shasa percaya, sayang" Shasa menurut, dan memutar badannya menghadap Pian. Sinar mata suaminya memancarkan sinar serius.

Tangis wanita itu semakin kencang. Tidak menyangka, waktu yang ia tunggu akhirnya datang juga. Waktu dimana suaminya sadar bahwa selama ini ia salah, dan membuat luka hati dan batinnya. Bayangkan saja, bagaimana sakitnya di sembunyikan selama sembilan tahun tentang pernikahanmu. Bahkan dirinya sendiri menganggap dia hanya wanita simpanan suaminya, belum lagi kesakitan lain yang laki-laki itu lakukan padanya. Tapi semuanya akan berakhir kesakitannya, semoga saja.

"Kakak benar cinta sama, Shasa saja?"Shasa memandang dalam pada Pian, dengan mata sayu dan teduhnya.

"Benar. Sangat cinta malah."Pian meyakinkan Shasa.

"Shasa juga cinta kakak. Janji besok ketemu mama papa?"

Pian mengangguk mantap, dan memberi senyum hangatnya pada Shasa.

"Janji. Tapi, sekarang kita bikin dedek, ya untuk Rangga."Ucap Pian dengan suara seraknya.

SUAMIKU KAKAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang