keping dua puluh

4.1K 527 27
                                    

Author POV

Suasana rumah terasa sepi tanpa ada tegur di dalamnya. "Mbak Calla sudah siap belum. Bareng ayah kan berangkatnya?" Suara Bina membuat Calla mendesah kesal. Hari ini ia masih dalam mode ngambek karena kemarin-kemarin ia tidak puas main bersama Elang karena Bom telfon dari sang Ayah.

"Mbak nyepeda Bun. Nanti berangkatnya sendiri aja belakangan. Ini masih ada tugas yang belum." Bina mendesah kecewa. Putrinya masih enggan keluar kamar dan berkumpul bersama keluarganya. Sudah lebih dari seminggu Calla seperti ini. Dan lagi Daffa pun sama tidak berbicara pada kakak perempuannya.

Minggu ini Aksa disibukan dengan berbagai kunjungan sehingga belum bertemu dengan anak-anaknya. Belum ada waktu untuk menengur mereka. Setiap pulang Calla sudah tidur di kamarnya. Daffa pun begitu, memilih diam dan tak berbicara.

"Yasudah mbak. Tapi sarapan dulu ya." Diam tidak ada jawaban dari dalam kamar.

Bina kembali keruang makan. Sudah ada mertua dan suaminya. "Daffa berangkat yah." Bina menoleh. Anak laki-lakinya pun menghindari kebersamaan makan pagi.

"Sarapan dulu dek." Daffa mengangkat kotak makan yang ia ambil dari rak.dapur.

"Ada tanding basket sebelum masuk. Takut telat." Daffa memutar menyalami semua yang ada di rumah.

"Sejak kapan anak ayah suka bohong seperti ini?" Daffa berhenti. Meletakan bekal makan yang ia isi dengan nasi putih dan telur mata sapi. Hari ini Aksa memang request sarapan nasi. Tidak seperti biasanya.

"Daffa nggak bohong yah. Hari ini memang tanding, tolong Daffa ya yah. Daffa nggak bisa badmood." Aksa diam Bina mengambil kotak makan milik Daffa.

"Hati-hati, nanti langsung pulang ya. Ayah mau bicara." Daffa mengangguk, menjabat tangan bunda dan ayahnya. Lalu di susul menyalami Oma dan opanya.

"Assalamualaikum" ucap Daffa yang keluar dari dalam rumah.

"Nanti saja ya yah. Kita ngomong saat mereka pulang sekolah." Aksa hanya diam. Kembali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

Calla keluar dengan tergopoh-gopoh. Langsung keluar tanpa menjabat tangan ayah seperti biasanya.

"Calla berangkat. Assalamualaikum."

Aksa langsung masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan meja makan yang terasa sepi pagi ini.

"Sana Bun, ayahnya Daffa di susul dulu. Kasihan." Bina mengangguk.

"Iya Oma, Bina susul dulu." Bina membuka pintu, melihat suaminya termenung di dekat jendela. Pagi ini sudah siap dengan pakaian dinas harian.

Pandangan Aksa melihat ke depan. Bina berdiri memeluk suaminya dari belakang. "Ayah salah banget ya Bun sama Calla?" Bina menggeleng. Kini Bina menatap lekat suaminya.

"Enggak yah. Ayah nggak salah,kita harus sabar. Ayah tahu kan, Calla lagi cinta-cintaannya. Ayah tahu kan gimana rasanya?" Aksa mengangguk.

"Nggak akan lama mereka kaya gini yah. Paling sehari dua hari lagi juga baik. Kita harus sabar, mereka berdua lagi emosi. Yang adik cemburu. Yang kakak marah. Nanti bunda pelan ngomong ke Daffa ya. Udah mau jam tujuh lo yah. Ayah harus ke Semarang kan hari ini." Aksa mengangguk. Memeluk istrinya dalam.

"Makasih ya Bun." Bina mengangguk. Mengusap punggung suaminya.

"Ayah sudah jadi hebat untuk mereka. Jadi jangan cemas ya." Aksa mengangguk.

"Ayah berangkat, semoga lekas membaik ya rumah ini. Ayah sepi Daffa dan Calla nggak ngomong."  Aksa mengusap air matanya yang menetes sedikit. Mengecup kening istrinya.

Matcha GreenteaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang