Sebuah langkah tegap bergema sepanjang lorong, Siddiq baru saja keluar dari ruang rapat Rektorat. Beres melobby jajaran rektorat. Pers Kampus harus terus berjalan, dan lini berita mereka akan sepi tanpa rektorat. Jadi mau tidak mau, negosiasi dan lobby diperlukan.
Kenapa harus dia?
Ke mana Hanif, Jinan, dan pimpinan lain?
Siddiq tahu betul, Hanif tengah sibuk membangun relasi kembali dengan para persma luar, menghadapi panggilan ikatan jurnalis di sana – sini, diundang ke acara persma kampus lain, bahkan dipanggil oleh pemerintah setempat. Pun begitu Jinan dan pimpinan lain.
Jadi, Siddiq putuskan dirinya yang turun berhadapan dengan rektorat ketika tiga piyik redaksi mengeluhkan perlakuan tidak enak jajaran rektorat saat mereka melakukan peliputan berita harian untuk website Pers Kampus.
"Gimana Kak?"
Rara langsung menghampiri Siddiq, ia dan kedua reporter lainnya harap – harap cemas.
Sebuah senyum menenangkan dilayangkan Siddiq. "Tenang aja, kalian udah bisa liputan kaya biasa lagi sekarang. Mulai besok, gak akan ada larangan liputan ke rektorat."
Hembusan nafas lega terdengar dari Rara, Thara dan Ayesha. Ketiganya tersenyum senang. Mereka bisa mulai melaksanakan tugas reporter seperti biasa sekarang.
"Gila, kalau gak ada Bang Siddiq gimana nasib kita?" tanya Rara penuh kebanggan.
"Hebat banget Kak Siddiq, makasih Kak."
Thara yang terbiasa memasang wajah datar saja tersenyum lebar.
"As expected, Jenderal Persma kita," girang Ayesha.
Siddiq ikut tersenyum juga.
Jenderal Persma
Tittle yang terkesan keren itu. Memiliki beban berat lebih dari yang dikira.
Orang – orang mungkin menganggap dirinya menjadi superpower karena memiliki gelar seperti itu. Padahal nyatanya, bukan superpower, tapi super responbility yang ditanggungnya sehari – hari.
Siddiq berjalan mengikuti langkah tiga piyik Redaksi di belakang. Sembari sesekali menanggapi celotehan Rara dan Ayesha, sedangkan Thara di sampingnya tak banyak bicara.
Sempat merasa aneh, bagaimana orang hyperactive kaya Sian – Naresha bisa jatuh pada gadis lesstalk seperti Thara?
Ketika mengetahuinya pertama kali dari Jinan, Siddiq sempat merasa sangsi. Tapi melihat sebelumnya Naresha pernah mendekati Wendy, mungkin tipe ideal Pimprus itu memang perempuan sejenis Wendy – Thara yang galak dan berani. Lalu Sian? Siddiq tak mau pusing, mungkin Sian memang lagi kerasukan saja.
Ketika berjalan sepanjang jalan kampus ke sekre Pers Kampus beberapa kali Siddiq disapa dan dihormat oleh beberapa orang. Mulai dari mahasiswa biasa, pejabat ormawa, dosen, bahkan dekan fakultas. Tiga piyik redaksi secara pelan – pelan mundur jauh ke belakang atau maju lebih dulu ke depan. Mereka terlalu kecil untuk berjalan berdampingan dengan sosok Siddiq.
"Eh, kalian kok jauh – jauh?" panggil Siddiq.
Beres berbicara sebentar dengan Ketua BEM FK selewat, ia berlari menyusul tiga piyik yang jalan mendahuluinya.
"Kak, jangan jalan samping kita dong? Minder kita," tutur Rara.
"Minder kenapa?"
"Ya semua orang kenal Kakak, seorang Siddiq Hakim siapa yang gak kenal di kampus. Luar kampus aja banyak yang kenal. Kalo jalan dampingan kita malah disangka kurcaci yang ikut - ikutan," keluh Ayesha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pers Kampus ✔ [Open PO Pers Kampus 1.0 & 2.0 check IG allyoori]
قصص عامة╰Pers Kampus ╮ • College life • Lokal • Semi baku Kisah mereka mencari berita hingga cinta. Dari nggak kenal, jadi kolega, katanya teman, kemudian sahabat, hingga jadi keluarga cemara. Prinsipnya, nyari berita sampe mampus! Mereka itu, • Peka sama g...
![Pers Kampus ✔ [Open PO Pers Kampus 1.0 & 2.0 check IG allyoori]](https://img.wattpad.com/cover/197855521-64-k128416.jpg)