Keping Sembilan

4.9K 512 24
                                    

Calla POV

Kembali ke suasana jarak jauh dari ayah dan Bunda. Kembali masuk sekolah di antar ajudan ayah.

Aku duduk di gazebo depan sekolah. Masih sepi, belum banyak siswa yang datang karena ini masih jam enam lebih dua menit.

Ayah yang memaksa aku berangkat selepas subuh dari Purworejo. Jadi jam enam aku sudah di sekolah. Senin biasanya aku akan tiba lima menit sebelum bel berbunyi.

Bosan membunuhku, aku memilih memejamkan mata sambil menghafal beberapa materi untuk ulangan biologi nanti.

"Woy molor lo!" Aku kaget bukan main. Ada Gaizan yang mengagetkanku dengan memukul lenganku. Aku meliriknya tajam. Dia terkekeh dan duduk di sampingku.

"Tumben anak ayah berangkat pagi." Ledeknya. Ia selalu meledek ku tiada henti. Selalu menyebut ku anak ayah.

"Dari Purworejo aku Zan. Ngantuk, apa pura-pura sakit yo biar bisa ke UKS." Mataku berbinar saat ide muncul di kepalaku.

"Wah pelanggaran, aku Bilangin Bu Eko tau rasa kamu Call." Aku cemberut. Bu Eko adalah wali kelasku yang cukup killer dan ditakuti.

"Iya juga sih. Udah yuk ke kelas.  Gabut banget di sini jadi pusat perhatian." Ucapku pada Izan. Gaizan mengangguk dan memimpin perjalanan.

Dia teman sekelasku yang cukup jenaka. Dia juga seorang yang ramah dan baik hati. Tak jarang ia mentraktir kami para kaum irit.

Ghaizan adalah anak juragan mini market terkenal di Jogja. Bahkan jika tugas sekolah dan kami belanja ke tempat Izan. Semua akan gratis alias tidak bayar.

"Callaaaaaaa" teriakan heboh memecah keheningan kelasku. Suara Maya si centil kelas yang memecah keheningan kelas.

"Apa to May. Suaramu lho koyo blek khongguan bakdo!" Izan bersungut-sungut mendengar teriakan Maya.

"Kenapa sih sewot Zan, kan aku manggil Calla." Lirikan tajam di lemparkan Maya untuk Izan. Aku terkekeh.

"Kenapa to May, tadi sarapan blek ya?" Tanyaku. "Suaramu loh cempreng." Aku meringis.

"Heh demi apa sih Call, fotomu masuk ig taruna taruna." Aku melotot. Menyambar handphone Maya. Benar saja, foto selfiku bersama Bang Elang sebelum naik kora-kora sudah menyebar di beberapa akun taruna dan tentara.

Tanganku dingin, aku takut jika ayah atau bunda sampai melihat. Bisa-bisa mereka marah kepadaku atau bang Elang.

Aku mengecek Instagram milik Bang Elang. Ternyata ia memang mengupload foto kami. Siap-siap disidang ayah nanti saat bertemu.

"Gimana Call rasanya pacaran sama taruna?" Suara baru datang, dia Akila teman belakang bangku ku.

"Aku nggak pacaran, Dia teman Bang Dipta itu, nggak sengaja ketemu terus foto. Nggak tahu bakalan di upload kaya gitu." Jelasku. Mereka ini para penggemar taruna. Katanya badannya yang senderable dan pelukable yang bisa membuat siapa saja terpikat.

Bel masuk menyelamatkanku dari pertanyaan aneh yang mereka lontarkan. Bahkan akun paskibraka juga merepost foto kami tadi.

Aku memilih menonaktifkan ponsel, banyak sekali permintaan konfirmasi dari teman-teman Instagram. Kalau kata Izan, soon to be a selebgram.

Amira teman sebangkuku hari ini banyak tersenyum di sampingku. Aku menatap aneh ke arahnya.

"Kenapa Mir kok senyum terus?" Tanyaku.

Matcha GreenteaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang