Keping Tiga Puluh Lima

4.8K 635 82
                                    

First speaker dalam english debate sangat penting. Menyampaikan motion, menjelaskan definisi motion. Memaparkan theme line yang akan di debatkan. Menyampaikan argument pokok yang akan mematahkan tim lawan. Dan tentunya adalah menyimpulkan topik yang sedang di perdebatkan.

Menjadi pembicara pertama menurutku yang paling mudah. Apalagi aku tipe orang yang kalau sudah berbicara pasti akan melebar ke topik yang lain.

Selama ini aku sering kali menjadi second speaker atau pembicara kedua. Cukup sulit karena inti ada di pembicara kedua.

Hari ini tim debate sekolahku sudah berada di Semarang sejak pagi tadi. Masih ada babak final yang akan kami lampaui. Sehari tadi kami berhasil menyingkirkan dua sekolah pada babak penyisihan.

Sudah bukan rahasia, tim debate dari SMA ku sering kali menjuarai perlombaan debate antar sekolah se Indonesia. Dan bangganya aku salah satu dari sekian orang yang terpilih untuk mewakili sekolah saat lomba debat.

Demi ayah dan bunda aku rela bertemu manusia-manusia tipis yang selalu ku hindari.

"Mbak Calla, orang Akpol ganteng-ganteng ya." Aku menggeleng.

"Nggak menurutku Kai." Kai mendengus.

"Karena standar ganteng menurut Mbak Calla itu yang kaya apa sih."

Aku menunjuk salah satu foto yang tertempel di pigura para gubernur Akpol. Ada foto yangkung di sana masih terbingkai rapi dan bersih.

"Itu siapa sih mba?" Aku tersenyum geli melihat wajah Kai begitu penasaran dengan foto yangkung yang terpajang di dinding.

"Kok mirip bundanya mbak Calla ya?" Aku semakin tertawa melihat ekspresi Kaisa.

"Kaisa dasar telmi nggak hilang-hilang. Itu kan yangkung Mbak Calla." Kaisa hanya diam menoleh ke arahku.

"Wah kok keren. Pasti bangga ya mbak. Di pajang dan akan selalu di kenang sama orang-orang." Aku mengangguk. Masih memandang bangga pada foto itu.

Kegiatan porsimaptar ini melibatkan banyak sekolah. Yang nantinya akan di tutup dengan malam akrab. Yes, aku benci yang namanya malam akrab.

Mungkin angin surga bagi mereka yang suka dengan yang namanya taruna. Tapi untuk aku, melihat mereka biasa saja.

"Mbak itu masnya gantengnya nggak santai ya. Yang jadi moderator tadi." Aku menoleh, memperhatikan sekali lagi pada wajah yang dimaksud Kai.

"Kai mah nggak usah di ladenin Mbak. Matanya jelalatan kemana-mana." Aku terkekeh melihat Julian yang di pukul Kai.

"Tapi emang ganteng sih mbak. Mbak tahu nggak, itu selebgramnya Akpol lho." Aku menggeleng. Julian ternyata juga rumpi.

"Udah jangan berisik. Lawan kita habis ini sama kaya kemarin. Bedanya kamu Jul yang akan bantai mereka. " Wajah Julian langsung berubah pucat.

Masih ada tiga mosi yang belum kami garap dari kisi-kisi yang diberikan panitia. Masih ada waktu sampai besok, mencocokkan kasus dengan kehidupan relevan. Aku lebih memilih kasus dengan awalan the house believe that. Artinya kami tidak perlu menambah solusi untuk menyelesaikan kasus tersebut.

"Mbak Calla jangan nakutin aku dong." Aku menahan tawa melihat ekspresi Julian.

"Nggak usah takut. Siapa yang kemarin jadi second speaker di Jakarta pas final. Kamu kan, kamu udah yang terbaik deh. Aku cuman pelengkap dan tim hore saja." Semuanya tertawa.

"Eh mbak kok dia ngedeket ke sini?" Posisiku yang membelakangi jalan di belakang ku membuat tidak bisa langsung melihat ke belakang.

"Ya Tuhan nikmat mana lagi yang harus ku dustakan. Kenapa ganteng banget sih itu laki-laki." Kaisa memuji laki-laki yang ada di belakangku. Aku penasaran dengan laki-laki yang di maksud Kaisa dan Julian.

Matcha GreenteaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang