Namanya Kak Tashya Amanda, pelatih paskibraka hebat kesayangan kami. Seorang wanita lulusan akademi militer tahun lalu. Dengan senyum yang tak pernah luntur ia melihatku menangis di bawah pohon.
Entah dari mana, Ayah bisa menghubungi ku sore ini sebelum pengukuhan. Melalui ponsel Kak Tashya Ayah memberikan semangat, dan beliau berjanji untuk datang esok lusa di istana. Ia akan memakai seragam kebanggaannya.
"Do the best Mbak Calla. Apapun posisinya itu yang terbaik untuk Mbak Calla. Ayah dan bunda hanya bisa mendoakan di sini."
"Iya Yah, Mbak akan berusaha yang terbaik. Terima kasih ya Yah untuk waktunya. Calla rindu sama Ayah Bunda dan terutama Daffa." Aku mengusap titik air mata yang jatuh di ujung mataku.
"Besok lusa kita bertemu, Ayah pasti datang. Melihat Mbak Calla paling depan." Aku mengangguk, padahal tidak bisa melihat Ayah.
"Calla tutup ya Yah. Terima Kasih untuk tiga menit lima puluh dua detik yang cukup untuk mengobati rindunya Calla. Hati-hati ya Yah kerjanya. Jangan sampai lupa minum air putih. Salam untuk bunda ya. Calla kangen." Aku lagi dan lagi mengusap air mata yang menetes sempurna.
"Assalamu'alaikum permata hati ayah." Ucap ayahku di seberang sana.
"Waalaikumsalam Yah. Terimakasih untuk waktunya." Aku tahu di sana ayah pasti merindukanku. Biasanya jika ayah mendapat waktu luang, ia lebih memilih bermalam di rumah oma lalu subuh kembali ke Purworejo demi aku dan Daffa.
Tapi kini, kami lama tak berjumpa karena sedang dalam masa karantina dan latihan. Handphone pun tidak bisa di pegang, semuanya di kumpulkan supay fokus pada latihan.
Kak Tashya menepuk pundakku. "Saya sudah terbiasa kalau jauh.
Saya tahu perasaan komandan. Sama saat dulu orang tua mengkhawatirkan saya. Tapi setelah itu semuanya terbayar indah saat kamu bisa melakukan yang terbaik." Aku mengangguk mantap. Mengusap sisa air mata yang menggenang begitu saja.Bangkit dan menatap merah putih sore hari. Aku yakin pada diriku, bahwa aku mampu menjadi yang terbaik.
🍵🍵🍵
Peta Indonesia terukir begitu indah di depanku. Enam puluh delapan putra putri terbaik bangsa berdiri siap dengan senyum yang merekah.
Malam ini malam yang di tunggu bagi kami. Mengucap ikrar yang menggetarkan hati. Mengemban amanah dan tugas untuk mengibarkan merah putih di istana merdeka.
Ku pikir dulu bertemu Jokowi adalah sebuah mimpi. Tapi malam ini, mimpi itu menjadi nyata. Berdiri bersama saudara seperjuangan yang lain. Di kukuhkan oleh RI 1 dan RI 2 yang begitu mendebarkan.
"Saya mengukuhkan saudara-saudara sebagai paskibraka yang akan bertugas di istana merdeka pada tanggal 17 Agustus 2019." Rasanya senyum ini ingin selebar karet gelang saat di tarik.
Kini kami benar-benar paskibraka. Rasa lelah yang kemarin begitu terasa sudah berkurang. Tinggal menunggu puncaknya.
Begitu di kukuhkan, salah satu dari kami mencium merah putih. Rasanya sulit menahan air mata yang sudah terbendung sedari mulai acara.
Presiden Jokowi beserta Ibu berjalan, menyalami kami satu persatu. Seperti mimpi yang sering ku bayangkan saat dulu aku dan Daffa masih di asrama saat kecil. Daffa akan menjadi Presiden dan aku menjadi paskibranya.
Dan hari ini, mimpi itu jadi kenyataan.
Haru,bangga semua campur jadi satu. Esok tujuh belas Agustus kami benar-benar bertugas di depan ribuan orang. Bahkan puluhan ribu seluruh penduduk Indonesia.
Aku jadi teringat pesan ayah beberapa waktu lalu sebelum berangkat ke sini. "Jadi pasukan berapapun Mbak Calla ayah sudah bangga. Mau pasukan delapan ataupun tujuh belas. Ayah bangga sekali mbak Calla sudah sampai di titik ini. Selamat menjalankan tugas mulia ini mbak semoga ini benar awal dari apa yang mbak Calla inginkan, jangan hanya mengabdi sampai di sini. Indonesia masih membutuhkan baktimu sampai kapanpun. Ayah percaya mbak Calla bisa menjalankan amanah ini dengan baik. Selalu senyum dan tebar sinar kebahagiaan ya Mbak Calla. Ayah tunggu di tribun tamu esok tujuh belas Agustus. Bersama Bunda dan Daffa."
Dan esok aku akan membuktikan langkah pasti menapak untuk Indonesia. Untuk negara yang begitu ku cintai. Walaupun Indonesia seringkali membuatku menangis karena kehilangan waktu bersama ayahku. Tapi aku semakin yakin untuk membuat Indonesia benar bangga memiliki putri sepertiku.
🌵🌵🌵
Malam tujuh belas Agustus yang begitu
sepi karena sebagian sudah tidur. Sedari kemarin pikiranku terus tertuju pada si mata elang."Kok nggak tidur Call." Aku meringis, menengok Adiba yang rebahan di sampingku.
"Gapapa, deg-degan aja besok. Kamu juga belum tidur." Sahutku. Adiba bangkit, berpindah di sampingku.
"Aku kangen Bapak Ibuk di rumah Call." Aku senyum, memeluk Adiba yang menangis.
"Besok kita ketemu Dib, sekarang kamu tidur deh. Pagi-pagi kita harus siap. Ada tugas mulia menunggu kita." Adiba masih menangis.
"Kamu harus bersyukur Dib, setiap waktu bisa bersama orang tua. Jadi jangan bersedih yang larut ya." Dia mengangguk.
"Banyak orang yang harus terpisah jauh dengan keluarganya." Aku jadi teringat Ayah dan Bunda di rumah.
"Sekarang tidur deh, kita harus semangat untuk besok. Besok puncaknya Dib. Bapak ibumu pasti sama rindunya. Tapi mereka kuat, karena ingin melihat anaknya sukses." Ucapku. Itu kalimat ayah yang selalu beliau ucapkan saat aku bertanya. Kenapa harus jauh dan berpisah.
"Iya Call, makasih ya udah semangatin aku dan jadi sahabat untuk aku." Aku memeluknya lagi sebelum kami benar-benar tidur.
Badanku terus berguling, bingung sekali malam ini rasanya. Bukan tidak bisa tidur karena grogi. Tapi karena memikirkan mata elang itu.
Lagi dan lagi ia terus membayang, apalagi saat tongkat itu terlempar ke atas dan ia tangkap dengan mudahnya.
Kenapa dia terus menari di pikiranku. Dan kenapa dia tidak enyah saja, terus menganggu. Ini kali pertama untukku jatuh cinta, tapi entah bagaimana. Rasanya aku gemas sendiri. Dan ingin segera berlari dadi kenyataan bahwa aku memikirkannya.
Saat memejamkan mata pun sama dia selalu menari di pikiranku. Aku jadi geram sendiri. Dasar manusia Elang, kenapa kamu begitu menyebalkan. Terus saja menjadi bayang-bayang di malamku.
Apa aku jatuh cinta, ah tidak. Aku hanya kagum. Aku baru saja melihatnya sekali. Tapi setiap kali aku memikirkannya. Hati ini berdebar hebat.
Apa benar semua kata orang-orang. Dari mata turun ke hati lalu jatuh cinta. Oh tidak. Ini hanya berdebar biasa karena esok hari aku harus bertugas. Bukan karena aku jatuh cinta.
Lebih baik mencoba untuk terpejam, agar esok aku lebih fresh. Harus bangun pukul tiga untuk persiapan. Semoga Allah mengampuni dosaku hari ini. Dan esok akan diberi kelancaran dalam bertugas Aamiin.
🍵🍵🍵
Malam malam aku sendiri
Selamat membaca keping ke
Dua,Semoga suka terus yaaa🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Matcha Greentea
Teen FictionMatanya begitu tajam, membuatku selalu memikirkan tentang dia,dia dan dia. Waktu begitu cepat berlalu, melambai begitu saja. Mengajak dengan ramah. Sampai kita benar-benar bertemu.. Merajut rasa yang mulai tumbuh. Kamu ada, datang pada waktu yang...