Keping Tiga Puluh

5.2K 634 38
                                    

Author POV

Tidak ada luka yang dalam selain melihat orang yang kita sayangi menangis. Begitu pula yang di rasakan Aksa saat ini. Di dalam kamarnya ia menangis dalam diam. Air matanya jatuh dengan deras, tapi mulutnya tak bersuara.  Ia berdiri menatap halaman di balik jendela.

Aksa menoleh saat ada tangan yang memeluknya dari belakang.

"Semuanya akan baik-baik saja yah." Aksa mengusap air matanya. Tersenyum pada Bina, istrinya.

"Ayah gagal jadi orang tua yang harus melindungi anaknya." Bina langsung memeluk erat tubuh suaminya.

"Tidak ada yang gagal sayang. Sekarang Calla butuh kamu. Butuh kita, hapus air matanya ya sayang." Bina menangkup wajah Aksa. Mengusap sisa air mata dengan ibu jarinya. Bina berusaha tidak menangis lagi, mengingat ia harus lebih kuat dari pada Calla. Ia harus menguatkan Calla yang hari ini begitu sedih.

Aksa melepas seragamnya, tinggal tersisa kaos doreng santai. Ia mencuci muka memastikan tidak ada jejak air mata di pelupuknya.

Kini Calla Daffa dan Dipta saling diam memandang kolam renang. Tidak ada kata-kata. Tidak ada suara, sampai suara Aksa membuat semua menoleh kecuali Calla.

"Dipta makan dulu." Ucap Aksa. Karena Aksa tahu terkahir Dipta makan pasti saat sarapan tadi.

"Iya yah." Dipta menurut, mengikuti Bina yang sudah menunggunya.

"Makasih ya mas sudah jagain adek-adek." Bina mengambilkan nasi untuk Dipta.

"Dipta belum bisa jagain mereka dengan baik. Bina minta maaf ya Bun." Bina terkekeh.

"Kamu sudah begitu baik di mata Bunda. Setelah ini kamu pulang ya, istirahat. Senin kamu harus berangkat. Temui pacarmu jangan lupa. Karena dia juga ikut andil dalam perjuangan mu." Dipta mengangguk. Menikmati makan siang menjelang sore yang terasa begitu hambar, karena biasanya kehangatan keluarga ini akan begitu terasa.

Di halaman belakang Aksa duduk di tengah, antara putra dan putrinya. Kemudian kedua bahunya digunakan untuk Calla dan Daffa bersandar.

Aksa sudah tidak tahan untuk tidak memeluk Calla yang menahan tangis di depan ayahnya.

"Jangan di tahan, ayah tahu rasanya jadi kamu. Menangislah sepuasnya hari ini. Ayah akan ada untuk kamu dan memeluk kamu." Calla mengangguk. Langsung menghambur ke pelukan ternyaman yang ia miliki.

Suara isakan tangis Calla terdengar. Aksa makin mengeratkan pelukannya.

Daffa kini juga ikut menangis di punggung ayahnya. "Kenapa sih yah, ceritanya harus kaya gini. Calla fikir semua akan sama, seperti kisah ayah dan bunda." Aksa tersenyum getir.

"Nggak semua yang kita inginkan bisa jadi kenyataan mbak. Allah punya rencana lain untuk mbak Calla." Calla mengangguk. Menatap kosong di depannya.

"Masih sakit dek?" Daffa menggeleng.

"Di antar ke rst ya sama om Bima. Takutnya ada luka dalamnya." Daffa menggeleng lagi.

"Nggak sakit yah. Ini nggak seberapa. Aku juga harus ngerasain sakit hatinya Mbak Calla." Aksa menghela nafas.

"Nggak gitu, ayah tahu kamu begitu sayang sama mbak Calla. Tapi kamu luka dek, harus di perhatikan obati." Aksa membujuk Daffa untuk periksa.

"Nggak yah. Kan tadi udah di kasih obat merah sama mbak. Nanti juga sembuh." Jawab Daffa. Aksa tak menjawab.

"Makan dulu yuk semuanya." Bina keluar menarik tangan Daffa.

"Mbak mau di kamar saja ya yah. Nanti mbak makan kalau sudah lapar." Aksa menghela nafas. Lalu mengangguk.  Calla perlu waktu untuk sendiri.

Calla masuk ke dalam kamar menutup pintu. Tubuhnya luruh di balik pintu. Calla  menyembunyikan wajah dan tangisnya di balik tangannya.

Cukup lama ia duduk bersandar pada pintu. Hingga akhirnya bangkit dan duduk di kursi. Menatap fotonya dan Elang yang ada di atas meja belajar.

Calla tersenyum getir, cintanya yang tulus hanya terbalas oleh permainan konyol.

Kling

Bang Elang
Aku bisa jelasin ke kamu. Mungkin kamu butuh waktu sendiri. Dulu memang awalnya taruhan. Tapi aku sudah benar cinta kamu. I love you Calla.

Calla mengetuk profil Elang, memblokir nomor Elang secara sepihak. Calla masih menangis.

Apalagi melihat tempelan yang belum lama ia cetak.

"Nggak akan ada lagi tahun - tahun selanjutnya, yang ada cuman luka." Calla membuka laci meja belajarnya.

Membuka buka catatan hariannya. Melepas setiap foto kebersamaan dengan Elang.

Ini saat pertama aku ketemu Elang. Matanya tajam, membuatku teringat ayah. Dalam hati waktu itu aku hanya berdoa. Agar kita dapat bertemu lagi. Dan hari itu aku begitu menikmati rasa matcha greentea terenak yang pernah ku minum... Jakarta bulan  Agustus

Sebuah foto minuman matcha greentea kesukaan Calla. Minuman yang membawa Calla bertemu dan menatap mata indah seorang Elang Arta Wicaksana.

Calla semakin terisak membaca lembar kedua. Foto Ayah Bunda Daffa dan Calla bersama Elang saat ada Kirab Akmil dalam rangka ulang tahun Purworejo.

Calla menyesal telah menulis kata demi kata di bawah fotonya.

Sinar mentari hari itu begitu terik. Aku bisa melihat senyuman mu... Hormatmu pada ayahku saat ia meminta foto ini.
Mungkin esok akan adalagi foto lain selain ini. Purworejo di bulan Oktober

Calla masih membuka lembar demi lembar pertemuan mereka di setiap pesiar.

Calla tersenyum getir melihat foto mereka berdua dengan Calla memakai baju olah raga setelah menaiki sepeda ke Magelang.

Panasnya hari ini terbayar dengan sebuah temu... Walaupun tidak lama, tapi aku bahagia. Terima kasih untuk waktu dan hadiahnya. Magelang bulan Februari

Calla merobek lembaran - lembaran itu. Ia sudah tidak lagi kuat melihat potret kebahagiaa yang dulu ada dan kini terganti luka.

Dulu yang rindu selalu di siram temu. Tapi kini ternyata semuanya hanyalah semu.

Calla melihat halaman terakhir dari lebaran kelam itu.

Tangisnya semakin deras, ada surat kecil yang ia dapat dari struk tagihan saat mereka makan di restoran.

Thanks Calla for today..
I'm happy with you....

Sampai ketemu di praspa Bang Dipta. I can't wait to see you❤️

Iloveyou
Elang

Calla semakin terisak.

Harusnya hari ini hari yang begitu membahagiakan untuk Calla. Harusnya hari ini ia akan  mengisi lembar selanjutnya dalam buku milik Calla.

Calla sudah memiliki file untuk mengisi lembar hari ini. Sebuah foto rainbow cake dengan hiasan dan lilin kecil.

Harusnya hari ini mereka akan berfoto dengan kue ulang tahun yang Calla buat. Dan harusnya hari ini Calla menghabiskan waktu bersama Elang di Magelang.

Dan hari ini harusnya lembaran kosong itu terisi.  Dan mulai hari ini mungkin lembar itu tidak akan pernah lagi terisi.

Yang ada hanya kehampaan bagi Calla.

"Ternyata rasanya seperti ini. Jatuh cinta itu indah. Tapi jatuh karena cinta nggak ada indah-indah nya. Yang ada hanya luka." Ucap Calla pada foto di depannya.

Calla langsung merobek semuanya foto itu. Kembali menyembunyikan wajah di lipatan tangan. Menangis lagi sejadi-jadinya.

🍵🍵🍵🍵

Selamat hari Kartini para Kartini ku..  

Semoga suka part ini ya 😍

Matcha GreenteaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang