59 : Selepas Hujan

3K 399 34
                                        

Selepas bertemu Wendy di dekat Jalan ke Gerbang Utama, Naresha tidak jadi ke sekre.

Ia memilih untuk diam dan duduk di kursi pinggir lorong sekre ormawa. Kursi lorong gedung itu ada di lantai 1 dan menghadap ke taman kecil dengan berbagai pot bunga dan air mancur kecil. Suaranya menenangkan, di tengah malam yang sepi ini.

"Kak Naresh?"

Sebuah suara menyadarkan Naresha dari lamunannya, menoleh ke samping, dan mendapati Thara berjalan seorang diri ke arahnya.

"Ngapain Kak di sini sendiri?"

"Kamu sendiri ngapain? Sendirian?"

"Kalo aku bilang berdua gimana?"

Naresha menyipitkan matanya. "Jangan nakutin deh." Thara terkekeh.

"Iya, aku sendiri. Lagi menyendiri dan mengasingkan diri apa gimana Kak?" senyum Naresha terukir, tapi terasa pilu.

"Lebih tepatnya terasingkan."

Kaki Thara bergerak duduk di samping Naresha.

"Yaudah, aku temenin deh."

"Tumben."

"Loh? Kenapa?"

"Thara yang aku kenal terlalu jutek, cuek dan gak pedulian buat nemenin aku di sini."

"Kalau aku kenal dan deket sama orangnya, kenapa enggak?"

"Oh? Jadi kita deket nih sekarang? "

"Yaudah aku pergi."

Tangan Naresha menahan lengan Thara yang sudah berdiri. Kembali menggiring gadis bermata kucing itu untuk duduk di sampingnya.

Selama beberapa saat mereka hanya diam, mendengar suara aliran air. Air hujan yang menetes di sela – sela daun dan atap turun dengan lamat. Menimbulkan suara yang bisa membuatmu mengalun ke alam mimpi.

Thara sebenarnya penasaran.  Ingin bertanya, ada masalah apa Pemimpin Perusahaan ini sampai duduk seorang diri di tengah kegelapan lorong ormawa yang hanya bercahaya lampu temaram dan gemericik air mancur?

"Ra ... "

Gadis redaksi itu menoleh.

Mata Naresha masih melihat jauh ke atas langit sana. Tak ada bintang, langit kosong sekali.

"Melepaskan demi yang terbaik itu adalah pilihan yang bener, kan?"

Kini kepala si lelaki menoleh tanya pada Thara yang mencerna pertanyaannya.

"Tentu aja, bagaimana pun pengorbanan harus dilakukan. Apalagi dalam sebuah hubungan."

Naresha mengangguk setuju.

"Aku gak tahu Kak Naresh ada masalah apa, tapi aku bakal berdoa supaya kedua bahu Kakak lebih dikuatkan buat ngehadepin semua masalah yang ada."

Tatapan lelaki penyuka jamu buyung upik ini tertuju pada sisi wajah kanan Thara yang asyik menatap langit kelam. Padahal tidak ada apa – apa selain awan dan langit hitam di atas sana.

"Boleh aku pinjam bahu kamu dulu gak? Buat mengistirahatkan kedua bahu aku? Siapa tahu, setelah diistirahatin jadi lebih kuat."

"Hah? Ta—"

Belum sempat Thara menyelesaikan ucapannya, kepala Naresha sudah bersandar dengan nyaman di bahunya. Sesaat Thara terkejut dengan berat kepala Naresha.

Berat juga--gumam Thara.

"Kamu gak mau nanya aku ada masalah apa?" tanya Naresha dengan mata terpejam.

Pers Kampus ✔ [Open PO Pers Kampus 1.0 & 2.0 check IG allyoori]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang