8 : Act Like Dont Like It

5.5K 725 6
                                    

"Ini leadnya coba deh diubah lagi, masih kepanjangan. Kalau bisa sih lebih diperhalus lagi. Inget, pembaca itu awal mula tertarik atau enggak sama berita yang kita tulis dari leadnya."

Rara mengangguk mengerti, dia mengambil alih kursi putar di depan komputer. Memperbaiki tulisan beritanya.

Sedangkan Kanaya menjatuhkan pilihannya untuk duduk di samping Jinan yang sedang bermain game. Di samping Jinan, Wishaka juga ada di sofa yang menghadap komputer itu.

"Yes! Menang!" seru Jinan sembari beranjak dari sofa. Diam–diam melirik Wishaka agar bergeser dan membuat pergerakan. Wishaka malah membalas tatapan Jinan galak.

"Han, belum pulang?" tanya Kanaya pada Yohan yang masih asyik selonjoran sembari bermain ponsel di sofa sebelah, depan meja satu lagi.

"Nanggung, bentar lagi level up."

Kanaya memutar bola matanya malas. 

Game mulu--batinnya.

"Kenapa nggak dirumah aja sih? Ntar pulang lo kemaleman lagi."

Yohan tidak mendengarkan, dia lebih asik dengan ponselnya.

Melihat orang–orang sibuk sendiri, Kanaya membuka ponselnya dan iseng menscrolling timeline Instagram, melihat apa ada hal menarik yang bisa Ia tertawakan. Padahal jika diperhatikan, ada satu orang gabut yang hanya diam memperhatikan gerak – gerik gadis itu.

"Kamu pulang ke mana?"

"Hm? Rumah."

Wishaka mengangguk mendengar jawaban Kanaya.  "Ibu udah di rumah?"

Seingatnya, seminggu lalu Ibu Kanaya sempat di opname selama beberapa hari.

Kanaya mengangguk. "Eh Shak, Bang Siddiq nggak bisa ngeredakturin sampe kapan?" tanya Kanaya.

"Katanya sih, sekitar 2 minggu. Dia sibuk ngurus projectnya itu kan. Kenapa? Kamu keberatan gantiin dia di hari senin?"

"Yah, gimana ya, senin tuh satpam komplek suka izin pulang duluan. Gue takut pulangnya." curhat Kanaya, tatapan matanya menyiratkan permohonan tak kasat mata.

"Terus gimana? Senin lagi magang, Jaiz sibuk ikut lomba, mau nyerahin semuanya ke Wishaka?"

Kanaya dan Wishaka menatap Jinan yang duduk di hadapan mereka.

"Nggak gitu Nan maksud gue, yaa gue cuman bilang aja."

Kanaya menggaruk tengkuknya canggung. Jinan meletakan ponselnya di meja. Menatap sepasang adam hawa di depannya.

"Gini, udah seminggu ini Wishaka terus yang ngeredakturin. Padahal idealnya, sebagai Pemimpin Redaksi dia adalah konseptor. Yang gerak secara teknis langsung mengawasi reporter itu kalian para Redaktur. Ada Senin sebagai Sekretaris bisa ditarik jadi redaktur juga, tapi dia magang. Bang Siddiq udah semester akhir, gue yakin dia bakal demisioner duluan di tengah periode. Jaiz ngilang, mentingin lomba nya. Tinggal lu Nay. Gue harap lu bisa bantu Wishaka."

Kanaya mengangguk mengerti.

"Gue nggak keberatan kok handle redakturan seminggu," sahut Wishaka.

"Gue yang keberatan. Gue nggak mau LKM kita jadi pincang dan cuman jadi ajang numpang nama. Eksistensi nggak cuman sekedar nama man? Produktifitas tolak ukurnya."

"Yah kan, nggak sepanjang periode juga Nan. Kebetulan semua lagi sama–sama sibuk. Gue nggak. Kasian kalo Kanaya harus pulang malem sendiri."

"Tinggal lo anter lah. Biasanya juga bareng kan?"

Pers Kampus ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang